20
BAB II WUJUD PELAKSANAAN PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM
PEMBUATAN AKTA OTENTIK
A. Sejarah Notaris di Indonesia
Lembaga Notaris di Indonesia yang dikenal sekarang ini, bukan lembaga yang lahir dari bumi Indonesia. Lembaga Notaris ke Indonesia pada permulaan abad ke-17
dengan beradanya Vereenidge Oost Ind. Compagnie VOC di Indonesia.Jan Pieterszoon Coen pada waktu itu sebagai Gubernur Jenderal di Jacatra Jakarta
sekarang antara tahun 1617 sampai 1629, untuk keperluan para penduduk dan para pedagang di Jakarta menganggap perlu diangkat Notaris yang disebut Notarium
Publicum. Notaris di Indonesia dimulai dengan pengangkatan Melchior Kerchem sebagai
Notaris pertama di Indonesia pada 27 Agustus 1920. Kelchem merupakan seorang sekretaris College van Schenpenen, Jakarta yang bertugas menjadi seorang Notarius
Publicus. Keberadaan Kelchem memudahkan warga Hindia Belanda, terutama warga eropa dan timur asing dalam membuat dokumen legal di Ibukota.
19
Sejak tanggal 27 Agustus 1620, mengangkat Melchior Kerchem, sebagai sekretaris College Van Schepenen urusan perkapalan kota di Jakarta. Tugas
Melchior Kerchem sebagai Notaris untuk menjalankan pekerjaannya itu sesuai
19
Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2009, hal.27
20
Universitas Sumatera Utara
21
dengan sumpah setia dan dengan kewajiban untuk mendaftarkan semua dokumen dan akta yang dibuatnya.
20
Pada tahun 1625 Jabatan Notaris dipisahkan dari jabatan sekretaris College Van Schepenen, yaitu dengan dikeluarkan instruksi untuk para Notaris pada tanggal
16 Juni 1625. Instruksi ini hanya terdiri dari 10 sepuluh Pasal, antara lain menetapkan bahwa Notaris wajib merahasiakan semua informasi yang diberikan
kliennya serta dilarang menyerahkan salinan akta-akta milik kliennya.
21
Tanggal 7 Maret 1822 stb. No.11 dikeluarkan Instructie voor de Notarissen Residerende in
Nederlands Indie. Pasal 1 Instruksi tersebut mengatur secara hukum batas-batas dan wewenang dari seorang Notaris, dan juga menegaskan Notaris bertugas untuk
membuat akta-akta dan kontrak-kontrak dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya,
menyimpan asli atau memintanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga memberikan salinannya yang sah dan benar. Pengangkatan Melchior Kerchem
disusul dengan pengangkatan Notaris-Notaris lainnya untuk mengakomodasi kebutuhan pembuatan dokumen legal yang dirasa makin penting, ditambah lagi
dengan kesibukan kota Batavia saat itu.
22
Tahun 1860 Pemerintahan Hindia Belanda memandang perlu untuk membuat peraturan-peraturan yang baru mengenai Jabatan Notaris yang berlaku di Belanda.
Sebagai pengganti Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie,
20
G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit.,hal.15
21
Ira Koesoemawati, Op.Cit.,hal.27
22
Ibid.,hal.27
Universitas Sumatera Utara
22
kemudian tanggal 1 Juli 1860 ditetapkan Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie Stbl.1860:3.
Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, keberadaan Notaris di Indonesia tetap diakui berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-
Undang Dasar UUD 1945, yaitu segala peraturan perundang-undangan yang masih ada tetap berlaku selama belum diadakannya yang baru menurut undang-undang
dasar ini. Sampai dibentuknya Peraturan Jabatan Notaris, akan tetapi Peraturan Jabatan Notaris tersebut juga telah diganti dengan Undang-Undang Jabatan Notaris
Nomor 30 Tahun 2004 yang merupakan unifikasi pengaturan Notaris di Indonesia. Perkataan Notaris berasal dari kata Notarius
23
pada zaman romawi, yaitu yang diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis, ada juga
pendapat mengatakan Notaris berasal dari perkataan nota literaria, yaitu tanda yang menyatakan suatu perkataan, abad kelima sebutan Notarius itu diberikan kepada
penulis pribadi raja, dan akhir abad kelima sebutan tersebut diberikan kepada pegawai-pegawai istana yang akan melaksanakan pekerjaan administratif. Pejabat-
pejabat yang dinamakan Notaris ini merupakan pejabat yang menjalankan tugas tidak melayani umum, yang melayani umum disebut Tabelliones. Fungsi mereka sudah
agak mirip dengan Notaris zaman sekarang tetapi tidak mempunyai sifat jabatan negeri.
23
Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hal.13
Universitas Sumatera Utara
23
Ketentuan dalam
Pasal 1
Instructie Voor
De Notarissen
in Indonesia,menyebutkan bahwa
24
Notaris adalah pegawai umum yang harus mengetahui seluruh perundang-undangan yang berlaku, yang dipanggil dan diangkat
untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya,
menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga salinannya yang sah dan benar.
Pengertian Notaris menurut pendapat Tan Thong Kie yaitu : “Notaris adalah seorang fungsionaris dalam masyarakat, hingga sekarang
jabatan seorang Notaris masih disegani. Seorang Notaris bisanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh
diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan konstatir adalah benar, ia adalah pembuatan dokumen yang kuat dalam proses hukum.
25
Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dalam Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Di dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris pada Pasal 3 dinyatakan syarat untuk diangkat menjadi Notaris yaitu :
24
G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit.,hal.15
25
Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000, hal.15
Universitas Sumatera Utara
24
1. Warga Negara Indonesia
2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. Berumur paling rendah 27 dua puluh tujuh tahun
4. Sehat jasmani dan rohani
5. Berijazah Sarjana Hukum dan lulusan jenjang Strata Dua Kenotariatan
6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris
dalam waktu 12 dua belas bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulusan strata
dua kenotariatan; dan 7.
Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk
dirangkap dengan Jabatan Notaris.
1. Wewenang dan Larangan terhadap Notaris
Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
mengatur jabatan yang bersangkutan. Pasal 15 ayat 1 UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan Notaris yaitu membuat akta secara umum
26
, hal ini disebut kewenangan umum Notaris dengan batasan sepanjang:
1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
26
Menurut Lubbers yang dikutip dalam buku, Hukum Notaris Indonesia bahwa Notaris tidak hanya mencatat saja ke dalam bentuk akta, tapi juga mencatat dan menjaga, artinya mencatat saja
tidak cukup, harus dipikirkan juga bahwa akta itu harus berguna dikemudian hari jika terjadi keadaan yang khas.
Universitas Sumatera Utara
25
2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau wewenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.
3. Mengenai subjek hukum orang atau badan hukum untuk kepentingan siapa akta
itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan. Berdasarkan wewenang yang ada pada Notaris sebagaimana tersebut dalam
Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta Notaris, maka ada 2 dua kesimpulan yaitu:
1. Tugas jabatan Notaris adalah memformulasikan keinginantindakan para pihak
ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku. 2.
Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti
lainnya, jika ada orangpihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka orangpihak yang menilai atau menyatakan tidak benar
tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan. Pasal 15 ayat 2 mengatur mengenai kewenangan khusus Notaris untuk
melakukan tindakan hukum tertentu, seperti : 1.
Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
Universitas Sumatera Utara
26
4. Melakukan pengesahan kecocokkan fotokopi dengan surat aslinya;
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta
6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
7. Membuat akta risalah lelang.
Pasal 51 UUJN menyatakan bahwa Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis danatau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah
ditandatangani. Pembetulan tersebut dilakukan dengan membuat berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan
tanggal dan nomor berita acara pembetulan. Salinan akta berita acara tersebut wajib disampaikan kepada para pihak.
Notaris dalam melakukan tugas melaksanakan jabatannya dengan penuh tanggung jawab dengan menghayati keluhuran martabat jabatannya dan dengan
keterampilannya melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya dengan selalu mengindahkan ketentuan undang-undang. Pasal 16 UUJN menegaskan
kewajiban Notaris yaitu : 1.
Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban : a. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan
pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian
dari Protokol Notaris; c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan
Minuta Akta.
Universitas Sumatera Utara
27
d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpahjanji
jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain; f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 satu bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50lima puluh akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu
buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;
i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 lima hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
j. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
Universitas Sumatera Utara
28
k. Mempunyai capstempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan dan tempat
kedudukan yang bersangkutan; l. Membacakan Akta dihadapan peghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2
dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris.
m. Menerima magang calon Notaris. 2.
Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali
3. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat 2 adalah akta :
a. Pembayaran uang sewa, bunga dan pensiun; b. Penawarann pembayaran tunai;
c. Proses terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga; d. Akta kuasa;
e. Keterangan kepemilikan atau; f.
Akta lainnnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. 4.
Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat dibuat lebih dari 1 satu rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk dan isi yang sama, dengan
ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “berlaku sebagai satu dan satu berlaku untuk semua”.
5. Akta originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya
dapat dibuat dalam 1 satu rangkap.
Universitas Sumatera Utara
29
6. Bentuk dan ukuran capstempel sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf k
ditetapkan dengan Peraturan Menteri. 7.
Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf 1 tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena
penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta dalam setiap
halman Minuta Akta di paraf oleh penghadap, saksi dan Notaris. 8.
Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf 1 dan ayat 7 tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan. 9.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 8 tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat.
Pasal 17 ayat 1 UUJN mengatur tentang larangan Notaris yang bertujuan untuk menjamin kepentingan dan memberi kepastian hukum kepada masyarakat yang
memerlukan jasa Notaris. Pasal 17 UUJN tersebut menegaskan bahwa Notaris yang memangku jabatan dan menjalankan jabatannya dilarang :
a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya
b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 tujuh hari kerja berturut-turut
tanpa alasan yang sah c.
Merangkap sebagai pegawai negeri d.
Merangkap jabatan sebagai pejabat Negara e.
Merangkap jabatan sebagai advokat
Universitas Sumatera Utara
30
f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Swasta g.
Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris
h. Menjadi Notaris pengganti
i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan
atau yang dapat mempengaruhi dan martabat jabatan Notaris.
B. Notaris Sebagai Pejabat Umum
Sungguh pun pasal 1868 BW tersebut hendak mencoba memberikan batasan atau defenisi mengenai akta otentik, namun tidak menjelaskan siapa yang dimaksud
dengan pejabat umum, juga tidak menjelaskan sampai dimana batas wewenangnya dan tempat dimana ia berwenang, serta bagaimana bentuk dari suatu akta yang
ditentukan oleh undang-undang, oleh karena itu pasal 1868 BW belum jelas dan lengkap mengatur siapa yang dimaksud dengan pejabat umum, maka pembentuk
undang-undang menjabarkannya kedalam suatu peraturan khusus, peraturan yang dimaksud yaitu Undang-Undang nomor :30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
UUJN.
27
Apabila menurut peraturan umum, disebut secara umum tentang akta otentik, berarti harus diartikan akta Notaris, kecuali memang secara tegas dikecualikan
kepada dan menjadi wewenang pejabat lain atau oleh peraturan umum, ditegaskan
27
Sjafurrachman dan Habib Adjie, op. cit.hal. 61.
Universitas Sumatera Utara
31
juga diberikan wewenang untuk itu membuat akta otentik kepada pejabat lain, namun apabila menurut peraturan umum,disebut secara umum tentang
“pejabat umum” itu berarti harus diartikan Notaris. Dalam hal ada peraturan umum atau
undang-undang yang juga memberikan wewenang kepada pejabat lain untuk membuat akta otentik , bukanlah berarti bahwa mereka itu kemudian jadi pejabat
umum. Pengecualian-pengecualian tersebut dapat dilihat pada ketentuan pasal 4 KUH
Perdata, yang selengkapnya dirumuskan sebagai berikut, “dengan tak mengurangi ketentuan pasal 10 ketentuan-ketentuan perundang-undangan di Indonesia, bagi
orang-orang bangsa Eropa diseluruh Indonesia ada register buat kelahiran, pemberitahuan kawin, izin kawin, perkawinan, perceraian, dan kematian, pegawai-
pegawai yang diwajibkan menyelenggarakan register-register tersebut, dinamakan pegawai catatan sipil”.
28
Pengecualian kewenangan dari Notaris sebagai pejabat yang berhak membuat akta otentik menurut pasal 4 KUH Perdata diperkuat oleh pendapat Tan Thong Kie
bahwa : Seorang Notaris boleh membuat semua akta dalam bidang Notariat, tetapi dia
tidak boleh membuat berita acara pelanggaran lalu lintas atau keterangan kelakuan baik yang semuanya wewenang kepolisian, ia juga tidak boleh
membuat akta perkawinan, akta kematian, akta kelahiran bukan akta kenal
28
Pasal 4 KUH Perdata
Universitas Sumatera Utara
32
lahir atau akta van bekendneid yang kesemuanya adalah wewenang pegawai kantor catatan sipil, walaupun akta kenal biasanya dibuat oleh pegawai kantor
catatan sipil.
29
Adapun akta-akta yang pembuatannya juga ditugaskan kepada pejabat lain atau oleh undang-undang dikecualikan pembuatannya dari Notaris antara lain:
a Akta pengakuan anak di luar kawin,
30
b Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik, c Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi,
31
d Akta protes wesel dan cek, e Akta catan sipil.
Untuk pembuatan akta-akta yang dimaksud dalam angka 1 sampai angka 4 disamping merupakan wewenang pejabat lain, Notaris masih tetap berwenang
membuat akta-akta tersebut, artinya baik Notaris maupun pejabat lain yang bukan Notaris sama-sama mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik tersebut,
akan tetapi mereka yang bukan Notaris hanya untuk perbuatan itu saja, yaitu yang secara tegas sudah diatur dalam undang-undang, sebagaimana disebutkan pada angka
5 Notaris tidak turut berwenang membuatnya, dan hanya oleh pegawai kantor catatan sipil saja yang berwenang membuat akta-akta tersebut.
C. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris
Menurut pendapat umum yang dianut pada setiap akta otentik demikian juga pada akta Notaris mempunyai 3 tiga kekuatan pembuktian yaitu :
29
Tan Thong Kie, studi Notariat dan serba-serbi Praktek Notaris, Ichtiar baru Van Hoeve, Jakarta,2007,hal,95.
30
Pasal 281 dan Pasal 1227 KUH Perdata
31
Pasal 143,Pasal 218, Pasal 1405 dan Pasal 1406 KUH Dagang
Universitas Sumatera Utara
33
1. Kekuatan Pembuktian Lahiriah
Kemampuan lahiriah akta otentik merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik. Jika dilihat dari luar atau
lahiriah sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik maka akta tersebut berlaku bahwa sebagai akta otentik
sampai terbukti sebaliknya artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah.
Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkalnya keotentikan akta tersebut, parameter untuk menetukan akta Notaris sebagai akta
otentik yaitu tanda tangan dari Notaris yang yang bersangkutan, baik yang ada pada minuta dan salinan dan adanya awal akta mulai dari judul sampai dengan akhir akta.
Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lain,
jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta otentik, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara
lahiriah bukan akta otentik.
32
2. Kekuatan Pembuktian Formal
Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-
pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum
32
Ibid,hal.115
Universitas Sumatera Utara
34
dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuktian akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal,
bulan, tahun, pukul, atau waktu menghadap, dan identitas dari para pihak yang menghadap comparanten, paraf dan tanda tangan para pihak penghadap, saksi dan
Notaris, demikian juga tempat dimana akta itu dibuat, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris
pada akta pejabatberita acara dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihakpenghadap pada akta pihak.
Siapapun diperbolehkan untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan atas aspek formal akta Notaris, apabila yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta
yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris, pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus
dapat membuktikan bahwa ada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan .
33
3. Kekuatan Pembuktian Material
Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, karena apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat
akta atau mereka yang mendapatkan hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya tegen bewijs keterangan atau pernyataan yang dituangkan
dimuat dalam akta pejabat atau akta berita acara atau keterangan atau para pihak yang diberikandisampaikan dihadapan Notaris akta pihak dan para pihak harus
33
Ibid.hal.117.
Universitas Sumatera Utara
35
dinilai benar berkata yang kemudian dituangkandimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang kemudian
keterangan dituangkan dan akta harus dinilai telah benar berkata. Apabila ternyata pernyataan keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar berkata maka hal
tersebut tanggung jawab, para pihak sendiri, Notaris terlepas dari hal semacam itu. Ketiga aspek tersebut diatas
merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai akta otentik dan siapapun terikat oleh akta tersebut, jika dapat dibuktikan dalam suatu
persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersbut tidak benar, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah
tangan atau akta tersebut didegradasikan dalam kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan.
34
D. Perbedaan Akta Otentik Dan Akta Dibawah Tangan
Antara akta otentik dengan akta dibawah tangan terdapat suatu perbedaan yang prinsip, letak perbedaan antara akta otentik dengan akta dibawah tangan yakni:
a akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, pasal 15 ayat 1 UUJN, sedangkan mengenai tanggal
pembuatan akta dibawah tangan tidak ada jaminan tanggal pembuatnya,
b grosse dari akta otentik untuk pengakuan hutang dengan frase dikepala akta demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, mempunyai kekuatan
eksekutorial seperti hanya keputusan hakim, pasal 1 angka 11 UUJN,
34
Ibid.hal.118.
Universitas Sumatera Utara
36
sedangkan akta yang dibuat dibawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial,
c minuta akta otentik adalah merupakan arsip Negara, pasal 15 ayat 1 UUJN, kewenangan Notaris menyimpan akta, karena minuta akta Notaris adalah arsip
Negara, maka
tidak boleh hilang,
sedangkan akta dibawah
tangan kemungkinan hilang sangat besar,
d akta otentik adalah alat bukti yang sempurna tentang yang termuat didalamnya volledig bewij, pasal 1870 KUH Perdata artinya apabila suatu
pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan didalam akta tersebut sungguh telah terjadi
sesuatu yang benar, sehingga hakim tidak boleh memerintahkan menambah bukti yang lain. Sedangkan akta dibawah tangan dalam hal ini perjanjian,
apabila pihak yang menandatangi tidak menyangkal atau mengakui tanda tangannya, maka akta dibawah tangan tersebut memperoleh kekuatan
pembuktian yang sama dengan akta otentik yaitu sebagai bukti sempurna. Pasal 1875 KUH Perdata. Tetapi apabila tanda tangan tersebut disangkal,
maka pihak yang mengajukan perjanjian tersebut wajib membuktikan kebenaran tanda tangan tersebut, hal tersebut merupakan kebenaran tanda
tangan tersebut, hal tersebut merupakan sebaliknya dari yang berlaku pada akta otentik.
35
35
Ibid.hal.119.
Universitas Sumatera Utara
37
E. Wujud dari Pelaksanaan Prinsip Kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik
Notaris di dalam menjalankan tugas kewenangannya sebagai pejabat umum memiliki ciri utama, yaitu pada kedudukannya posisinya yang tidak memihak dan
mandiri independensi, bahkan dengan tegas dikatakan “bukan sebagai salah satu pihak”. Notaris selaku pejabat umum didalam menjalankan fungsinya memberikan
pelayanan kepada menyangkut antara lain di dalam pembuatan akta otentik sama sekali bukan pihak dari yang berkepentingan. Notaris sekalipun ia adalah aparat
hukum bukanlah sebagai “penegak hukum”, Notaris sungguh netral tidak memihak kepada salah satu dari mereka yang berkepentingan. Kemandirian seorang Notaris
tercermin dari keahlian yang dimiliki serta didukung oleh ilmu pengetahuan, pengalaman dan memiliki ketrampilan yang tinggi serta memiliki integritas moral
yang baik. Kemandirian seorang Notaris terletak pada hakekatnya selaku Pejabat umum,
hanyalah mengkonstatir atau merelateer atau merekam secara tertulis dan otentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan, Notaris tidak berada didalamnya,
ia adalah orang luar, yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang membuat serta yang terikat dalam dan oleh isi perjanjian. Notaris harus mengetahui
batas-batas kewenangannya dan harus mentaati peraturan hukum yang berlaku serta mengetahui batas-batas sejauh mana ia dapat bertindak apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh dilakukan. Notaris juga perlu bekerja sama dengan pihak pemerintah daerah dan para pihak terkait demi tercapainya tujuan hukum, sebab pada dasarnya
Universitas Sumatera Utara
38
seorang Notaris tidak dapat melakukan pekerjaannya sendiri dengan sempurna tanpa keterlibatan pihak-pihak lain.
Namun sebagai pejabat umum, profesi yang bermartabat haruslah selalu diingat, seorang pejabat adalah didatangi bukan mendatangi karena untuk menjunjung
tinggi keluhuran martabatnya. Moral Notaris menjadi hal utama dalam pelaksanaan profesi ini, moral yang baik tentu menghasilkan Notaris yang bermutu, yaitu
professional yang menguasai hukum Indonesia, mampu menganalisis masalah hukum dalam masyarakat, mampu menggunakan hukum sebagai sarana untuk memecahkan
masalah konkret dengan bijaksana, berdasarkan prinsip-prinsip hukum, menguasai dasar ilmiah untuk mengembangkan ilmu hukum dan hukum, mengenal dan peka
akan masalah keadilan dan masalah sosial. Notaris dituntut memiliki idealisme, keluhuran, martabat dan integritas moral.
Namum berbagai godaan datang merayu seorang Notaris. Meskipun demikian, Notaris yang luhur dan bermartabat tidak boleh mengorbankan idealismenya untuk
sekedar mengejar kesuksesan yang pragmatis. Idealisme profesi adalah harga mati yang tidak bisa ditawar.
Demi mewujudkan prinsip kemandirian Notaris sudah saatnya memperhatikan apa yang menjadi kewajiban dan kewenangannya. Apabila memang itu sudah
menyangkut kewenangannya dalam pembuatan akta seperti yang diinginkan para penghadap maka perlu memperhtikan tiga hal yang paling utama dalam proses
pembuatan akta otentik, yaitu 1.
Tahap sebelum pembuatan akta
Universitas Sumatera Utara
39
Dalam tahap sebelum pembuatan akta, apabila seorang klien menghadap seorang Notaris untuk dimintakan membuat suatu akta yang berkenan dengan
kepentingan si klien, maka Notaris harus mencari dasar kebenaran formil dan kebenaran material. Dimana kebenaran formil artinya pembuatan akta Notaris hanya
mengkonstatir apa yang dilihat, didengar atau apa yang dialami sendiri atau sesuai dengan apa yang diberitahukan atau disampaikan oleh para pihak kepada Notaris,
baik berupa keterangan-keterangan maupun dokumen-dokumen hukum lainnya seperti kartu identitas diri KTP. Kartu susunan keluarga maupun sertipikat sebagai
dasar pembuatan akta. Sedangkan kebenaran material adalah mencari dan menemukan fakta hukum bahwa apa yang diberitahukan atau disampaikan oleh para
pihak kepada Notaris baik berupa keterangan-keterangan maupun dokumen hukum adalah benar-benar dan sesuai dengan fakta hukum yang ada. Apa yang disampaikan
kepada Notaris itu mengandung kebenaran, sedangkan fakta kebohongan yang disampaikan oleh penghadap bukan kewenangan Notaris, karena akta Notaris tidak
menjamin bahwa pihak-pihak berkata benar, tetapi yang dijamin olek akta Notaris adalah pihak-pihak berkata benar seperti yang tertuang dalam akta. Apabila
kebenaran formil dan kebenaran material tidak terpenuhi maka hal inilah yang bisa menimbulkan terkendalanya akta yang akan di buat di hadapan Notaris tersebut.
2. Tahap Pembuatan Akta
Dalam tahap pembuatan akta, Notaris harus memperhatikan kebenaran formil dan kebenaran material, apabila kedua hal ini sudah terpenuhi, maka Notaris
Universitas Sumatera Utara
40
menuliskannya kedalam bentuk akta dengan memperhatikan seluruh mekanisme penulisan akta yang benar sesuai yang diatur dalam Undang-Undang jabatan Notaris.
3. Tahap Setelah Pembuatan Akta
Dalam tahap sesudah akta sudah selesai dibuat penulisannya, Notaris diharapkan mengecek ulang supaya tidak ada penulisan yang salah atau kejanggalan
yang timbul dalam penulisan tersebut. Apabila hal ini sudah selesai maka Notaris wajib membacakan akta itu dihadapan penghadap dan dihadiri oleh saksi-saksi.
Apabila hal itu sudah dilakukan dan ada kesepakan dengan seluruh penghadap maka akta segera ditandatangani sebagaimana yang diperintahkan undang-Undang Jabatan
Notaris. Dan sesudah penanda tanganan maka Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi akta, grosse akta, salinan akta, atau kutipan
akta kepada orang yang berkepentingan langsung kepada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Agar Notaris tidak terjebak dalam kasus hukum, karena Disatu sisi Notaris diminta menjaga idealismenya sebagai pejabat umum, namun di sisi lain Notaris
kelilingi oleh kehidupan materialisme gemerlap yang merobohkan benteng nurani. Akibatnya ada sebagian oknum Notaris yang mempraktikan falsafah berdagang
daripada menjalankan perannya sebagai pejabat umum. Mereka proaktif turun kepasar mendatangi klien, menawarkan jasa, melakukan negosiasi honor, dan
melakukan perikatan layaknya seorang pebisnis pada umumnya. Dalam beberapa kasus bahkan ada Notaris yang membanting honor dan memberikan pendapat negatif
terhadap rekan sejawatnya hanya untuk mendapatkan “hak konsesi” akta dari sebuah
Universitas Sumatera Utara
41
perusahaan. Persaingan yang sengit mendorong setiap Notaris melakukan “strategi jemput bola” karena jika mereka hanya menunggu klien datang ke kantor, mereka
akan kalah bersaing dengan Notaris lain yang lebih agresif “menggarap pasar”. Fenomena ini sudah sering terjadi.
36
Dalam mewujudkan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik, sudah saatnya seorang Notaris memperhatikan apakah fungsinya sebagai
Notaris atau sebagai PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah sehingga tidak simpang siur dalam pelayanannya sebagai pejabat umum. Hal ini dapat kita kaji dalam bentuk
kasus posisi di bawah ini.
1. Kasus Posisi
Bahwa berdasarkan
Putusan pengadilan
Negeri Medan
No.2601Pid2003PN.Mdn
37
bahwa ketika SK salah seorang pemegang saham PT.Sumatera Match Factory datang ke kantor Notaris LG, dimana SK selaku
pemegang saham rencananya akan menjual sebidang tanah berikut bangunan dengan sertifikat HGB No.120TG.mulia.
Kemudian LG menjelaskan kepada SK agar diselenggarakan dulu RUPS Rapat Umum Pemegang Saham sesuai dengan Anggaran Dasar Perusahaan, dan di
36
www.ditjenhau.kemenkumham.go.id.,oleh Dr.Drs. Widodo Suryandono,SH,MH. Diakses tanggal 16 april 2013
37
Bahwa dalam perkara ini Notaris tersebut dapat diduga telah melakukan kesewenang- wenangan, kelalaian karena seharusnya Notaris tersebut selaku orang yang dipercaya oleh kliennya
untuk menyetorkan pembayaran pajak-pajak yang telah dipercayakan pengurusannya terhadap Notaris tersebut
akan tetapi
yang terjadi
Notaris tersebut
telah sewenang-wenang
dengan tidak
menyetorkannya akan tetapi menfiktifkan setoran pajak tersebut.
Universitas Sumatera Utara
42
dalam RUPS tersebut agar diputuskan untuk menjual asset berupa tanah dan bangunan sesuai sertifikat HGB No.120TG.Mulia.
Setelah RUPS diselenggarakan, maka SK yang mewakili pihak penjual,
mempertemukan Notaris LG dengan saksi korban CS dan HK yang merupakan calon pembeli. Setelah bertemu maka pihak penjual dan pihak pembeli sepakat dengan
harga tanah dan bangunan yang akan dibeli sebesar Rp.1.000.000.000,- satu milyar rupiah. Setelah jual beli terjadi, akta jual beli belum dibuat karena masih menunggu
peninjauan objek tanah, sehingga pihak penjual dan pihak pembeli meminta LG untuk mengurus proses jual beliperalihan dan mengurus pembayaran mengenai
biaya-biaya pajak BPHTB dan PPH. Atas permintaan tersebut, LG mengatakan bahwa biaya pengurusan sebesar Rp.660.000.000,- enam ratus enam puluh juta
rupiah dengan perincian pembayaran pajak sebesar Rp.600.000.000,- enam ratus juta rupiah dan jasa bagi LG sebesar Rp.60.000.000,- enam puluh juta rupiah.
Kemudian pada hari itu juga yaitu tanggal 25 april 2002, saksi korban CS dan HK menitipkan 1 satu lembar cek No.C114577 dari Bank X dengan nominal
sebesar Rp.660.000.000,- enam ratus enam puluh juta sesuai dengan permintaan LG. setelah cek tersebut diterima oleh LG, kemudian keesokan harinya pada tanggal
6 april 2002. LG segera mencairkan cek tersebut ke bank X Medan. Setelah cek tersebut cair, LG tidak segera mengurus protes peralihan dan balik
nama sertifikat HGB No.120.TG.Mulia dan LG tidak membayarkan pajak-pajak yang berhubungan dengan proses peralihan dan balik nama sertifikat, akan tetapi LG
menyuruh anak buahnya MS berkas perkara terpisah untuk mengurus penerbitan
Universitas Sumatera Utara
43
SPPT PBB Th.2002 dan mengurus peralihan dan balik nama sertipikat HGB No,120TG.Mulia
kepada FH
berkas perkara
terpisah dengan
mengecilkanmenurunkan nilai BPHTB dan PPH. Biaya pengurusan yang diminta oleh FH adalah Rp.500.000.000,- lima ratus juta rupiah, namun sebelum LG
memutuskan untuk mengurus pengurusan peralihan dan balik nama sertipikat HGB No.120TG.Mulia dan pembayaran pajak-pajaknya kepada FH, datanglah SA berkas
perkara terpisah dan mengatakan bahwa ia dapat mengurus pengurusan peralihan dan balik nama sertipikat HGB No.120TG.Mulia dan pembayaran pajak-pajaknya
dengan biaya keseluruhan Rp.300.000.000,- tiga ratus juta rupiah, karena menurut LG pengurusan melalui SA lebih murah, maka LG memutuskan untuk mengurus
pengurusan peralihan dan balik nama setipikat HGB No.120TG.Mulia tersebut kepada SA dan akhirnya LG menyerahkan uang yang dicairkan dari Bank X kepada
MS sebanyak Rp.100.000.000,- seratus juta rupiah untuk kemudian diserahkan kepada FH sebagai uang tutup mulut dan untuk penerbitan SPPT PBB Th.2002.
Setelah pengurusan diserahkan kepada SA, maka LG menugaskan MS untuk mengetik Akta Jual Beli dengan PPAT atas nama MA,SH dengan lampirkan foto
copy SPPT PBB Th.2002 senilai Rp.12.636.144.000,- dua belas milyar enam ratus tiga puluh enam juta seratus empat puluh empat ribu rupiah yang LG peroleh dari
FH atas nama saksi korban CS dan HK, surat setoran BPHTB dengan nilai Rp.600.307.200,- enam ratus juta tiga ratus tujuh ribu dua ratus ribu rupiah dan SSP
final atas nama PT. Sumatera Match Factory sebesar Rp.601.807.200,- enam ratus satu juta delapan ratus tujuh ribu dua ratus rupiah.
Universitas Sumatera Utara
44
Setelah Akta Jual Beli dan dan lampiran-lampirannya siap, maka LG memanggil para pihak yaitu: saksi korban CS dan HK sebagai pihak pembeli PA, SK
sebagai pihak penjual dengan saksi-saski RS dan MS untuk masin-masing menandatangani Akta Jual Beli pada saat ditandatangani belum bernomor dan
bertanggal, namun karena LG belum menjabat PPAT, maka Akta Jual beli tersebut ditandatangani oleh NotarisPPAT MA,SH dengan biaya sebesar Rp.10.000.000,-
sepuluh juta rupiah, dimana biaya tersebut LG serahkan kepada MS untuk selanjutnya diberikan kepada Notaris PPAT MA,SH.
Setelah Akta Jual Beli tersebut ditanda tangani oleh seluruh pihak, maka LG menyiapkan
Akta Jual
Beli tersebut
dengan lampiran
sertipikat HGB
No.120TG.Mulia asli kepada NotarisPPAT MA,SH, maka SA mengambil kembali Akta Jual Beli tersebut beserta lampiran-lampirannya untuk dimasukkan ke BPN kota
Medan dengan terlebih dahulu SA membuat mengisi sendiri dengan mesin tik listrik Surat Setoran BPHTB fiktif atas nama saksi korban CS dan HK dengan nilai
Rp.159.831.500,- seratus lima puluh sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu lima rastus rupiah, SSP final fiktif dengan nilai Rp.161.331.500,- seratus enam puluh
satu juta tiga ratus tiga puluh satu lima ratus rupiah dan SSPPT PBB Th.2002 fiktif senilai Rp.3.226.630.000,- tiga milyar dua ratus dua puluh enam juta enam ratus tiga
puluh ribu rupiah,- Setelah berkas-berkas tersebut siap, maka SA memasukkan berkas tersebut ke
BPN Kota Medan dengan menyerahkan pengurusannya kepada saksi LH. Kemudian HL meminta biaya pengurusan peralihan dan balik nama sebesar Rp.25.000.000,-
Universitas Sumatera Utara
45
dua puluh lima juta rupiah dan menjanjikan proses peralihan dan balik namanya akan siap dalam waktu 2 dua hari. Keesokan harinya SA meminta biaya
pengurusannya untuk HL kepada LG sebanyak Rp.50.000.000,- lima puluh juta rupiah
dan setelah
proses peralihan
dan balik
nama seritpikat
HGB No.120TG.Mulia selesai, maka SA mengambil sertipikat asli tersebut ke BPN
kemudian diserahkannya kepada LG dan oleh LG, sertipikat HGB No.120TG.Mulia asli yang telah beralih nama itu langsung diserahkan kepada saksi korban HK akan
tetapi bukti-bukti pembayaran dari pajak pajak yang berhubungan dengan prose peralihan dan balik nama seritpikat itu, tidak LG serahkan kepada saksi korban, akan
tetapi hanya diperlihatkan saja dihadapan saksi korban dengan tujuan mengelabui saksi korban seakan-akan pajak sebenarnya tinggi dan dapat diusahakan oleh LG
menjadi rendah. Selanjutnya pada tanggal 29 mei 2003 saksi korban CS dan HK telah
menerima surat dari BPN Kota Medan Nomor.600.73605.PKM2003 yang isinya adalah bukti setoran pajak BPHTB sejumlah Rp.159.831.500,- seratus lima puluh
sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu ribu lima ratus rupiah SSP Final senilai Rp.161.331.500,- seratus enam puluh satu juta tiga ratus tiga puluh satu ribu lima
ratus rupiah atas nama saksi korban CS dan HK meminta menjumpai LG untuk meminta kembali uang yang telah diterima oleh LG dari saksi korban, akan tetapi LG
terus menghindar dan mengelak dari tanggung jawab, sedangkan uang yang diterima dari saksi korban telah habis dipergunakan oleh LG, sehingga akibat perbuatan LG
Universitas Sumatera Utara
46
tersebut, saksi korban menderita kerugian sebesar Rp.660.000.000,- enam ratus enam puluh juta rupiah.
2. Wujud Kemandirian Notaris
Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan, maka keluhuran serta martabat jabatan Notaris harus dijaga, baik ketika menjalankan tugas jabatan maupun
perilaku kehidupan Notaris sebagai manusia secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi martabat jabatan Notaris.
38
Sehingga wujud dari kemandirian Notaris itu tercermin dalam menjalankan tugas dan jabatannya, dimana hasil dari pekerjaan
Notaris itu sendiri dalam hal pembuatan akta otentik, atau dalam hal menjalankan kewenangannya sebagai Notaris, Notaris tersebut bekerja secara benar dan
professional sesuai dengan perintah Undang-Undang, tanpa ada pengaruh dan paksaan, dari pihak-pihak lain. Sehingga akta yang dibuat oleh Notaris tersebut tidak
menimbulkan sengketa bagi para pihak yang menghadap dikemudian hari, serta tidak ada timbul tuntutan hukum akibat dari pembuatan akta itu sendiri dan tidak
memberikan keuntungan untuk satu pihak saja. Memang kewenangan Notaris itu terbatas, akan tetapi akibat dari perilaku hidup dimasyarakat mengharuskan Notaris
itu diharapkan mampu memberikan solusi dalam menjawab segala persoalan hukum yang timbul, berdasarkan pengetahuan hukum yang dimilikinya. Sebab berdasarkan
kewenangan yang ada pada Notaris sudah saatnya untuk berada selangkah di depan dalam mengantisipasi kemajuan zaman dan melakukan pembaharuan
39
. Oleh karena itu Notaris harus mampu menjadi penasihat hukum bagi setiap orang yang datang
38
Habib Adjie,op.cit.,hal.68
39
Habib Adjie,op,cit.,hal 52.
Universitas Sumatera Utara
47
menghadap kepadanya demi memberikan saran dan jawaban dari persolan hukum yang terjadi, seiring dari tujuan yang akan dicapai dari keberadaan lembaga Notariat
adalah untuk menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi masyarakat dalam lalu lintas hukum kehidupan masyarakat.
40
Oleh karena itu, berdasarkan kasus posisi diatas, apabila di kaitkan dengan prinsip kemandirian Notaris, sangatlah tidak terwujud. Dimana dalam kasus tersebut
Notaris tersebut seolah-olah sudah bertindak layaknya sebagai PPAT, pada hal masih berkedudukan sebagai Notaris. Sehingga dengan berbagai cara dia berusaha telah
menjadi penolong kepada pihak kliennya. Padahal sudah terjadi terjadi penggelapan Pajak BPHTB dan SSPPT PBB yang dilakukan oleh Notaris LG dan si Notaris sudah
berubah fungsi layaknya soerang makelar. Apabila dikaitkan dengan kewenangan Notaris, seharusnya Notaris LG tidak memilik wewenang untuk melakukan
pembayaran BPHTB dan PBB, akan tetapi kewajiban pembayaran BPHT adalah kewajiban wajib pajak
41
. Sah-sah saja Notaris dalam hal ini melakukan pembayaran BPHTB apabila ditinjau dari segi bentuk dari pelayanan publik Notaris, tapi yang
menjadi kendala adalah pengurangan nilai dari BPHTB dan PBB serta timbulnya surat setoran BPHTB fiktif dan SSP PBB Th.2002 fiktif. Memang Notaris maupun
Pejabat PPAT hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak
BPHTB berupa surat setoran BPHTB. Seharusnya hal inilah yang menjadi dasar alasan dari Notaris LG untuk menolak para pihak yang akan melakukan jual beli
40
Sjaifurrachman dan Habib Adjie,op,cit.,hal 10.
41
Undang-Undang nomor.20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Atau Bangunan, Pasal.24.
Universitas Sumatera Utara
48
dihadapan dia sebagai Notaris, akan tetapi memberikan saran dan masukan supaya jual beli itu dilakukan dihadapan PPAT.
Sehingga dengan alasan ini, fungsi dia sebagai Notaris dan pemberi nasehat hukum dapat tercapai.
Akibat dari perbuatan Notaris LG maka timbul kerugian bagi para pihak, yaitu satu sisi kerugian Negara timbul akibat adanya penggelapan pajak berupa
pengurangan nilai BPHTB dan PBB, serta kerugian bagi pihak yeng melakukan jual beli. Sementara Notaris LG hanya menikmati keuntungan senilai uang jutaan rupiah
akan tetapi jabatan dan profesinya tercoreng akibat perbuatan tersebut, sehingga Notaris LG tersebut telah melanggar prinsip kemandirian yang diharapkan kepada
profesi tersebut dan mengabaikan kejujuran dalam profesi jabatan Notaris itu. Karena tugas Notaris adalah bersifat fungsi publik, tetapi objek tugasnya lebih bersifat
keperdataan. Memang dalam prakteknya kebanyakan Notaris turut serta membayarkan
BPHTB yang dimintakan oleh para klien Notaris tersebut. Bertujuan untuk mempermudah klien tersebut dalam proses pembayaran BPHTB dan menghemat
waktu para klien Notaris itu sendiri. Asalkan pembayaran yang dilakukan Notaris yang bersangkutan sesuai dengan nilai yang harus dibayarkan sesuai dengan Undang-
Undang yang berlaku serta tidak merugikan para klien Notaris tersebut. Hal itu merupakan pelayanan publik dari Notaris demi kepuasan klien itu sendiri serta
tercapainya tujuan hukum.
42
42
Hasil wawancara dengan Bapak Syamsurizal A.Bispo,SH.SpN, Notaris dan PPAT daerah Kota Medan, pada tanggal 17 April 2013.
Universitas Sumatera Utara
49
BAB III TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MENJUNGJUNG TINGGI