Peran dan Wewenang Dirjen HaKI Terkait Perlindungan Hukum

Fungsi-fungsi di atas diadopsi dari visi, misi dan nilai Direktorat Jendral HaKI, diantara lain yang meiliki visi, menjadi institusi kekayaan intelektual berstandar internasional dan memiliki misi melayani dengan prima, memasyarakatkan kekayaan intelektual dan menjamin kepastian hukum. Serta memiliki 5 nilai antara lain integritas, kinerja terbaik dan konsistensi, pelayanan prima, teamwork serta akuntabilitas. 12 Terkait dengan hak merek, tugas dan wewenang dirjen haki dilimpahkan kepada direktorat sendiri yaitu direktorat merek. Kewenangan ini meliputi pelayanan permohonan pendaftaran merek, pelayanan pendaftaran merek, pelayanan pengalihan hak atas merek terdaftar antara lain Lisensi, hibah, waris dll, pelayanan terhadap identifikasi jenis-jenis merek antara lain merek kolektif, merek dagang, merek jasa, pelayanan indikasi geografis dan indikasi asal, pelayanan penghapusan dan pendaftaran, pelayanan administrasi merek, pelayanan mengenai biaya pendaftaran, pelayanan pengaduan sengketa merek, dan lain sebagainya yang diatur dalam undang-undang. Mengenai penyalahgunan lisensi, Direktorat Merek berwenang untuk menolak dan menerima pendaftaran lisensi yang telah diatur dalam undang-undang Merek no. 15 tahun 2001 Pasal 47 butir 1 yaitu “Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan baik langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang 12 ibid, html menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya ”. Sebagai garda terdepan dalam bidang sub perekonomian Hak kekayaan intelektual, Direktorat Merek harus cermat dalam menyeleksi pendaftaran lisensi merek sesuai dengan kriteria lisensi yang boleh didaftarkan, agar tindakan penyalahgunaan di kemudian hari semakin berkurang. Di dalam struktur Direktorat Merek terdapat sebuah komisi banding merek yang berwenang dan bertugas menerima, memeriksa, dan memutus permohonan banding terhadap penolakan permintaan pendaftaran Merek dan lisensi merek berdasarkan alasan yang bersifat substantif sebagaimana dimaksud pada Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6 Undang-Undang Merek. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Komisi Banding memiliki fungsi pengadministrasian, pemeriksaan, pengkajian dan penilaian, serta pemberian keputusan terhadap permohonan banding . Dalam melakukan pemeriksaan permohonan banding, Ketua Komisi Banding membentuk majelis yang anggotanya berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 tiga orang, satu diantaranya adalah seorang Pemeriksa Senior yang tidak melakukan pemeriksaan substantive terhadap permintaan pendaftaran Merek yang ditolak. 13 Untuk mengoptimalkan perintah undang-undang yang ada seharusnya pelanggaran dan penyalahgunaan dalam lisensi merek baik sengketa yang timbul seperti merek yang ganda, perjanjian lisensi yang beritikad tidak baik, serta 13 Komisi banding merek, Lihat pasal 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 tahun 2005 tentang Susunan Organisasi, Tugas,, dan Fungsi Komisi Banding Merek, Jo UU no 15 tahun 2001 tentang merek mengatur komisi banding pada pasal 33 perjanjian lisensi yang dapat menimbulkan kerugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya, seharusnya dapat terminimalisasikan. Sebagai mana telah dijelaskan dalam undang-undanng mengenai tugas dan fungsi Komisi Banding, Direktorat Merek serta Direktorat Jendral HaKI.

D. Penyelesaian Sengketa Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi Merek

Para pelaku bisnis di Indonesia, khususnya yang terkait langsung sebagai pihak-pihak dalam perjanjian lisensi masih terjebak dalam ketidakpastian hukum yang ditimbulkan oleh sengketa penyalahgunaan lisensi. Hal tersebut diperburuk dengan belum diaturnya alur dan prosedur hukum yang secara khusus diperuntukan ketika timbulnya sengketa penyalahgunaan lisensi. Dirjen HaKI dan penegak hukum lainnya khususnya Hakim, masih menggunakan alur dan prosedur penyelesaian sengketa yang umum terkait pelanggaran dan tindak pidana merek. Padahal dalam perkembangan hukum terkait lisensi, sistem penyelesaian sengketa merek yang sekarang terdapat dalam UU Merek tidak memberikan kepastian hukum dan keadilan. Untuk menghindari kekosongan hukum hakim dan penegak hukum lainnya masih menggunakan cara penyelesaian sengketa merek dan sengketa perjanjian pada umumnya. Upaya hukum dalam menyelesaikan sengketa penyalahgunaan perjanjian lisensi merek ini bisa menggunakan dua cara diantaranya pertama, menggunakan non-Litigasi di luar Pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli atau arbitrase. Kedua menggunakan Litigasi Pengadilan dimana Penyalesaian sengketa ini dapat dilakukan di Pengadilan Niaga dan Pengadilan Negri sebagai lembaga peradilan formal, tergantung para pihak yang bersangkutan dan bersengketa. Pada dasarnya pengusaha lebih suka menyelesaikan sengketa yang timbul diantara mereka melalui penyelesaian di luar pengadilan out of court settlement. Meneurut Undang-undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak diadakan perdamaian. 14 Oleh sebab itu, upaya hukum yang dapat dilakukan salah satu pihak apabila merasa dirugikan dengan adanya perjanjian lisensi merek diantaranya dengan penyelesaian sengketa Alternatif yang diatur dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang menyebutkan para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Selain itu, dalam Undang-Undang Merek penyelesaian sengketa alternatif lebih khusus diatur dalam 14 Ari Juliano Gema, Membangun Profesi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual Langkah Menuju Profesionalisme dan kemandirian Profesi, Jakarta : PT. Justika Siar Publika. 2006, h. 48