liii
d. Penggolongan Hukum Kontrak.
Akad secara garis besar berbeda dengan satu dengan yang lainya. Hal ini berdasarkan asas dasar, tujuan, ketentuan, sifat, dan
hukum-hukum yang ada dalam akad-akad itu sendiri. Para Ulama Fiqh mengemukakan, bahwa akad dapat diklasifikasikan dalam
berbagai segi. Antara lain dilihat sebagai berikut : 1.
Apabila dilihat dari segi keabsahannya menurut syara, maka akad ada dua,
akad shahih
dan
akad tidak shahih
.
47
a.
Akad shahih
, yaitu akad yang telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Hukum dari akad shahih ini adalah berlaku
seluruh akibat hukum yang ditimbulkan akad itu dan mengikat bagi pihak-pihak yang berakad. Akad yang shahih
menurut Ulama Hanafi dan Maliki terbagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :
1
Akad Nafiz
, sempurna untuk dilaksanakan, yaitu akad yang dilangsungkan dengan memenuhi rukun dan
syaratnya dan
tidak ada
penghalang untuk
melaksanakannya. 2
Akad Mauquf
, yaitu akad yang dilakukan seseorang yang cakap bertindak hukum, tetapi ia tidak memiliki
kekuasaan untuk melangsungkan dan melaksanakan akad itu, seperti akad yang dilakukan anak kecil yang sudah
mumayyiz. b.
Akad yang tidak shahih
, yaitu akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syarat-syaratnya, sehingga
seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang berakad. Ulama Hanafi
membagi akad yang tidak shahih itu menjadi dua macam, yaitu:
47
Haroen Nasrun, Perdagangan di Bursa Efe, Tinjauan Hukum Islam, cet.1, Jakarta Yayasan Kalimah, 2000, hal.2387.
liv
1 Akad batil,
yaitu akad yang tidak memenuhi salah satu rukunnya atau ada larangan langsung dari syara.
2 Akad fasid,
adalah akad yang pada dasarnya disyariatkan, tetapi sifat yang diakadkan itu tidak jelas.
2. Dilihat dari segi penamaannya, para Ulama Fiqh membagi akad
menjadi dua macam, yaitu sebagai sebagai berikut : .
48
a.
Akad musammah
, yaitu akad yang ditentukan nama-namanya oleh syara, serta dijelaskan hukum-hukumnya, seperti jual
beli, sewa menyewa, perikatan, hibah, jialah, wakalah, hiwalah, wakaf, wasiat dan perkawinan.
b.
Akad ghair musammah
, yaitu akad yang penamaannya ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan keperluan mereka
di sepanjang zaman dan tempat, seperti istishna, bai al-wafa dan lain-lain.
3. Dilihat dari segi disyariatkannya akad atau tidak terbagi dua,
yaitu :
49
a.
Akad musyaraah
, yaitu akad-akad yang dibenarkan syara, umpamanya jual beli, jual harta yang ada harganya dan
termasuk hibah dan rahn gadai. b.
Akad mamnuah
, yaitu akad-akad yang dilarang syara, seperti menjual anak binatang yangmasih dalam kandungan.
4. Dilihat dari sifat bendanya, akad dibagi dua, yaitu :
50
a.
Akad ainiyah
, yakni
akad yang
disyaratkan kesempurnaannya dengan melaksanakan apa yang diakadkan
itu. Misal : benda yang dijual diserahkan kepada pembeli. b.
Akad ghairu ainiyah
, yaitu akad yang hasilnya semata-mata berdasarkan akad itu sendiri.
5. Dilihat dari bentuk atau cara melakukannya akad, yaitu :
51
48
ibid hal. 108.
49
Op.Cit.
50
Ibid hal.110
lv a.
Akad-akad yang harus dilaksanakan dengan tata cara tertentu. Misalnya, pernikahan yang harus dilaksanakan di
hadapan para saksi, akad yang menimbulkan hak bagi seseorang
atas tanah,
yang oleh
Undang-undang mengharuskan hak itu dicatat di kantor agraria.
b. Akad-akad yang tidak memerlukan tata cara. Misalnya jual
beli yang tidak perlu di tempat yang ditentukan dan tidak perlu dihadapan pejabat.
6. Dilihat dari dapat tidaknya dibatalkan akad. Dari segi ini ada
empat macam :
52
a. Akad yang tidak dapat dibatalkan, yaitu aqduzziwaj. Akad
nikah tak dapat dicabut, meskipun terjadinya dengan persetujuan kedua belah pihak. Akad nikah hanya dapat di
akhiri dengan jalan-jalan yang ditetapkan oleh syariat, seperti talak, khulu, atau karena keputusan Hakim.
b. Akad yang dapat dibatalkan atas persetujuan kedua belah
pihak, seperti jual beli, shulh, dan lain-lain. c.
Akad yang dapat dibatalkan tanpa menunggu persetujuan pihak kedua, seperti wadi;ah, ainiyah dan wakalah.
7. Dilihat dari segi tukar menukar hak :
53
a.
Akad muawadlah
, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar timbal balik.
b.
Akad tabarruat
, yaitu akad-akad yang berdasarkan pemberian dan pertolongan.
c. Akad yang mengandung tabarru pada permulaan tetapi
menjadi muawadlah pada akhirnya. 8.
Dilihat dari segi keharusan membayar ganti dan tidak. Segi ini ada tiga golongan :
54
51
Ibid hal 29
52
Ibid hal.111
53
Ibid hal.112
lvi a.
Akad dhamanah
, yaitu tanggungjawabn pihak kedua sesudah barang-barang itu diterimanya.
b.
Akad amanah
, yaitu tanggung jawab dipikul oleh empunya, bukan oleh pemegang barang.
c. Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, dari satu segi
yang mengharuskan dhamanah dan dari segi yang lain merupakan amanah.
9. Dilihat dari segi tujuan akad dibagi menjadi empat, yaitu : .
55
a. Yang tujuannya tamlik.
b. Yang tujuannya mengokohkan kepercayaan saja.
c. Yang tujuannya menyerahkan kekuasaan.
d. Yang tujuannya memelihara.
10. Dilihat dari segi waktu berlakunya, terbagi dua, sebagai
berikut:
56
a.
Akad Fauriyah
, yaitu akad-akad yang pelaksanaannya tidak memerlukan waktu yang lama.
b.
Akad Mustamirrah
, dinamakan juga akad zamaniyah, yaitu akad yang pelaksanaannya memerlukan waktu yang menjadi
unsur asasi dalam pelaksanaannya. 11.
Dilihat dari ketergantungan dengan yang lain, akiad terdiri atas dua macam :
a.
Akad Asliyah
, yaitu akad yang berdiri sendiri, tidak memerlukan adanya sesuatu yang lain.
b.
Akad Tabiyah
, yaitu akad yang tidak dapat berdiri sendiri karena memerlukan sesuatu yang lain.
12. Dilihat dari maksud dan tujuannya, akad ini terbagi dua jenis,
yakni:
57
54
Ibid hal.113
55
Ibid hal.114
56
Ibid, hal.114
57
Gemala Dewi, SH. Op.Cit.
lvii a.
Akad tabarru
, yaitu akad yang dimaksud untuk menolong dan murni semata-mata karena mengharap ridho dan pahala
dari Allah. b.
Akad tijari
, yaitu akad yang dimaksudkan untuk mencari dan mendapatkan keuntungan dimana rukun dan syaratnya telah
terpenuhi semuanya.
e. Berakhirnya Akad.