Biografi Dr. Fuad Thohari

Artinya: “ Dari Abi Burdah, dari Ayahnya, Rasulullah SAW bersabda: tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali” Kemudian kaitannya terhadap ittihadul majlis, lebih mengarah agar ketika akad nikah berlangsung, ijab yang disampaikan wali itu bisa langsung didengar oleh calon laki-laki dan 2 saksi, begitu juga pada waktu calon mempelai laki-laki menjawab yang disebut qabul. Redaksinya bisa didengar wali perempuan atau yang mewakili dan bisa didengar 2 saksi yang menyaksikan akad pernikahan tersebut. Oleh itu, jangan sampai mengabaikan tugas kehadiran oleh 2 orang saksi di dalam sebuah pernikahan, karena hal itu sangat bermanfaat. Dua orang saksi yang duduk pada waktu akad nikah berlangsung, tugasnya 1. mengecek apakah yang antara yang mengaku wali itu mengaku wali mujbir bagi anak gadis yang akan dinikahkan atau bukan, saksi harus tahu dan kedua itu apakah betul bahwa calon laki-laki yang menikahi perempuan itu bukan hitungan mahram. Jadi 2 saksi menilai semua itu sudah jelas dengan mengecek lafaz ijab yang disampaikan wali perempuanmewakili dan mengoreksi redaksi yang disampaikan oleh pihak calon laki-laki yang disebut qabul. salah atau tidak struktur bahasannya dan keliru tidak struktur bahasanya. Pada waktu ijab qabul berlangsung itu ada batasan baik batasan yang lama atau tidak. Contoh; ketika wali bilang ijab sedang dilantunkan seketika qabul tidak langsung diucapkan dengan kata lain si mempelai laki-laki berbuat, perbuatan ini disebut tidak pada satu waktu. karena di sela-sela dengan pekerjaan lain yang tidak ada hubungannya dengan akad nikah. Jadi 2 orang saksi itu sangat penting apalagi kalau terkait dengan rukun nikah, yang terdiri dari: Walimewakili, mempelai laki-laki atau yang mewakili, ijab qabul, 2 orang saksi, mahar yang ke5 ini disebut hanya dari beberapa mahzab saja. Terkait ittihadul majlis banyak dirumuskan oleh para ulama-ulama dahulu ini yang kemudian menimbulkan semacam celah, ada tidak fatwa ulama yang agak longgar memahami ittihadul majlis itu tidak difahami harus dua-duannya ada pada 1 majlis atau pada forum akad pernikahan berlangsung, atau kedua-duanya ada dalam satu meja. Pada tahun 90-an pernah terjadi pernikahan melalui telepon, 1 wali di Jakarta disertai dua para saksi, tetapi calon mempelai laki-lakinya berada di Amerika. Dulu telepon tidak dikenal dengan adanya teknologi teleconference. Singkat cerita yang hadir disitu merasa pernikahan itu sah, meskipun penghulunya menganggap sah namun ia tidak mencatatkan pernikahan tersebut, karena sebelumnya dia tidak pernah menemukan kasus pernikahan semacam ini. Maka dari itu, ia tidak mencatatkan pernikahan itu. Inilah yang melatarbelakangi sebagian ulama untuk kembali melihat keabsahan nikah lewat telepon, yang ternyata dapat tersimpulkan apabila yakin itu suara wali kemudian mempelai laki- laki dan 2 orang saksi bukan suara orang lain, meskipun jaraknya berjauhan dan tidak dianggap dalam 1 majelis tetap pernikahannya itu dianggap sah. Rumusannya seperti itu, teknologi kemudian berkembang, kalau dulu sekedar mendengarkan suara sekarang bahkan bisa melihat gambar seperti skype dan teleconference layar, yang kemudian dalam hal ini pernah dibahas dalam Mukhtamar NU di Sulawesi yang dikenal dengan “d}awabit ittihadul majlis” yang kesimpulannya adalah nikah dengan tidak masing-masing duduk dalam satu ruangan meskipun dipisahkan jaraknya ribuan kilo asal pada waktu akad mereka