9
konsiderans UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek selanjutnya disingkat UUM 2001 bagian yang menimbang butir a, yang berbunyi, “ bahwa di era perdagangan
global, sejalan dengan konvensi-kenvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga peranan
persaingan usaha tidak sehat.”
6
Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminannya bahwa produk itu original.
Kadangkala yang membuat suatu produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi mereknya. Merek merupakan suatu yang ditempelkan dan dilekatkan pada suatu
produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri. Seringkali setelah barang itu dibeli, mereknya tak dapat dinikmati oleh si pembeli. Merek mungkin hanya menimbulkan
kepuasan saja bagi pembeli, namun benda materilnya yang dapat dinikmati. Merek itu sendiri hanya benda immateril yang tak dapat memberikan apapun secara fisik.
Inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immateril.
7
Sama dengan hak milik lainnya, hak merek sebagai hak kebendaan immateril juga dapat beralih dan dialihkan sebagaimana telah tertera dalam UUM tahun 2001
Bab ke V tentang Pengalihan Hak atas Merek Terdaftar pasal 40, 41 dan 42. . Ini suatu bukti bahwa UU Merek 2001 dapat mengikuti prinsip-prinsip hukum benda
yang dianut oleh seluruh dunia dalam penyusunan undang-undang mereknya. Salah
6
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004 h. 329
7
Ibid, h. 329-330
10
satu wujud pengakuan dari hak kebendaan yang sempurna itu adalah, diperkenankannya oleh undang-undang hak kebendaan itu beralih atau dialihkan oleh
si pemilik. Salah satu sistem pengalihan dalam hak merek adalah sebuah perjanjian pengalihan yang disebut dengan perjanjian lisensi yang diatur dalam Undang-undang
Merek tahun 2001 pasal 43. Lisensi dalam hal ini sebagai suatu cara untuk membagi dan menyebarkan ide
gagasan suatu ciptaan dan invensi dalam lingkup HaKI, agar negara berkembang dapat mengikuti dan mencontohi apa yang telah dihasilkan oleh negara maju secara
legal. Sebagaimana telah diatur dalam UU No. 15 tahun 2001 pada Bab V mengenai Pengalihan Hak atas Merek Terdaftar dan mengenai Lisensi.
2. Kerangka Konseptual
Secara konsep UUM 2001 tidak memnyebutkan bahwa merek merupakan salah satu wujud dari karya inteletual. Sebuah karya yang didasarkan kepada olah
pikir manusia yang kemudian terjelma dalam bentuk benda Immateril. Suatu hal yang perlu dipahami dalam setiap kali menempatkan hak merek dalam krangka hak
atas kekayaan intelektual adalah bahwa, kelahiran hak atas merek itu diawali dari temuan-temuan dalam bidang hak atas kekayaan intelektual lainnya, misalnya hak
cipta. Pada merek ada unsur ciptaan, misalnya desain logo, atau desain huruf, terdapat hak cipta dalam bidang seni. Oleh karena itu, dalam hak merek bukan hak
cipta dalam bidang seni itu yang dilindungi tetapi mereknya itu sendiri sebagai tanda pembeda.
Jadi, ada sesuatu “yang tak terlihat” dalam hak merek itu. Itulah hak kekayaan immateril tidak berwujud yang selanjutnya dapat berupa hak atas
11
intelektual. Dalam krangka ini hak merek termasuk pada kategori hak atas kekayaan perindustrian Industriele Eigendom atau Industrial Property Rights.
8
Undang-undang No. 15 tahun 2001 pasal 1 butir 1, menjelaskan definisi merek,
“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf angka- angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa.” Sedangkan para
ahli diantaranya adalah Philip S. James MA, berpendapat bahwa “a trade mark is a
mark used in conextion with goods which a tader uses in order to tignity that a certain type of good are his trade need not be the actual menufacture of goods, in
order to give him the right to use a trade mark, it will suffice if they marely pas throug his hand is the course of trade
” yang artinya merek dagang adalah suatu tanda yang dipakai oleh seorang pengusaha atau pedagang untuk menandakan bahwa suatu
bentuk tertentu dari barang-barang kepunyaannya, pengusaha atau barang tersebut tidak perlu penghasilan sebenarnya dari barang-barang itu, untuk memberikan
kepdanya hak untuk memakai suatu merek, cukup memadai jika barang-barang itu ada di tangannya dalam lalu lintas perdagangan.
9
Ada beberapa cara yang diatur dalam Undang-undang mengenai pengalihan hak Merek terhadap pihak lain di antaranya adalah dengan menggunakan Perjanjian
Lisensi. Diadakannya lisensi untuk mensiasati agar hak monopoli yang dimiliki oleh seorang inventor dan pencipta tidak menghambat perkembangan dan kemajuan
8
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 330
9
Ibid, h. 345
12
teknologi dalam suatu negara yang berkembang. Penerima Lisensi dapat mengembangkan usahanya selama tidak melanggar Undang-undang, dan sesuai
klausula perjanjian yang disepakati antara kedua belah pihak. Namun pada kenyataannya pemberi lisensi masih terlalu menjadikan hak monopoli yang
dimilikinya untuk mengatur royalti dengan setinggi-tingginya diluar kemampuan para penerima lisensi.
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis
10
. Sedangkan penyalahgunaan perjanjian merupakan perbuatan melanggar hukum yang dapat
merugikan salah satu pihak atau lawan pihaknya dalam sebuah perjanjian karena kelalaiannya,
dalam pasal 1238 KUHPer menyebutkan “ Si Berutang adalah lalai, bila ia dengan surat perintah atau sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau
demi perikatannya sendiri jika ini menetapkan si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan” hal ini bisa dibilang wanprestasi,
Wanprestasi adalah suatu perbuatan kelalaian atau kealpaan salah satu pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian, dimana:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi dilakukannya.
b. Tidak melaksanakan apa yang dijanjikan.
10
Subekti, Hukum perjanjian, Jakarta : PT Intermasa, 2001, h. 1
13
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
11
Hal-hal yang sering disalahgunakan oleh pemberi lisensi secara konsep melanggar doktrin fairdealing
12
yang menjelaskan bahwa hak moral selalu dijunjung tinggi dalam setiap transaksi kontrak atau perjanjian. Doktrin ini menjelaskan bahwa
setiap pemberian lisensi harus mementingkan keterbukaan, keseimbangan, dan proporsionalitas yang menjamin akan keuntungan kedua belah pihak dapat terwujud
dengan baik. Hak monopoli yang dimiliki oleh pemberi lisensi dalam kaitannya dengan HaKI, wajib memperhatikan dokrin ini agar akibat hukum yang timbul kelak
dapat diminimalisir dan tercegah pada awal komitmen perjanjian.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum yang bersifat perspektif, bukan sekedar
know-about. Sebagai kegiatan know-how penilitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Disinilah dibutuhkan kemampuan untuk
mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis
11
Ibid, h. 45
12
Feardealing adalah doktrin yang berkembang di Amerika yang juga dikenal fair use terkait dengan kewajaran kegunaan dalam transaksi kontrak bisnis khususnya dalam hak kekayaan
intelektual.
14
masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecehan atas masalah tersebut.
13
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini dan untuk memenuhi
penulisan skripsi ini penulis menggunakan jenis metode Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-
kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.
14
Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah deskriptif yaitu tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti
mungkin tentang suatu gejala atau fenomena, agar dapat membantu dalam
memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau mencoba merumuskan teori baru.
2. Pendekatan Yang Digunakan
Sehubungan dengan penelitian ini penulis menggunakan jenis penilitian normatif, maka dalam hal teknik pengumpulan data dalam penelitian normatif,
penulis menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang- undangan statute approach, pendekatan konseptual conceptual approach, dan
pendekatan historis historical approach.
Pendekatan perundang-undangan dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan mengenai ketentuan hukum dalam kewenangan pengawasan bagi pihak-pihak
terkait perjanjian lisensi atas merek dalam praktek hukum bisnis ketika ada
13
Peter Mahmud Marzuki, Penilitian Hukum, cet. VIII, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, h. 60
14
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing, 2008 h. 294.
15
penyalahgunan Perjanjian Lisensi merek. Sedangkan pendekatan konseptual dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana seharusnya konsep atau kriteria
perjanjian lisensi merek dalam praktek bisnis hak atas kekayaan intelktual, dengan tidak adanya salah satu pihak yang diruggikan. Adapun pendekatan historis
digunakan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya sejarah perkembangan hak merek khususnya dalam Perjanjian Lisensi merek di Indonesia.
3. Sumber Penelitian
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier,
dengan rincian sebagai berikut: a.
Bahan hukum primer yang meliputi UUD 1945, dan peraturan perundang- undangan yang terkait Hak atas Merek . Bahan hukum sekunder merupakan
data yang diperoleh dari bahan kepustakaan.
15
b. Bahan hukum sekunder yang terdiri dari atas buku-buku text books yang
ditulis para ahli hukum yang berpengaruh de herseende leer, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-
hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian skripsi ini.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, encyclopedia, dan lain-lain.
16
15
Soejono Sokanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Pustaka Pelajar, 1992, h.51.
16
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, h. 296
16
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Penelitian ini, penulis mempergunakan metode pengumpulan data melalui studi dokumen kepustakaan library research yaitu dengan melakukan penelitian
terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku yang berkaitan dengan merek dan perjanjian lisensi, pendapat sarjana, surat kabar, artikel, kamus dan juga berita
yang penulis peroleh dari internet. Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier
diinvetarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Dalam upaya mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan Metode
Dokumentasi, metode ini dimaksudkan dengan mencari hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti,
notulen, rapat, agenda, dan sebagainya.
17
5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa,
sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan
secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Selanjutnya setelah bahan
17
Soejono Sokanto, Pengantar Penelitian Hukum, h. 201.
17
hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum dengan melakukan analisis secara kritis dan mendalam mengenai Bentuk-bentuk atau faktor-faktor
penyebab adanya penyalahgunaan perjanjian lisensi merek, dan Penyelesaian sengketa dalam penyalahgunaan perjanjian lisensi merek.
G. Sistematika Penulisan.
Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2012” dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa
subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, Diuraikan mengenai Latar Belakang Masalah, dilanjutkan dengan,
Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teoritis dan Konseptual, Tinjauan Review Kajian Terdahulu,
Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II Tinjauan umum mengenai Pengertian Umum Hak Merek Dalam Hak
Atas Kekayaan Intelektual. Pada bab ini penulis akan membahas mengenai pengertian Merek dan Ruang
lingkupnya, Pengertian HaKI dan Ruang lingkupnya, Pengaturan Hukum Merek di Indonesia, serta perolehan dan Pendaftaran Merek di Indonesia.
BAB III Tinjauan umum mengenai Perjanjian dan Perjanjian Lisensi Merek dalam Hak Atas Kekayaan Intelektual.
18
Pada bab ini penulis akan menguraikan Pengertian Umum perjanjian dan Syarat Sah Suatu Perjanjian, Pengertian Lisensi dan Pengertian Perjanjian
Lisensi, Pertimbangan Pemberian Lisensi, serta Syarat dan Isi Perjanjian Lisensi Merek dalam HaKI.
BAB IV Tinjauan yuridis Perlindungan Hukum dalam Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi Merek.
Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai hak dan kewajiban pemberi dan penerima lisensi merek, Bentuk-bentuk dan faktor-faktor penyebab
adanya Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi Merek, Peran dan Wewenang Dirjen HaKI Terkait Perlindungan Hukum terhadap penyalahgunaan lisensi,
serta Penyelesaian Sengketa Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi Merek. BAB V Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran.
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis
menengahkan beberapa saran yang dianggap perlu.
19
BAB II TINJAUAN UMUM
MENGENAI HAK MEREK DALAM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Merek
Pasal 1 butir 1 Undang-undang Merek tahun 2001 memberikan suatu definisi tentang Merek, yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya perbedaan dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa.
1
Selanjutnya hak atas merek itu memiliki definisi sendiri sebagai mana telah dijelaskan pula dalam Pasal 3 Undang-undang Merek tahun 2001 hak eksklusif yang
diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan
izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
2
Sama halnya dengan hak cipta dan hak paten serta hak kekayaan intelektual lainnya, maka hak merek juga merupakan bagian dari Hak atas Kekayaan Intelektual.Undang-undang
Merek 1992 menyebutkan bahwa merek merupakan salah satu wujud dari karya intelektual.Sebuah karya yang didasarkan oleh pikir manusia, yang kemudian terjelma dalam
benda immateril.
3
1
Dikutip dari, Pasal 1 butir 1Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek.
2
Dikutip dari, Pasal 3 Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek.
3
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004, h. 329
20
Suatu hal yang harus dipahami dalam setiap kali menetapkan hak merek dalam krangka hak atas kekayaan intelektual adalah bahwa, kelahiran hak atas merek itu diawali
dari temuan-temuan dalam bidang hak atas kekayaan intelektual lainnya, misalnya hak cipta. Pada merek ada unsur ciptaan, misalnya desain logo, atau desain huruf.Ada hak cipta dalam
desain seni. Oleh karena itu, dalam hak merek bukan hak cipta dalam bidang seni itu yang dilindungi, tetapi mereknya itu sendiri, sebagai tanda pembeda.
4
Adapun mengenai jenis Merek, Undang-undang Merek tahun 2001 telah mengatur tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 2 dan 3 UU
Merek Tahun 2001 yaitu:
5
a. Merek dagang, adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama, atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya
b. Merek Jasa, adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama, atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa jenis lainnya.
Disamping jenis merek sebagaimana dikemukakan di atas ada juga pengklafikasian lain yang didasarkan kepada bentuk atau wujudnya. Bentuk dan wujud merek itu dimaksud
untuk membedakan dari jenis barang milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka terdapat beberapa jenisbentuk wujud merek yakni:
1. Merek Lukisan beel mark
2. Merek Kata word mark
3. Merek Bentuk form mark
4. Merek Bunyi-bunyian klank mark
5. Merek Judul title merk
6
Adapun pemakaian merek memiliki beberapa fungsi yaitu :
4
Ibid, h. 330
5
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Moderen di Era Global, Bandung : PTCitra Aditiya Bakti, 2008, h. 203
6
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektua, h. 346