97 “...dengan membuat jadwal piket serta membiasakan siswa untuk
menjaga kebersihan, mengikutsertakan siswa dalam pembentukan jadwal piket, dari awal dibentuk dengan cara berhitung dengan
memilih masuk kedalam bagian kelompok-kelompok hari. Ketika numpuk, anak tersebut masuk kedalam kelompok yang kurang. Jadi
anak memilih kelompok piket se
ndiri. Jadi saya bebaskan siswa”.
2. Hambatan dan Upaya
Pengelolaan kelas diharapkan mampu mendukung dan mengoptimalkan pembelajaran sehingga proses belajar mengajar akan berlangsung optimal.
Pengelolaan kelas di SD Muhammadiyah Sapen Kota Yogyakarta meski guru telah melakukan dengan baik namun hal itu tentu tidak terlepas dari hambatan
yang dihadapi baik dalam pengaturan peserta didik personal maupun dalam pengaturan ruang fisik. Dari observasi atau pengamatan di SD Muhammadiyah
Sapen Kota Yogyakarta terlihat bahwa jumlah rombel yang terlalu besar, sehingga kelas I dan kelas II harus bergantian kelas dalam proses belajar mengajar. Dari
hasil observasi dan studi dokumen juga terlihat bahwa jumlah siswa dalam satu rombel terlalu banyak khususnya pada kelas III reguler. Selain itu, tidak
dipungkiri bahwa setiap anak mempunyai karakteristik yang berbeda-beda di dalam kelasnya. Hal tersebut tentu akan menjadi kesulitan guru dalam melakukan
proses pembelajaran baik dalam pengaturan ruang fisik maupun dalam pengaturan personal atau peserta didik.
Data lebih lanjut diperoleh dengan melakukan wawancara, seperti yang dikemukakan oleh Bapak A Kepala Sekolah SD Sapen Muhammadiyah Kota
Yogyakarta sebagai berikut : “Hambatan pada intinya kalau memandang itu menjadi tantangan
sebenarnya bukan hambatan, tapi jika dilihat yang menonjol mungkin
98 jumlah rombel yang sangat besar sedangkan alat-alatnya kan lebih terbatas
dan kenakalan anak, terkait jumlah rombel yang besar ini maka ada koordinasi dan penjadwalan dalam penggunaan alat-
alatnya.”
Begitu juga yang dikatakan oleh Bapak D wali kelas di SD Muhammad
iyah Sapen Kota Yogyakarta “hambatan kalau secara pribadi tidak merasa kesulitan, paling terkait fasilitas, kan gantian sama kelas I jadi tidak bebas
dalam penataan ruang kelas. Terkait hambatan itu maka saya komunikasikan dengan guru yang bersangkutan ke
tika akan mengatur ulang ruangan”. Hambatan lain diutarakan oleh Ibu A Wali kelas SD Muhammadiyah
Sapen Kota Yogyakarta sebagai berikut : “Hambatan kalau menurut saya, kan karakteristik anak berbeda-beda, ada
anak yang suka mengganggu, ada anak yang kerjanya lambat, nah hal itu sebenarnya kan tergantung dengan gaurunya ya... menurut saya yang
menjadi kendala itu pada anak yang mempunyai kemampuan rendah biasanya kita sendirikan diberi latihan maju kedepan dan jika masih belum
bisa maka anak biasanya akan
saya sendirikan dan diberi latihan khusus.”
Hal yang sama dikemukakan Bapak E wali kelas SD Muhammadiyah Sapen Kota Yogyakarta mengatakan bahwa:
“Karakteristik anak berbeda-beda ada anak yang lambat ada anak yang cepat dalam belajar sementara jumlah siswa banyak jadi tidak sesuai
dengan ruangan kapasitas banyak jadi terlalu terbatas ruang geraknya, sehingga sulit memusatkan perhatian kepada anak, ....upaya yang
dilkakukan yaitu dengan mengelompokan siswa tanpa siswa mengetahui anak yang cepet dengan anak yang cepat, anak yang lambat dengan anak
yang lambat jadi saya bisa menitik beratkan pada siswa yang lambat belajar atau sebaliknya saya campur dengan anak yang belajar lambat
dengan siswa yang belajar cepat jadi anak tersebut bisa termotivasi dan mengejar kemampuan belajar anak yang cepat karena terpengaruh dengan
anak-anak disekelilingnya. Kemudian untuk ruang kelas dan jumlah anak yang tidak sesuai otomatis saya harus selalu mengawasi anak-anak, tiap
anak ramai atau berlari di dalam kelas
”.
99 Berbeda dengan Ibu C Wali kelas SD Muhammadiyah Sapen Kota
Yogyakarta hambatan dalam mengelola kelas adalah sebagai berikut : “....masih sulit untuk menerapkan kepada anak-anak agar tidak memilih-
milih teman, kadang masih ada anak yang memilih-milih teman, kemudian ada juga anak yang suka mengganggu temannya namun dirinya sendiri
belajarnya lambat misalnya dalam menulis tidak selesai-selesai. Upaya yang dilakukan terkait anak-anak yang suka memilih-milih teman maka
selalu saya ingatkan, dinasehati agar tidak memilih-milih teman karena semua teman sama. Sedangkan untuk anak yang yang suka mengganggu
maka akan dikomunikasikan dengan orang tua dan jika perlu diberi
tambahan jam belajar atau les.”
Pendapat yang sama di kemukakan oleh Ibu B Wali kelas SD Muhammadiyah Sapen Kota Yogyakarta yaitu terkait sikap siswa , beliau
mengatakan bahwa “Menurut saya kesulitan dalam mengelola kelas yaitu susah
mengendalikan anak yang memang kedisiplinannya kurang, anak suka ramai sendiri, sulit diatur. Upaya dalam hal itu saya biasanya tegur langsung, nasehati,
pindahkan tempat duduk anak”, dan menurut Ibu D Wali kelas SD Muhammadiyah Sapen Kota Yogyakarta yang menjadi hambatan dala mengelola
kelas sebagai berikut : “yang menjadi hambatan dalam pengelolaan kelas sebenarnya ketika
mengahadapi anak-anak,....bisa
dikatakan anak-anak
emosional tempramen. Untuk mengatasi hambatan tersebut yang saya lakukan
biasanya dengan memberikan teguranpengertian kepada anak-anak, jika seperti itu maka akibatnya akan seperti ini sampai anak mengerti dan harus
janji tidak akan melakukannya lagi.”
Melihat dari berbagai hasil observasi atau pengamatan, studi dokumen dan wawancara maka dapat disimpulkan bahwa hambatan yang ada di SD
Muhammadiyah Sapen Kota Yogyakarta dalam pengelolaan kelas yaitu jumlah rombel yang terlalu besar sehingga kelas harus bergantian dan mengakibatkan
100 keterbatasan guru dalam mengatur ruang, upaya yang dilakukan yaitu dengan
melakukan penjadwalan dan koordinasi dengan guru yang bersangkutan. Selain jumlah rombel yang terlalu besar, jumlah siswa yang ada dalam satu rombel juga
mengalami pembengkakan atau terlalu banyak khususnya pada kelas III reguler, jumlah siswa yaitu antara 42-44 dalam satu kelas, tidak dipungkiri hal ini
membuat guru kesulitan dalam memusatkan perhatian siswa ketika pembelajaran berlangsung karena setiap anak mempunyai karakteristik yang berbeda-beda,
upaya yang dilakukan gurru yaitu dengan mengelompokan siswa ke dalam kelompok belajar dan jika perlu siswa diberi latihan atau tambahan jam belajar.
Seperti yang kita ketahui bahwa kelas bawah kelas I, II dan III merupakan masa peralihan dari TK ke SD, maka dari itu bimbingan dan pantauan dari guru
sangat dibutuhkan peserta didik, tidak di pungkiri ketika menghadapi siswa adakalanya guru merasa kesulitan. Dalam hal ini guru di SD Muhammadiyah
Sapen Kota Yogyakarta dalam menghadapi siswa merasa kesulitan, kesulitan menghadapi siswa yang masih suka memilih-milih teman, upaya yang dilakukan
yaitu dengan memberikan pengertian atau dinasehati. Guru kesulitan menghadapi kedisiplinan siswa bahkan hingga mengganggu temannya, upaya yang dilakukan
yaitu di tegur atau diberi pembinaan seperti pindahkan tempat duduk. Tindaklanjut dari hal itu di SD Muhammadiyah Sapen Kota Yogyakarta guru
akan mengkomunikasikan siswa yang bermasalah dengan orang tua siswa tersebut, dan anak tersebut akan di beri layanan psikolog dari sekolah jika
diperlukan.
101
C. PEMBAHASAN
1. Pengelolaan Kelas
SD Muhammadiyah Sapen merupakan sekolah yang telah menerapkan kurikulum 2013 di Kota Yogyakarta, didalam pembelajarannya pendidik telah
menerapkan pendekatan saintifik disrtai pendidikan karakter untuk siswa. Seorang pendidik tentu tidak hanya mampu mengelola pembelajaran namun juga dituntut
untuk dapat mengelola kelas. Pengelolaan kelas dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal. Menurut
Novan Ardy Wiyani 59-60 : 2013 sasaran pngelolaan kelas dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu pengaturan peserta didik personal dan
pengaturan ruang kelas fisik. Dari hasil wawancara, pengamatan dan dokumentasi berikut pengelolaan kelas di SD Muhammadiyah Sapen Kota
Yogyakarta. Pengelolaan kelas tingkat kelas bawah I, II dan III pada dasarnya hampir sama yang menonjol perbedaanya yaitu pada pengaturan ruang kelas
fisik. Pengaturan ruang kelas fisik pada kelas I guru sangat berperan dan pada kelas II siswa mulai mandiri sedangkan pada kelas III kemandirian siswa nampak
sangat jelas karena siswa telah terbiasa dengan pengelolaan sebelumnya, hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto 1993: 193 yang mengemukakan
bahwa “peristiwa atau pengelolaan kelas yang dilakukan pada waktu awal-awal sekolah akan banyak berpengaruh pada pengelolaan kelas tingkat-tingkat
berikutnya.