Syarat Sah Suatu Perjanjian

42 Jika suatu perjanjian telah memenuhi syarat sebagaimana disebutkan di atas, maka perjanjian tersebut menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang mengikatnya. Sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksud bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seiya-sekata mengenai hal- hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. 9 Seseorang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum pada asasnya. Setiap orang yang sudah dewasa atau aqilbaliq dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 kitab undang-undang Hukum Perdata disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah : 1 Orang-orang yang belum dewasa 2 Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan 3 Perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang, dan semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian- pejanjian tertentu. 10 9 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h. 14 10 Subekti, Hukum Perjanjian. Cet 21. h.17 43 Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksud dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Akhirnya oleh Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, ditetapkan sebagai syarat keempat untuk suatu perjanjian yang sah adanya asuatu sebab yang halal. Dengan sebab bahasa belanda oozaak, bahasa latincausa ini dimaksudkan tiada lain daripada isi perjanjian. 11 Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrakterdapat 5 lima asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: 12 1. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral di dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak. 13 Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang mengajarkan bahwa para pihak dalam suatu kontrak pada prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasannya untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut.Asas kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh rambu-rambu hukum sebagai berikut : 11 Ibid. h. 19 12 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, h. 108 13 Ibid, h. 108 44 a. Harus memenuhi syarat sebagai suatu kontrak b. Tidak dilarang oleh Undang-undang c. Tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku d. Harus dilaksanakan dnegna I’tikad baik 14 2. Asas Konsensualisme Asas ini menjelaskan, bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka dia telah sah dan mengikat secara penuh. 15 Apabila menyimak rumusan pasal 1338 1 BW yang menyatakan bahwa : “semua perjanjian yanng dibuat secara sah berlaku sebagai Undang- undang bagi mereka yang membuatnya,” istilah “secara sah” bermakna bahwa dalam pembuatan perjanjian yang sah menurut hukum adalah mengikat, karena dalam asas ini terkandung “kehendak para pihak” untuk saling mengikat diri dan menimbulkan kepercayaan vetrouwen diantara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian. Di Pasal 1320 BW terkandung asas yang esensial dari hukuman perjanjian, yaitu asas “konsensualisme” yang menentukan “ada”-nya. Di dalam asas ini terkandung kehendak para pihak untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan ventrouwen diantara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian.Asas kepercayaan merupakan nilai etis yang bersumber pada moral. 16 3. Asas Daya Mengikat Kontrak pacta sunt servanda 14 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis,Menata Bisnis Moderen di Era Globalisasi Bandung : PT.Citra Aditiya Bhakti, 2008, h. 12 15 Ibid, h. 13 16 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, h. 121 45 Istilah “pacta sunt servanda” berarti “janji itu mengikat” yang dimaksudkan adalah bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pihak tersebut secara penuh, sesuai isi kontrak tersebut.Mengikatnya secara penuh atas kontrak yang dibuat oleh para pihak tersebut oleh hukum kekuatannya dianggap sama saja dengan kekuatan mengikat dari suatu Undang-undang. Karena itu apabila suatu pihak dalam kontrak tidak menuruti kontrak yang telah dibuatnyaa, oleh hukum disediakan ganti rugi bahkan pelaksanaan kontrak secara paksa. 17 4. Asas I’tikad Baik Pasal 1338 3 BW menyatakan bahwa, “Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan I’tikad baik .” apayang dimaksud dengan I’tikad baik te goeder trouw, good faith. Pengaturan pasal 1338 3 BW, yang menetapkan bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan I’tikad baik contractrus bonafidei-kontrak berdasarkan I’tikad baik, maksudnya perjanjian itu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan. 18 Menurut HogeRaad, dalam putusannya tanggal 9 februari 1923 Nederlandse Jrisprudentir, hlm 676 memberikan rumusan bahwa: ”Perjanjian harus dilaksanakan volgens de eisen van redalijkheid en billijkheid”, artinya I’tikad baik harus dilaksanakan menurut kepatutan dan kepantasan. P.L. Werry menerjemahkan ”redelijkheid en billijkheid” dengan istilah uj i dan kepatutan” beberapa terjemahan lain menggunakan istilah “kewajaran dan keadilan “ atau “kepatutan dan keadilan” Redelijkheid artinya rasional, dapat diterima oleh nalar dan akal sehat, sedangkan 17 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis,Menata Bisnis Moderen di Era Globalisasi, h 12 18 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, h. 135 46 Billijkheidartinya patun dan adil. Dengan demikian ”redelijkheid en billijkheid” meliputi semua yang dirasakan dan dapat diterima nalar dengan baik , wajar dan adil, yang diukur dengan norma-norma objektif yang bersifat tidak tertulis dan bukan berasal dari subjektivitas para pihak. 19

B. Pengertian Lisensi dan Perjanjian Lisensi

1. Pengertian Lisensi

Sebagai alternatif upaya untuk lebih mendekatkan diri dari pada konsumen di negara tujuan, serta untuk mengurangi dampak biaya transportasi ekspor yang tinggi, serta resiko hilangnya produk dari pasaran sebagai dari akibat resiko transfortasi dan embargo yang mungkin dilakukan secara politis, maka mulailah diupayakan untuk mengembangkan suatu bentuk usaha baru yang dikenal dengan nama Lisensi. 20 Lisensi berasal dari kata latin “Licentia”. Yang berarti jika kita memberikan kepada seseorang Lisensin terhadap suatu oktroi atau merek, maka kita memberikan kebebasan atau izin kepada orang itu untuk menggunakan sesuatu yang sebelumnya dia tidak boleh gunakan, Lisensi dalam kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI adalah izin menggunakan oktroi pihak lain dalam hukum tata milik industri, dapat diberikan oleh sipemegang oktroi atau berdasarkan ketetapan Dewan oktroi. 21 Sedangkan secara umum dalam Black’s Law Dictionary, Lisensi ini diartikan sebagai : 22 “A personal 19 Ibid, h. 135 20 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Lisensi, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2001, h. 3 21 Depertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet IV, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 835 22 Gunawan widjaja, Seri Hukum Bisnis: Lisensi, h. 3 47 privilage to do some particular act or series of act…” Atau “The permission by competent autbority to do an act which, whithout sush permission would be illegal, a trespass, a tort, or otherwise would not allowable”. 23 Menurut para ahli, Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui surat perjanjian yang berdasarkan pada pemberian hak bukan pengalihan hak untuk menggunakan merek tersebut, jenis barang dan atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. 24 Sedangkan Menurut UU No 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 1 angka 13, Lisensi Merek adalah izin yang diberikan pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak dan bukan pengalihan hak untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan jasa yang didaftarkan pada waktu dan syarat tertentu. 25 Jadi Lisensi adalah suatu bentuk hak untuk melakukan satu atau serangkaian tindakan atau perbuatan, yang diberikan oleh mereka yang berwenang dalam bentuk izin pengalihan hak. Tanpa adanya izin tersebut, maka tindakan atau perbuatan tersebut merupakan suatu tindakan yang terlarang, yang tidak sah, dan merupakan tindakan melawan hukum. 26 Ini berarti Lisensi selalu dikaitkan dengan kewenangan 23 Ibid, h. 3 24 Nyoman Bob Nugraha, dkk, “Pilihan Hukum dalam Perjanjian Lisensi di BidangMerek Dagang antara Para Pelaku Usaha yang Berbeda Kewarganegaraan Berdasarkan Undag-undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek”. Kertha Semaya, 2.06 2014. H.1-2 25 Dikutip dari Pasal 1 angka 1 Undang-undang No 15 tahun 2001 tentang Merek 26 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Lisensi