Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Tabel 2. Daerah Rawan Konflik Sosial di Indonesia, 2014 Sumatera
• Riau
• Palembang
• Lampung
• Aceh
Jawa
• Banten
• Tangerang
• Jakarta
• Sliyeg
• Indramayu
NTB •
Sumbawa Barat •
Bima •
Dompu
Sulawesi
• Poso
• Sigi
• Palu
• Makassar
• PolewaliMandar
Kalimantan
• Banjarmasin
• Pontianak
• Palangkaraya
Papua
• Abepura
• Jayapura
• Manokwari
Sumber: dirilis oleh Kemensos dan JPNN 2014. Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa hampir setiap daerah di Indonesia
terdapat konflik sosia. Beberapa kajian menunjukkan bahwa konflik akan selalu diawali dengan adanya potensi yang mengendap kemudian dapat
berkembang memanas menjadi ketegangan emosi dan akhirnya pecah memuncak menjadi konflik fisik akibat adanya faktor pemicu konflik. Contoh
konkrit masalah konflik di Indonesia yang cukup serius baik yang bersifat horizontal maupun vertikal antara lain:
1. Konflik yang bernuansa separatisme gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dan memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia:
konflik Republik Maluku Selatan RMS dan Organisasi Papua Merdeka OPM.
2. Konflik yang bernuansa etnis: konflik di Lampung, Kalimantan Tengah, dan Ambon.
3. Konflik yang bernuansa ideologis: isu faham komunis, Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia G30S PKI, faham radikal Islamic
State of Iraq and Syria ISIS. 4. Konflik yang benuansa politis: isu kecurangan Pilkada, isu pemekaran
wilayah di beberapa wilayah yang berakibat penyerangan dan pengerusakan.
5. Konflik yang bernuansa ekonomi: konflik antar kelompok nelayan di selat Madura, antar kelompok preman, antar kelompok pengemudi, antar
kelompok pedagang. 6. Konflik bernuansa solidaritas: tawuran antar wilayah, antar pendukung
sepak bola. 7. Konflik isu agama atau aliran kepercayaan: isu berkaitan dengan
Ahmadiyah, isu aliran sesat. 8. Konflik isu kebijakan pemerintah: BBM Bahan Bakar Minyak, BOS
Bantuan Oprasional Sekolah, LPG Liquified Petroleum Gas. Untuk konteks Provinsi Lampung, pada tiga tahun terakhir, Lampung
merupakan salah satu provinsi yang mendapat perhatian khusus terkait dengan ekskalasi pertambahan dan intensitas konflik sosial yang relatif
cukup tinggi.
Realitaskenyataan menunjukkan
bahwa dinamika
kemajemukan masyarakat Lampung banyak diwarnai oleh konflik-konflik kekerasan baik dalam konflik sosial vertikal maupun horizontal. Jumlah
frekuensi dan persentase konflik sosial yang cukup tinggi, dapat di lihat melalui tabel di bawah ini.
Tabel 3. Jumlah Kejadian Konflik dan kekerasan di Provinsi Lampung selama tahun 2008-2010
Kategori Frekuensi
Persentase
Konflik berbasis agamaetnis -
- Konflik politik
6 9,5
Konflik antaraparat Negara -
- Konflik sumber daya alam
- -
Konflik sumber daya ekonomi 1
1,6 Tawuran
10 15,9
Penghakiman massa 39
61,9 Pengeroyokan
4 6,3
Lain-lain 3
4,8
Total 63
100
Sumber: Tohari et al., 2011. Bila berkaca pada kejadian konflik rentang tahun 2008-2010, tidak ada
peristiwa konflik yang berbasis agamaetnis pada rentang waktu tersebut. Namun demikian, peristiwa tahun 2012 lalu konflik Balinuraga di Lampung
Selatan, merupakan puncak kejadian konflik antar etnis terbesar di Provinsi Lampung. Disusul konflik selanjutnya pada tanggal 23 Februari 2014 juga
terjadi bentrok antar dua desa antara Buminabung utara dan Buminabung Ilir, Lampung Tengah yang dipicu permasalahan sengketa lahan. Puluhan rumah
rusak parah serta dua rumah terbakar,dua unit sepeda motor rusak terbakar menurut beberapa warga banyak rumah yang di jarah. Rentang waktu tersebut
juga terjadi peristiwa konflik lain pada beberapa wilayah di Provinsi Lampung, mencakup Mesuji, Lampung Tengah, Tanggamus, dan lainnya.
Mengacu data Sensus BPS Badan Pusat Statistik Lampung di tahun 2010, berdasarkan kriteria etnikbangsa diperoleh data statistik, di Provinsi
Lampung terdapat mayoritas Etnik Jawa sebanyak 4.113.731 61,88 , Etnik Lampung 792.312 11,92 , Etnik Sunda Banten 749.566 11,27 ,
Etnik Palembang Semendo 36.292 3,55, dan etnik lainnya seperti Bengkulu, Batak, Bugis, Minang, Tionghoa, Bali, Madura, dan lain-lain.
Kondisi masyarakat yang begitu beragam dimungkinkan memicu terjadinya gesekan antar kelompok etnik. Provinsi Lampung merupakan salah satu
daerah dengan berbagai keragaman, baik agama, karakter budaya, identitas etnik, pola-pola adat, kondisi geografis, rasa, dan ungkapan bahasa, serta
berbagai kategori lainnya. Kesalahan dalam menyikapi keragaman identitas etnik, budaya, dan agama
dalam kehidupan bermasyarakat tercermin padabeberapa kasus kerusuhan sosial di Provinsi Lampung. Pada tingkatan kabupaten,
Pemerintah Kabupaten Pemkab Tanggamus merumuskan peta kerawanan dan ancaman
sosial yang dapat memicu terjadinya konflik Lampost, 2014. Hasil evaluasi penilaian dan inventarisasi pencatatan diketahui sedikitnya ada 12 indikasi
konflik di Bumi Begawi Jejama, Kabupaten Tanggamus. Beberapa titik kerawanan yang dapat memicu konflik tersebut diantaranya lokasi kawasan
industri maritim KIM di Kecamatan Limau dan Kota Agung Timur terkait permasalahan petani penggarap lahan Pertamina dan LSM Petani Batubalai
Bersatu PBB dengan Pertamina, PT. Rapindo Jagad Raya dan Pemkab Tanggamus. Kemudian, penganut aliran keagamaan, seperti ahmadiyah di
Kecamatan Talang Padang, Syi’ai dan Ikhwanul Muslimin di Kecamatan Gisting, Majelis Tafsir Al-Qur’an MTA di Kecamatan Limau.
Selanjutnya, PT. Tanggamus Indah di Kecamatan Kotaagung Timur, lokasi pertambangan emas PT. Natarang Mining di Kecamatan Bandar Negeri
Semoung, lokasi pembangkit listrik tenaga panas bumi di Kecamatan Ulubelu, calon lokasi pembangunan pembangkit listrik tenaga Microhidro di
Kecamatan Semaka, perambahan hutan TNBBS di Kecamatan Semaka dan Pematangsawa, kawasan hutan lindung dan hutan kemasyarakatan HKm.
Konflik nelayan obor dan nelayan yang menggunakan jaring curshing di Kecamatan Kelumbayan, konflik tapal batas Kecamatan Bandar Negeri
Semoung dan Bandar Suoh Lampung Barat, objek-objek vital di Tanggamus dan konflik kriminalitas disepanjang jalan lintas barat Jalinbar
yang marak pembegalan. Kasus terakhir adalah kerusuhan di Kecamatan Semaka, Kabupaten
Tanggamus. Sejumlah warga Pekon Way Kerap membakar rumah di Pekon Sukaraja, Kecamatan Semaka. Pembakaran rumah tersebut sebagai aksi
serangan balasan atas insiden kekerasan yang menimpa seorang pemuda warga Way Kerap. Pemuda tadi disangka pelaku pencurian sehingga dihajar
warga Sukaraja. Aksi main hakim sendiri yang ternyata salah sasaran berbuntut pada kekerasan dan keberutalan warga.
Secara khusus, hampir seluruh wilayah di Kabupaten Tanggamus memiliki potensi konflik yang khas bila mengacu pada kondisi ditiap wilayah. Realitas
kenyataan ini menujukkan bahwa Kabupaten Tanggamus memiliki potensi
konflik yang cukup mengkhawatirkan bila tidak dilakukan serangkaian upaya pencegahan konflik.