Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Lisensi Merek

mutlak sehingga asas kebebasan berkontrak tersebut pada hakikatnya adalah asas hukum yang terbatas keberlakuannya. 1 Asas Kebebasan Berkontrak diatur dalam Hukum positif Indonesia pada Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata menyebutkan bahwa “Setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Sehubungan dengan hal tersebut, Subekti berpendapat bahwa, pasal tersebut maksudnya Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan dengan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang- undang.” Namun, Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata tersebut tidak bisa diartikan sangat luas sehingga para pihak seolah- olah dapat membuat suatu perjanjian mengenai apapun sesuai dengan kehendak mereka yang membuat perjanjian tersebut. Dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia terdapat pembatasan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Pembatasan itu dengan sendirinya akan berlaku juga terhadap lisensi sebagai suatu bentuk perjanjian. Maka, Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang dikemukakan di atas tidak dapat ditafsirkan seolah-olah para pihak yang membuat perjanjian dapat saja membuat perjanjian mengenai apapun sesuai dengan kehendak mereka. Jadi, dengan bertitik tolak dari penafsiran hermeneutika seperti dikemukakan di atas, setidak- 1 Gunawan Suryomurcito, Laporan Akhir Tentang Kompilasi Bidang Hukum Perjanjian Lisensi, Jakarta: Badan Pembina Hukum Nasional Depertemen Hukum dan Hak Asasi, 2006, h. 21. tidaknya terdapat 3 tiga macam pembatasan yang dilakukan terhadap suatu perjanjian seperti diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata yaitu : 2 a. Ketentuan Undang-undang, b. Kesusilaan moral positif dan c. Ketertiban Umum. Logika pembatasan asas kebebasan berkontrak dengan alasan bertentangan dengan undang-undang dapat diterima menurut akal sehat. Sebab, sebagaimana diketahui, undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif selalu mengatur kepentingan-kepentingan yang bersifat umum. Berdasarkan keterangan diatas bahwasanya perjanjian lisensi dibuat atas asas kebebasan berkontrak dan atas kesepakata para pihak. Namun, Di dalam perjanjian lisensi merek yang tidak bisa dihindari oleh para pihak dan harus diantisipasi sebelumnya adalah jika terjadi sengketa diantara mereka. Sengketa yang sering terjadi dalam hal perjanjian lisensi biasanya terkait hak dan kewajiban masing- masing pihak. Dengan hal ini maka, hak dan kewajiban para pihak dalam sebuah perjanjian lisensi merupakan hal yang wajib diperhatikan dan menjadi acuan isi sebuah perjanjian lisensi. Hak dan kewajiban para pihak inipun jika tidak terpenuhi dan disalahgunakan bisa dijadikan sebuah alasan adanya sengketa dan penyalahgunaan perjanjian lisensi. 2 Ibid, 22 Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian lisensi yang harus diperhatikan antara lain ialah: 1. Hak Pemberi Lisensi Merek a. Menerima pembayaran royalti sesuai dengan perjanjian b. Tetap menggunakan sendiri mereknya c. Menuntut pembatalan lisensi merek, apabila penerima lisensi tidak melaksanakan perjanjian sebagaimana mestinya. 3 2. Kewajiban Pemberi Lisensi a. Menjamin penggunaan merek dari cacat hukum atau gugatan dari pihak ke tiga b. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap mutu barang atau jasa hasil produksi penerima lisensi c. Meminta persetujuan kepada penerima lisensi apabila pemberi lisensi mengajukan permintaan penghapusan mereknya kepada pemerintah. 4 3. Hak Penerima Lisensi a. Menggunakan merek yang dilisensikan sesuai dengan jangka waktu yang telah dijanjikan. b. Menuntut pembayaran kembali bagian royalti yang telah dibayarkan penerima lisensi kepada pemilik merek yang telah dibatalkan. c. Memberi lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga sesuai dengan perjanjian. d. Menuntut pembatalan perjanjian lisensi merek, namun dengan alasan pemberi lisensi tidak melaksanakan perjanjian yang telah dijanjikan. 5 4. Kewajiban Penerima Lisensi a. Membayar royalti sesuai perjanjian b. Meminta pencatatan perjanjian lesensi Direktorat Jendral HaKI c. Menjaga mutu barang atau jasa hasil produksinya sesuai dengan standar mutu barang atau jasa merek yang dilisensikan d. Melaksanakan perjanjian sebagaimana mestinya. 6 3 Imam Sjahputra,dkk, Hukum Merek di Indonesia, Jakarta :Harvarindo,2005 , h. 92 4 Ibid, h.92 5 Galih Pangestu, “Hukum Dagang”, artikel diakses pada 1 Maret 2015 dari http:galihpangestu14.wordpress.com20120603hukum-daganghtml 6 Imam Sjahputra,dkk, Hukum Merek di Indonesia, h. 93 Perjanjian yang beritikad baik senantiasa melaksanakan aturan dan kesepakatan yang telah dibuat dalam sebuah perjanjian yang telah ditetapkan antar pihak dan senantiasa melaksanakannya sebagaimana mestinya. Jika salah satu dari pihak tidak melaksanakan hak dan kewajibannya maka perjanjian akan menjadi cacat dan akan menimbulkan sebuah sengketa dan penyalahgunaan dalam perjanjian lisensi merek. Prinsip kebebasan berkontrak dan itikad baik merupakan dasar dalam membuat sebuah perjanjian lisensi merek. Dalam pelaksanan perjanjian ini sangat perlu adanya sebuah itikad baik antar pihak untuk keberlangsungan jalannya perjanjian lisensi merek ini. Mengingat dalam perjanjian lisensi para pihak dapat membuat perjanjian dengan kesepakatan, maka perjanjian inipun sangat bergantung dengan itikad baik para pihak untuk melakukan isi perjanjian secara baik dan melaksanakan konsekwensinya dengan baik pula. Berjalannya Kedua prinsip ini pun sangat tergantung dengan para pihak, jika para pihak dapat melaksanakannya dengan jujur dan baik maka prinsip itupun akan tercapai kegunaannya. Dan manakala ada sebuah sengketa yang timbul antara para pihak maka penyelesaiannya pun harus sesuai dengan kesepakatan bersama baik melalui pengadilan ataupun alternatif penyelesaian sengketa yang lainnya. Itikad baik dalam perjanjian merupakan hal yang dasar dan sangat penting implementasinya, hal serupa dapat pula kita temukan dalam syariat Islam, mengingat perjanjian lisensi merek merupakan pengembangan dari bentuk kerjasama syirkah. Oleh karena itu, itikad baik antar pihak dalam perjanjian harus diindahkan. Selain di dalam Undang-undang yang berlaku di Indonesia, syariat Islam juga mengajarkan bahwa setiap perjanjian syirkah khususnya perjanjian lisensi, mengharuskan salah satu pihak harus memenuhi hak dan kewajiban satu sama lain. Memenuhi hak dan kewajiban di dalam perjanjian merupakan hal yang harus dan wajib dilaksanakan karena jika tidak, akan menyebabkan sebuah penyalahgunaan perjanjian ataupun wanprestasi dalam perjanjian, dan dapat merugikan pihak yang lain. Sebagaimana Rasulullah bersabda : ه ْ س َ إ ا : ىلاعت ها ْ قي : اق َ س ْي ع ه ا يَ ص اث ا ل ث ال ْل ا ْي ْى ش ا اخ ا إف ، ح اص ا حا ْ ي ا ْيب ْ تْج خ حاص ا ح ى طق ا لا ا با ا يق ي لا ا حلا Artinya : “Rasulullah SAW bersabda, Allah SWT berfirman. “Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang berserikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati yang lainnya. Maka, apabila salah satu pihak menghianati yang lain, akupun meninggalkan keduanya.” HR. Abu Daud, Aldaraquthni, Al Hakim, dan Al Baihaqi Hadist di atas menjelaskan bahwasanya pemenuhan hak dan kewajiban dalam sebuah perjanjian adalah wajib hukumnya. Oleh karena itu Perjanjian Lisensi merek ini harus didasari dengan itikad baik agar tidak terdapat adanya saling mengkhianati dan wanprestasi yang dapat merugikan salah satu pihak yang dikhianati, karena Allah membenci adanya pengkhianatan antar pihak dalam berjanji. Demikian pula Allah telah memerintahkan kepada ummatnya agar melaksanakan segala perjanjian sesuai apa yang telah disepakati sebagaimana. Dengan hal ini telah jelas bahwasanya perjanjian yang beritikad baik dan sesuai dengan Undang-undang yang ada, itupun telah diatur dan diperintahkan oleh Allah SWT. Karena menunaikan akad dalam sebuah perjanjian yang disepakati dan sesuai perintah Allah adalah wajib hukumnya. Sebagaimana dalam Al quran Allah berfirman : ْي ع ي ْتي ا ََإ اعْ ْْا ْي ب ْ ل ْتَ حأ ْ قعْلاب اْ فْ أ آْ اء ْي َلا ا ٌياي ْيَصلا ْيِ ح ْيغ ْ ْحي ه َ إ ٌ ح ْ تْ أ ئا لا ْي ي ا : ١ Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak kecuali yang akan dibacakan kepadamu. yang demikian itu dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sendang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendakinya.” surrat Almaidah 5: 1

B. Bentuk-bentuk dan Faktor Penyebab Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi

Merek Indonesia mengatur Lesensi Merek dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 49 UU Merek 2001. Sementara itu Amerika Serikat mengatur dalam pasal 5 atau g 1055 dan pasal 45 atau g 1127, 15 USC, Lanham Act. Menurut Donal S. Chisum dan Michael A. Jacobs, Pengertian d an tujuan Lisensi Merek ialah “Pemilik merek dagang atau merek jasa dapat memberikan melisensikan mereknya kepada orang lain, dengan syarat pemilik merek menguasai sifat dasar dan kualitas dari barang- barang atau jasa yang diproduksi dan dijual penerima lisensi atas nama pemilik merek atau pemberi lisensi”. Oleh karena itu pemberian lisensi harus menggunakan sebuah perjanjian yang sah dan terdaftar dan yang dilisensikannya pun harus berupa merek yang telah didaftarkan oleh dirjen HaKI. 7 Sengketa Lisensi merekpun dapat terjadi apabila ada sebuah kecacatan dan pelanggaran dalam perjanjiannya. Karena perjanjian lisensi merupakan perjanjian pengalihan hak dan mengasilkan royalti yang sangat tinggi antar pihak, maka setiap pihak pun ingin mendapatkan royalti yang besar dibanding lawan pihaknya. Dengan itu timbullah penyalahgunaan Perjanjian lisensi, Perjanjian lisensi disalahagunakan pastinya untuk keperluan pribadi dan hasil royalti yang sangat menguntungkan dibandingkan dengan pihak lawaannya. Adapun bentuk-bentuk dan faktor-faktor penyebab adanya penyalahgunaan perjanjian lisensi merek adalah : 1. Salah satu pihak memutuskan perjanjian ditengah jalan. Probelem yang muncul berkaitan dengan keadaan ini adalah akan terjadi gugatan yang dilakukan oleh pihak lawan, karena pemutusan sepihak tersebut akan merugikannya, terutama jika pemutusan sepihak tersebut dilakukan oleh pemberi lisensi. 2. Ditengah perjalanan perjanjian lisensi, penerima lisensi menggunakan merek baru. Merek baru tersebut merupakan merek penerima lisensi sendiri dengan tujuan untuk ekspansi usahanya. Keberadaan merek baru 7 Effendy Hsibuan, Perlindungan Merek, Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003 , h. 287