70
pengambilan keputusan uji hipotesis, maka H
o
ditolak dan simpulannya yaitu ada perbedaan hasil belajar IPS yang signifikan antara siswa kelas IV yang
mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatifteknikmake a matchdan yang menggunakan metode konvensional.Sama
seperti uji homogenitas, lampiran hasil uji hipotesis juga menggunakan independent sample t testada pada lampiran 32.
4.2 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada perbedaan signifikan hasil belajar IPS materi perkembangan teknologi produksi antara kelas eksperimen yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatifteknikmake a match dan kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional. Hasil belajar
siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatifteknikmake a match lebih tinggi dari yang belajarnya menggunakan
metode konvensional dilihat dari rata-rata nilai hasil postes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata nilai postes kelas eksperimen lebih tinggi
daripada kelas kontrol. Rata-rata nilai postes kelas eksperimen yaitu 74,76, sedangkan kelas kontrol sebesar 62,83.
Setelah dilakukan uji t, dapat diketahui bahwa ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa kelas IV yang mendapat pembelajaran pembelajaran
kooperatifteknikmake a match dan yang mendapat pembelajaran dengan metode konvensional.Perbedaan hasil belajar ditunjukkan dengan hasil perhitungan yang
telah dilakukan diperoleh nilai t
hitung
sebesar 2,399yang kemudian dikonsultasikan dengan nilai t
tabel
pada taraf signifikan 5 diperoleh nilai t
tabel
sebesar 2,018.
71
Hasil penghitungan menunjukan bahwa nilai t
hitung
2,399lebih besar dari nilai t
tabel
2,018 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dalam penerapan model pembelajaran kooperatifteknik make a match,
diperoleh beberapa temuan bahwa model pembelajaran kooperatifteknik make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dan
mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka. Proses pembelajarannya lebih menarik perhatian dan minat belajar siswa, karena terdapat unsur permainan
yang dapat menjadikan pembelajaran lebih menyenangkan, sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Dalam
pelaksanaan pembelajaran make a match siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak pada saat siswa mencari pasangan
kartunya masing-masing. Keaktifan siswa merupakan suatu ciri dari pembelajaran kooperatif, seperti yang dikemukan oleh Lie 2004: 30 bahwa “Pembelajaran
kooperatif ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerjasama kelompok”.
72
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan
Hasil penelitian yang telah dilaksanakan di SD Negeri Pekiringan 02 Kabupaten Tegal menunjukkan bahwa:
1 Rata-rata skor aktivitas belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada
kelas kontrol. Aktivitas belajar siswaditunjukkan dengan rata-rata skor aktivitas siswa SAS pada proses pembelajaran. Rata-rata skor aktivitas
belajar siswa kelas eksperimen pada pertemuan pertama yaitu sebesar 79,61, persentase sebesar 79,61 dengan kriteria sangat tinggi,dan pertemuan kedua
sebesar 85,27, persentase sebesar 85,27dengan kriteria sangat tinggi juga. Sementara di kelas kontrol diperoleh rata-rata skor aktivitas belajar siswa
pada pertemuan pertama yaitu sebesar70,65,persentasesebesar 70,65 dengan kriteria tinggi, dan pertemuan keduasebesar 74,86, persentase
keaktifan siswa sebesar74,86 dengan kriteria tinggi juga. 2
Rata-rata nilai hasil belajar kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Rata-rata nilai kelas eksperimen sebesar 74,76, sedangkan kelas
kontrol sebesar 62,83. Data hasi penghitungan dengan menggunakan rumus independent sample t test melalui program SPSS versi 17 menunjukkan
bahwa modelpembelajaran kooperatifteknikmake a match berpengaruh dan signifikan terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh model pembelajaran
kooperatifteknikmake a match terhadap hasil belajar dibuktikan dengan nilai