34
dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuktian akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal,
bulan, tahun, pukul, atau waktu menghadap, dan identitas dari para pihak yang menghadap comparanten, paraf dan tanda tangan para pihak penghadap, saksi dan
Notaris, demikian juga tempat dimana akta itu dibuat, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris
pada akta pejabatberita acara dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihakpenghadap pada akta pihak.
Siapapun diperbolehkan untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan atas aspek formal akta Notaris, apabila yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta
yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris, pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus
dapat membuktikan bahwa ada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan .
33
3. Kekuatan Pembuktian Material
Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, karena apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat
akta atau mereka yang mendapatkan hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya tegen bewijs keterangan atau pernyataan yang dituangkan
dimuat dalam akta pejabat atau akta berita acara atau keterangan atau para pihak yang diberikandisampaikan dihadapan Notaris akta pihak dan para pihak harus
33
Ibid.hal.117.
Universitas Sumatera Utara
35
dinilai benar berkata yang kemudian dituangkandimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang kemudian
keterangan dituangkan dan akta harus dinilai telah benar berkata. Apabila ternyata pernyataan keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar berkata maka hal
tersebut tanggung jawab, para pihak sendiri, Notaris terlepas dari hal semacam itu. Ketiga aspek tersebut diatas
merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai akta otentik dan siapapun terikat oleh akta tersebut, jika dapat dibuktikan dalam suatu
persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersbut tidak benar, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah
tangan atau akta tersebut didegradasikan dalam kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan.
34
D. Perbedaan Akta Otentik Dan Akta Dibawah Tangan
Antara akta otentik dengan akta dibawah tangan terdapat suatu perbedaan yang prinsip, letak perbedaan antara akta otentik dengan akta dibawah tangan yakni:
a akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, pasal 15 ayat 1 UUJN, sedangkan mengenai tanggal
pembuatan akta dibawah tangan tidak ada jaminan tanggal pembuatnya,
b grosse dari akta otentik untuk pengakuan hutang dengan frase dikepala akta demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, mempunyai kekuatan
eksekutorial seperti hanya keputusan hakim, pasal 1 angka 11 UUJN,
34
Ibid.hal.118.
Universitas Sumatera Utara
36
sedangkan akta yang dibuat dibawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial,
c minuta akta otentik adalah merupakan arsip Negara, pasal 15 ayat 1 UUJN, kewenangan Notaris menyimpan akta, karena minuta akta Notaris adalah arsip
Negara, maka
tidak boleh hilang,
sedangkan akta dibawah
tangan kemungkinan hilang sangat besar,
d akta otentik adalah alat bukti yang sempurna tentang yang termuat didalamnya volledig bewij, pasal 1870 KUH Perdata artinya apabila suatu
pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan didalam akta tersebut sungguh telah terjadi
sesuatu yang benar, sehingga hakim tidak boleh memerintahkan menambah bukti yang lain. Sedangkan akta dibawah tangan dalam hal ini perjanjian,
apabila pihak yang menandatangi tidak menyangkal atau mengakui tanda tangannya, maka akta dibawah tangan tersebut memperoleh kekuatan
pembuktian yang sama dengan akta otentik yaitu sebagai bukti sempurna. Pasal 1875 KUH Perdata. Tetapi apabila tanda tangan tersebut disangkal,
maka pihak yang mengajukan perjanjian tersebut wajib membuktikan kebenaran tanda tangan tersebut, hal tersebut merupakan kebenaran tanda
tangan tersebut, hal tersebut merupakan sebaliknya dari yang berlaku pada akta otentik.
35
35
Ibid.hal.119.
Universitas Sumatera Utara
37
E. Wujud dari Pelaksanaan Prinsip Kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik
Notaris di dalam menjalankan tugas kewenangannya sebagai pejabat umum memiliki ciri utama, yaitu pada kedudukannya posisinya yang tidak memihak dan
mandiri independensi, bahkan dengan tegas dikatakan “bukan sebagai salah satu pihak”. Notaris selaku pejabat umum didalam menjalankan fungsinya memberikan
pelayanan kepada menyangkut antara lain di dalam pembuatan akta otentik sama sekali bukan pihak dari yang berkepentingan. Notaris sekalipun ia adalah aparat
hukum bukanlah sebagai “penegak hukum”, Notaris sungguh netral tidak memihak kepada salah satu dari mereka yang berkepentingan. Kemandirian seorang Notaris
tercermin dari keahlian yang dimiliki serta didukung oleh ilmu pengetahuan, pengalaman dan memiliki ketrampilan yang tinggi serta memiliki integritas moral
yang baik. Kemandirian seorang Notaris terletak pada hakekatnya selaku Pejabat umum,
hanyalah mengkonstatir atau merelateer atau merekam secara tertulis dan otentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan, Notaris tidak berada didalamnya,
ia adalah orang luar, yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang membuat serta yang terikat dalam dan oleh isi perjanjian. Notaris harus mengetahui
batas-batas kewenangannya dan harus mentaati peraturan hukum yang berlaku serta mengetahui batas-batas sejauh mana ia dapat bertindak apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh dilakukan. Notaris juga perlu bekerja sama dengan pihak pemerintah daerah dan para pihak terkait demi tercapainya tujuan hukum, sebab pada dasarnya
Universitas Sumatera Utara
38
seorang Notaris tidak dapat melakukan pekerjaannya sendiri dengan sempurna tanpa keterlibatan pihak-pihak lain.
Namun sebagai pejabat umum, profesi yang bermartabat haruslah selalu diingat, seorang pejabat adalah didatangi bukan mendatangi karena untuk menjunjung
tinggi keluhuran martabatnya. Moral Notaris menjadi hal utama dalam pelaksanaan profesi ini, moral yang baik tentu menghasilkan Notaris yang bermutu, yaitu
professional yang menguasai hukum Indonesia, mampu menganalisis masalah hukum dalam masyarakat, mampu menggunakan hukum sebagai sarana untuk memecahkan
masalah konkret dengan bijaksana, berdasarkan prinsip-prinsip hukum, menguasai dasar ilmiah untuk mengembangkan ilmu hukum dan hukum, mengenal dan peka
akan masalah keadilan dan masalah sosial. Notaris dituntut memiliki idealisme, keluhuran, martabat dan integritas moral.
Namum berbagai godaan datang merayu seorang Notaris. Meskipun demikian, Notaris yang luhur dan bermartabat tidak boleh mengorbankan idealismenya untuk
sekedar mengejar kesuksesan yang pragmatis. Idealisme profesi adalah harga mati yang tidak bisa ditawar.
Demi mewujudkan prinsip kemandirian Notaris sudah saatnya memperhatikan apa yang menjadi kewajiban dan kewenangannya. Apabila memang itu sudah
menyangkut kewenangannya dalam pembuatan akta seperti yang diinginkan para penghadap maka perlu memperhtikan tiga hal yang paling utama dalam proses
pembuatan akta otentik, yaitu 1.
Tahap sebelum pembuatan akta
Universitas Sumatera Utara
39
Dalam tahap sebelum pembuatan akta, apabila seorang klien menghadap seorang Notaris untuk dimintakan membuat suatu akta yang berkenan dengan
kepentingan si klien, maka Notaris harus mencari dasar kebenaran formil dan kebenaran material. Dimana kebenaran formil artinya pembuatan akta Notaris hanya
mengkonstatir apa yang dilihat, didengar atau apa yang dialami sendiri atau sesuai dengan apa yang diberitahukan atau disampaikan oleh para pihak kepada Notaris,
baik berupa keterangan-keterangan maupun dokumen-dokumen hukum lainnya seperti kartu identitas diri KTP. Kartu susunan keluarga maupun sertipikat sebagai
dasar pembuatan akta. Sedangkan kebenaran material adalah mencari dan menemukan fakta hukum bahwa apa yang diberitahukan atau disampaikan oleh para
pihak kepada Notaris baik berupa keterangan-keterangan maupun dokumen hukum adalah benar-benar dan sesuai dengan fakta hukum yang ada. Apa yang disampaikan
kepada Notaris itu mengandung kebenaran, sedangkan fakta kebohongan yang disampaikan oleh penghadap bukan kewenangan Notaris, karena akta Notaris tidak
menjamin bahwa pihak-pihak berkata benar, tetapi yang dijamin olek akta Notaris adalah pihak-pihak berkata benar seperti yang tertuang dalam akta. Apabila
kebenaran formil dan kebenaran material tidak terpenuhi maka hal inilah yang bisa menimbulkan terkendalanya akta yang akan di buat di hadapan Notaris tersebut.
2. Tahap Pembuatan Akta
Dalam tahap pembuatan akta, Notaris harus memperhatikan kebenaran formil dan kebenaran material, apabila kedua hal ini sudah terpenuhi, maka Notaris
Universitas Sumatera Utara
40
menuliskannya kedalam bentuk akta dengan memperhatikan seluruh mekanisme penulisan akta yang benar sesuai yang diatur dalam Undang-Undang jabatan Notaris.
3. Tahap Setelah Pembuatan Akta
Dalam tahap sesudah akta sudah selesai dibuat penulisannya, Notaris diharapkan mengecek ulang supaya tidak ada penulisan yang salah atau kejanggalan
yang timbul dalam penulisan tersebut. Apabila hal ini sudah selesai maka Notaris wajib membacakan akta itu dihadapan penghadap dan dihadiri oleh saksi-saksi.
Apabila hal itu sudah dilakukan dan ada kesepakan dengan seluruh penghadap maka akta segera ditandatangani sebagaimana yang diperintahkan undang-Undang Jabatan
Notaris. Dan sesudah penanda tanganan maka Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi akta, grosse akta, salinan akta, atau kutipan
akta kepada orang yang berkepentingan langsung kepada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Agar Notaris tidak terjebak dalam kasus hukum, karena Disatu sisi Notaris diminta menjaga idealismenya sebagai pejabat umum, namun di sisi lain Notaris
kelilingi oleh kehidupan materialisme gemerlap yang merobohkan benteng nurani. Akibatnya ada sebagian oknum Notaris yang mempraktikan falsafah berdagang
daripada menjalankan perannya sebagai pejabat umum. Mereka proaktif turun kepasar mendatangi klien, menawarkan jasa, melakukan negosiasi honor, dan
melakukan perikatan layaknya seorang pebisnis pada umumnya. Dalam beberapa kasus bahkan ada Notaris yang membanting honor dan memberikan pendapat negatif
terhadap rekan sejawatnya hanya untuk mendapatkan “hak konsesi” akta dari sebuah
Universitas Sumatera Utara
41
perusahaan. Persaingan yang sengit mendorong setiap Notaris melakukan “strategi jemput bola” karena jika mereka hanya menunggu klien datang ke kantor, mereka
akan kalah bersaing dengan Notaris lain yang lebih agresif “menggarap pasar”. Fenomena ini sudah sering terjadi.
36
Dalam mewujudkan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik, sudah saatnya seorang Notaris memperhatikan apakah fungsinya sebagai
Notaris atau sebagai PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah sehingga tidak simpang siur dalam pelayanannya sebagai pejabat umum. Hal ini dapat kita kaji dalam bentuk
kasus posisi di bawah ini.
1. Kasus Posisi