Manfaat Hasil Penelitian PENDAHULUAN

pada pandangan Netting, Kettner dan McMurty, ada tiga alasan mengapa diperlukan pendekatan yang sistematik dalam melakukan pemetaan sosial Suharto, 2005:82, diantaranya yakni: 1. Pandangan mengenai “manusia dalam lingkungannya” the person in- environment. Untuk konteks ini, masyarakat dimaknai sebagai seseorang yang memiliki sosok tertentu, mencakup beragam masalah yang dihadapi, hingga menerakan sumber-sumber apa saja yang tersedia untuk menangani masalah tersebut. Pengembangan masyarakat tidak akan berjalan baik tanpa pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh masyarakat tersebut. 2. Pengembangan masyarakat memerlukan pemahaman mengenai sejarah dan perkembangan suatu masyarakat serta analisis mengenai status masyarakat ini. 3. Masyarakat secara konstan berubah. Individu-individu dan kelompok- kelompok bergerak ke dalam perubahan kekuasaan, struktur ekonomi, sumber pendanaan dan peranan penduduk. Pemetaan sosial dapat membantu dalam memahami dan menginterpretasikan atau menafsirkan perubahan-perubahan tersebut.

B. Tinjauan tentang Konflik Sosial 1. Pengertian Konflik Sosial

Secara umum, konflik merupakan gejala sosial yang selalu hadir dalam kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat inheren, artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu. Dalam kacamata sosial, masyarakat merupakan arena konflik atau arena pertentangan dan integrasi proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian yang senantiasa berlangsung. Oleh karenanya, konflik dan integrasi sosial merupakan gejala yang selalu mengisi setiap kehidupan sosial. Kata “konflik” lazim dimaknai sebagai perselisihan atau pertentangan. Namun bila ditelusuri secara etimologis istilah “konflik” berasal dari bahasa Latin “con” yang berarti bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan. Dengan demikian, konflik dalam kehidupan sosial berarti benturan kepentingan, keinginan, pendapat, dan lain-lain yang paling tidak melibatkan dua pihal atau lebih Setiadi dan Kolip, 2011. Secara terminologis, Jones, 2008 menekankan bahwa konflik merupakan perselisihan antara dua pihak atau lebih yang saling terkait dalam usaha mereka memperoleh tujuan. Lebih lanjut, Jones, 2008 juga mengemukakan bahwa konflik merupakan fenomena sosial yang menyangkut perselisihan antara pihak. Pihak yang terlibat dalam konflik dapat berupa skala individu, kelompok, organisasi, negara, atau bangsa. Semakin banyak pihak yang terlibat konflik, semakin sulit untuk mengelola proses konflik. Hal tersebut akan berimplikasi terlibat untuk dihasilkannya sebuah keputusan atau penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak. Beberapa definisi di atas telah memberikan gambaran bahwa konflik dapat dimaknai sebagai suatu sikap tidak sependapat, sebagai tindakan kompetisi saling berhadapan, atau sebagai hadirnya kepentingan-kepentingan yang saling tidak selaras. Uraian yang penting dari penggambaran konflik tersebut yakni didasarkan pada interaksi. Konflik diwujudkan dan dipelihara oleh perilaku masing-masing pihak yang terlibat dan reaksi di antara mereka. Pertama, di dalam perilaku konflik masing-masing pihak merasa bahwa tujuan atau kepentingannya tidak saling berkesesuaian dan sama-sama menganggap pihak lain sebagai sumber penghambat di dalam mencapai tujuannya itu. Kata kuncinya adalah “anggapan” yang bersifat subjektif, yang mengarah pada unsur “merasakan perceive”. Tanpa memperhatikan apakah tujuan-tujuannya itu secara nyata tidak berkesesuaian, jika masing-masing pihak mempercayai bahwa hubungan di antara mereka dalam mencapai tujuan masing-masing menjadi tidak sesuai, maka kondisi tersebut sudah mengarah pada konflik. Jadi, interpretasi penafsiran dan kepercayaan masing-masing pihak memainkan peranan kunci di dalam konflik. Kedua, interaksi di dalam situasi konflik diwarnai oleh “saling ketergantungan interdependence” di antara masing-masing pihak. Untuk memunculkan konflik, perilaku salah satu pihak atau kedua belah pihak harus memiliki konsekuensi terhadap pihak yang lainnya.

2. Akar Penyebab Konflik

Menelaah perihal penyebab terjadinya konflik tidaklah mudah. Namun demikian, para sosiolog berpendapat bahwa akar dari timbulnya konflik yaitu adanya hubungan sosial, ekonomi, politik yang akarnya adalah perebutan atas sumber-sumber kepemilikan, status sosial, dan kekuasaan power yang