Prinsip-Prinsip Dalam Ekonomi Syariah.

xxxii b. Peraturan-peraturan itu harus diumumkan secara layak . c. Peraturan-peraturan itu tidak boleh berlaku surut. d. Perumusan-perumusan peraturan-peraturan itu harus jelas dan terinci, ia harus dapat dimengerti oleh rakyat. e. Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tidak mungkin. f. Diantara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama lain. g. Peraturan-peraturan harus tetap, tidak boleh sering diubah-ubah. h. Harus terdapat kesesuaian antara tindakan-tindakan para pejabat hukum dan peraturan-peraturan yang telah dibuat. 21 Kegagalan untuk mewujudkan salah satu dari nilai-nilai tersebut bukan hanya menyebabkan timbulnya sistem hukum yang jelek, tetapi lebih daripada itu. Hukum yang demikian itu sama sekali tidak dapat disebut hukum.

C. Prinsip-Prinsip Dalam Ekonomi Syariah.

Mencermati substansi pandangan M. M. Metwally yang dikutip oleh Gemala Dewi, dalam mengulas nilai atau prinsip dasar ekonomi Islam, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Nilai Khilafah. Merupakan fungsi kekhalifahan manusia di bumi sebagai pemegang amanah untuk mengelola segala isi alam untuk kepentingan dan keperluan hidupnya. 2. Nilai Kepemilikan Terbatas. Pelaku ekonomi harus menyadari bahwa perolehan dan hasil usaha yang dicapai bukanlah milik mutlak, melainkan sebagai amanah Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan penggunaannya nanti. 3. Nilai Kerja Sama ta’awun. 21 Ibid hal.13 xxxiii Nilai kerja sama menempatkan manusia sebagai subjek untuk saling membantu terhadap sesama dan tidak saling mengeksploitasi. 4. Nilai Solidaritas dan Distribusi Kekayaan. Pelaku ekonomi harus memiliki rasa solidaritas sesama manusia sehingga selalu bisa berbagi peluang dalam usaha pengembangan diri. Hal itu menyebabkan terjadinya distribusi kekayaan yang merata dan adil. Tidak dibenarkan melakukan akumulasi kekayaan dan penimbunan barang untuk kepentingan sepihak. 5. Nilai Pemilikan Kolektif. Kepemilikan terhadap sumber-sumber daya tertentu, berupa air, padang rumput, dan api serta sarana umum lainnya tidak boleh dimiliki secara sepihak, melainkan harus dikendalikan oleh negara. 6. Asas Pertanggungjawaban Ganda 22 . Pelaku ekonomi tidak akan terbebas dari tanggung jawabnya, baik untuk sebuah proses yang benar dan halal maupun terhadap suatu proses yang salah dan haram, masing-masing akan diberikan ganjaran. Inilah konsekuensi nilai pertanggungjawaban yang tidak mungkin dihindarkan karena keyakinan akan adanya hari kiamat sebagai hari pembalasan. Deskripsi mengenai nilai dasar atau prinsip ekonomi Islam juga diberikan oleh Ali Yafie 23 . Menurutnya, secara prinsip terdapat empat pilar-pilar sebagai dasar dalam transaksi ekonomi, yaitu : 1. Tauhid. Sistem etika Islam yang meliputi kehidupan manusia dibumi secara keseluruhan selalu tercermin dalam konsep tauhid yang dalam pengertian absolut hanya berhubungan dengan Tuhan. Meskipun demikian, karena manusia bersifat ilahiah ini. Umat manusia tidak lain adalah wadah kebenaran dan harus memantulkan cahaya kemuliaan- 22 Gemala Dewi, Wirduaningsih dan Yeni Salma Barlinti, 2005, Hukum Perikatan Islam di Indonesia , edisi I, ctk. pertama, Kencana, Jakarta 23 Ali Yafie, 2003. Fiqh Perdagangan Bebas, bandung, Teraju, hlm.21-24 xxxiv Nya dalam semua manifestasi duniawi. Allah SWT., menegaskan hal ini dalam Firman-Nya sebagai berikut : َﺳ ُﻨ ِﺮ ْﯾِﮭ ْﻢ َا َﯾِﺘ َﻨ ِﻓ ﺎ ْﺎى َﻷ َﻓ ِقﺎ َو ِﻓ َأ ﻰ ْﻧُﻔ ِﺴ ِﮭ ْﻢ َﺣ ﱠﻰﺘ َﯾ َﺘَﺒ ﱠﯿ َﻦ َﻟ ُﮭ ْﻢ َأ ﱠﻧُﮫ ْﻟا َﺤ ﱡﻖ َا َوﻟ َْﻢ َﯾ ْﻜ ِﻒ ِﺑ َﺮ ﱢﺑ َﻚ َأ ﱠﻧُﮫ َﻋ َﻠ ُﻛ ﻰ ﱢﻞ َﺷ ْﻲ ٍء َﺷ ِﮭْﯿ ٌﺪ ٥٣ Artinya :Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu ? QS. Fushilat : 53. Tauhid pada tingkatan absolut meningkatkan makhluk untuk melakukan penyerahan tanpa syarat kepada kehendak Allah SWT., sebagaimana ditegaskan dalam surat Yusuf ayat 40 yang artinya, “ Keputusan hanya terletak pada Allah, yang telah memerintahkan untuk tidak menyembah selain Dia ”. Dalam ayat lain ditegaskan pula yang artinya, “ Katakanlah, sesungguhnya shalatku, pengurbananku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan Semesta Alam ”. QS. Al An’am : 162. Secara substantif, nilai tauhid mengandung dua dimensi utama, yaitu sebagai berikut : Pertama , tauhid rububiyah, artinya keyakinan bahwa semua yang ada di alam ini adalah milik Allah dikuasai langsung oleh- Nya. Kedua , tauhid uluhiyah, artinya keyakinan bahwa dengan aturan Nya lah segala makhluk menjalankan kehidupannya. Kedua nilai yang terkandung di dalam tauhid itu, oleh Rasulullah diterapkan dalam setiap kegiatan ekonomi. Setiap harta asset dalam transaksi bisnis hakikatnya adalah milik Allah dan pelaku ekonomi hanyalah mendapatkan amanah mengelola. Oelh karena itu, setiap aset dan anasir transaksi harus dikelola sesuai dengan ketentuan pemilik yang hakiki, yakni Allah SWT. Dengan kepeloporan Nabi Muhammad SAW., dalam meninggalkan praktek riba’ unsury-interest , transaksi fiktif gharar , perjudian spekulasi maysir dan komoditi haram merupakan wujud dan keyakinan tauhid tersebut. xxxv 2. Keseimbangan Adil . Dalam pandangan Islam, sistem kehidupan berasal dari sebuah persepsi Ilahiah mengenai keharmonisan alam. Dalam perspektif Islam, keberagaman harus diseimbangkan agar menghasilkan tatanan sosial yang baik, sebagaimana dinyatakan dalam Firman Allah : ِاﱠﻧ ُﻛ ﺎ ﱠﻞ َﺷ ْﻲ ٍء َﺧ َﻠْﻘ َﻨُﮫ ِﺑ َﻘَﺪ ٍر . ٤٩ Artinya : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran QS. Al Qamar : 49. Nilai keseimbangan atau keharmonisan sosial tidaklah dalam makna yang statis, melainkan lebih bersifat dinamis yang senantiasa mengerahkan segala kekuatan untuk menentang segenap ketidakadilan. Keseimbangan juga harus mewujudkan dalam kehidupan ekonomi yang menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan. Profit and loss sharing principle bagi hasil boleh dikatakan sebagai represtasi model yang berimbang dan adil. 3. Kehendak bebas. Salah satu kontribusi yang paling orisinil dalam filsafat sosial adalah konsep mengenai kebebasan. Hanya Tuhanlah yang mutlak bebas, tetapi dalam batas-batas skema penciptaan-Nya, manusia juga relatif bebas dengan kemahatauan Tuhan atas segala kegiatan manusia selama di bumi. Prinsip kebebasan inipun mengalir dalam kegiatan ekonomi Islam. Prinsip transaksi ekonomi adalah halal, seolah-olah mempersilahkan para pelakunya melaksanakan kegiatan ekonomi sesuai yang diinginkan, menumpahkan kreatifitas, modifikasi dan ekspansi seluas dan sebesar-besarnya, bahkan transaksi bisnis dapat dilakukan dengan siapapun secara lintang agama. Berkaitan dengan hal ini , Nabi Muhammad SAW., telah memberikan banyak diskripsi termasuk selama kerja sama bisnis yang dapat dieksplorasi diluar praktek riba yang dilaksanakan masyarakat ketika xxxvi itu. Model usaha tersebut antara lain, mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah, wakalah, salam, istishna dan sebagainya. 4. Pertanggungjawaban Al-Muhasabah Prinsip pertanggungjawabn ini telah diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW., terutama dalam kerangka dasar etika dan bisnisnya. Kebebasan harus dibarengi dengan pertanggungjawaban manusia yang harus manjalani konsekuensi logisnya, setelah menentukan daya pilih antar yang baik dan buruk. Allah SWT. befirman : ُﻛ ﱡﻞ َﻧ ْﻔ ٍﺲ ِ َﻤﺑ َﻛ ﺎ َﺴ َﺒ ْﺖ َر ِھ ْﯿَﻨ ﺔ ٣٨ Artinya : “ Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya . QS. Al Mudatsir : 38 Wujud dari etika sebagai implementasi dari prinsip ini adalah terbangunnya transaksi yang fair dan bertanggungjawab. Nabi mencontohkan sebuah integritas yang tinggi dalam memenuhi segenap klausul kontraknya dengan pihak lain, misalnya dalam hal pelayanan kepada pembeli, pengiriman barang secara tepat waktu, dan kualitas barang yang dikirim. Disamping itu beliaupun kerap mengaitkan suatu proses ekonomi dengan pengaruhnya terhadap masyarakat dan lingkungan. Untuk itu Nabi melarang memperjualbelikan produk- produk tertentu yang dapat merusak masyarakat dan lingkungan. Dengan mendasarkan analisis pada sejumlah kategorisasi prinsip-prinsip ekonomi Islam dari sejumlah pakar tersebut, Muslimin selanjutnya menegaskan lima prinsip dasar ekonomi Islam, yaitu sebagai berikut : 1. Prinsip tauhid. Prinsip ini merupakan yang paling fundamental dalam ajaran Islam sekaligus sebagai misi utama Rasulullah yang harus disampaikan tablig kepada seluruh manusia di bumi. Prinsip tauhid dalam ekonomi Islam begitu esensial karena mengandung ajaran kepada manusia, agar dalam hubungannya dengan Allah ibadah dan xxxvii hubungan kemanusiaan muamalah sama pentingnya dan harus diseimbangkan. 2. Prinsip keseimbangan. Setiap proses dalam kegiatan ekonomi Islam harus didasarkan pada prinsip kesimbangan. Maksud dari kesimbangan disini bukan hanya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan duniawi dan ukhrawi, tetapi juga berkaitan dengan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan kolektif umum serta kesimbangan antara lahir dan batin. Implementasi keseimbangan dalam ekonomi Islam mencakup juga keseimbangan dalam mendistribusikan kekayaan yang dimiliki oleh negara melalui hasil pendapatan, seperti zakat, sedekah, ghanimah harta rampasan perang, fai harta rampasan perang tidak melalui peperangan, kharaj pajak atas daerah yang ditaklukan dalam perang, ushr zakat tanaman dan seterusnya. 3. Prinsip Khilafah. Keberadaan manusia sebagai khalifah wakil Tuhan dimuka bumi, harus menjalankan aturan dan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh pemberi mandat kekhalifahan. Eksistensi manusia sebagai pemegang amanah dan pemimpin, secara eksplisit tercantum dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30, Al-An’am : 165, Shad : 28 dan Al Hadid : 57. 4. Prinsip Keadilan. Salah satu prinsip terpenting dalam proses ekonomi berbasis Islam ialah keadilan. Berperilaku adil tidak hanya didasarkan pada ayat- ayat Al Qur’an dan Sunnah Rasul, tetapi juga didasarkan pada pertimbangan hukum alam yang diciptakan berdasarkan prinsip keseimbangan dan keadilan. Implementasi keadilan dalam proses pembangunan ekonomi sangat penting untuk diwujudkan. Dalam pandangan Ibnu Taimiyah, xxxviii Tuhan akan mendukung proses pemerintahan yang adil walaupun kafir dan Tuhan tidak akan mendukung proses pemerintahan yang zalim walaupun Islam. Prinsip keadilan ini harus terwujud dalam segala dimensi kehidupan. Bila hal ini tidak terlaksana, maka penindasan, kekerasan, dan eksploitasi akan terus berlangsung. Keadilan merupakan ruh dari penerapan nilai-nilai kemanusiaan, keharmonisan, dan kesejahteraan dalam kehidupan sosial.

D. Konsepsi Hukum Kontrak Syariah

Dokumen yang terkait

Rancang bangun sistem informasi kepegawaian studi kasus: Bank Muamalat Indonesia

3 52 289

Pembiayaan bank Muamalat Indonesia dalam sektor properti

2 23 134

“Analisis Kelayakan Pembiayaan Murabahah Dan Penanganan Risiko Kredit Pada Kendaraan Bermotor” (Studi Pada Bank Muamalat Cabang Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur)

2 9 106

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH STUDY KASUS DI BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SURAKARTA.

0 2 16

Prosedur Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Padang.

0 0 7

IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN AL-MURABAHAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SEMARANG DENGAN PENDEKATAN HUKUM PERDATA INDONESIA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 116

ANALISIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) MUAMALAT iB PEMBELIAN DI BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG PEMBANTU SALATIGA TUGAS AKHIR - ANALISIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) MUAMALAT iB PEMBELIAN DI BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG PEMBANTU SA

0 0 103

PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) MUAMALAT iB DI BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SOLO TUGAS AKHIR - PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) MUAMALAT iB DI BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SOLO - Tes

1 1 91

ANALISIS PEMBIAYAAN IB MUAMALAT MULTIGUNA PADA SKIM MURABAHAH DI BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG PEMBANTU SALATIGA TUGAS AKHIR - ANALISIS PEMBIAYAAN IB MUAMALAT MULTIGUNA PADA SKIM MURABAHAH DI BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG PEMBANTU SALATIGA -

0 0 80

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK MUAMALAT CABANG MAKASSAR

1 3 78