Penyelesaian dan Penanganan Pasca Konflik

kemungkinan menggunakan model ini, yaitu atas kesadaran rakyat sendiri yang berkonflik atau atas keputusan pemerintah setempat. Pendekatan sensitif konflik melibatkan pemahaman yang baik dari interaksi dua arah antara kegiatan dan konteks serta bertindak untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif dari intervensi campur tangan konflik, dalam memberikan prioritas organisasi. Ada tiga komponen utama sensitivitas konflik: 1. Konflik, untuk memastikan pemahaman yang baik tentang konteks konflik; 2. Analisis interaksi potensial antara program dan konflik; 3. Aksi untuk memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif terhadap konflik. Pendekatan tersebut dirangkum dalam gambar di bawah ini. Gambar 2. Operasionalisasi Sensitivitas Konflik Sumber: Conflict Sensitivity Consortium, n.d. Konflik Sensitivitas Konsorsium bertujuan untuk memahami apa artinya sensitivitas konflik dalam hal sistem organisasi serta desain, implementasi pelaksanaan, monitoring pengawasan dan evaluasi penilaian intervensi tertentu. Konsorsium terdiri dari beragam lembaga dan bertujuan untuk berbagi temuannya dalam hal kemanusiaan, sektor pembangunan perdamaian dan pembangunan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan menerapkan pendekatan sensitif konflik. Pengelolaan hubungan antar kelompok berarti menangani sebab-sebab terjadinya konflik dan berusaha membangun hubungan yang bisa bertahan lama di antara beberapa pihak-pihak yang berkonflik Fisher, dkk, 2001. Pengelolaan ini penting dilakukan terutama apabila telah terjadi konflik terbuka, dan disini diperlukan upaya perdamaian. Meningkatkan kedamaian melalui pengelolaan konflik merupakan suatu proses penyesuaian multidimensional, karena dimensi konflik tersebut bersifat cair. Artinya, konflik secara inheren bersifat dinamis dan oleh karena itu penyelesaiannya harus terlibat dengan pergeseran berbagai faktor yang kompleks tersebut. Memang diakui, bahwa peningkatan kualitas hubungan antar kelompok pada titik tertentu bisa terjadi peleburan identitas kelompok, dan pada sisi lain menjaga keberagaman eksistensi kelompok dipandang sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat yang hakiki, harus dipelihara keberadaanya dan diperkuat secara berkelanjutan. Pada sisi lain, dengan memelihara dan memperkuat identitas kelompok masing-masing pada titik tertentu dapat menjadikan konflik potensial berkembang menjadi konflik terbuka. Upaya menyelesaikan konflik antar kelompok banyak yang dilakukan dengan menggunakan mekanisme cara kerja tradisional. Memperhatikan pentingnya faktor sosio-kultural, proses penyelesaian konflik dengan bantuan pihak ketiga dilakukan dengan menggunakan cara mediasi. Mekanisme penyelesaian secara tradisional cukup beragam karena lebih bersifat kasuistik. Cara ini termasuk dalam pendekatan Alternatif Penyelesaian Sengketa Alternative Dispute Resolution yang lazim disingkat dengan ADR. Pentingnya pendekatan ini karena, pertama, sebagai mekanisme penyelesaian yang lebih mudah menyesuaikan diri dan responsif cepat menanggapi bagi kebutuhan masing-masing pihak berkonflik. Kedua, memperhatikan partisipasi aktif para anggota kelompok yang berkonflik. Ketiga, memperluas akses yang setara untuk mencapai hasil penyelesaian konflik yang berkeadilan. Keempat,dilihat dari beberapa kasus menunjukkan bahwa pendekatan tradisional ini bersifat kasuistik dengan menghasilkan beberapa alternatif penyelesaian yang tidak sama. Artinya, setiap konflik secara spesifik memiliki ciri-ciri tersendiri dan ketika tidak sesuai menggunakan alternatif penyelesaian yang satu, maka terbuka kemungkinan digunakan alternatif penyelesaian lain yang sesuai, sehingga para pihak dapat memilih mekanisme penyelesaian yang terbaik. Penyelesaian konflik antar kelompok melalui cara mediasi, di dalamnya tidak mengabaikan proses negosiasi. Pada prinsipnya cara mediasi adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga sebagai penegah mediator. Tanpa negosiasi maka tidak akan ada mediasi, karena mediasi merupakan perluasan dari proses negosiasi sebagai mekanisme penyelesaian konflik melalui mediator. Di dalam mediasi yang berperan aktif adalah mediator, yang bersifat netral dan tidak memihak imparsial serta dapat menolong masing-masing pihak berkonflik untuk melakukan tawar-menawar secara seimbang, dalam forum musyawarah perundingan untuk mencapai suatu kesepakatan damai. Jadi, peran mediator adalah terbatas memberikan bantuan substantif dan prosedural kepada pihak-pihak berkonflik untuk menyelesaikan masalahnya. Kelemahannya adalah mediator terbatas hanya memberi saran, tidak memiliki kewenangan untuk memutus atau menerapkan suatu kesepakatan penyelesaian damai. Pihak-pihak berkonfliklah yang sebenarnya mempunyai otoritas dalam membuat keputusan berdasarkan consensus kesepakataan bersama. Proses perundingan melalui mediasi dikatakan ideal manakala memenuhi tiga kepuasan, yaitu : kepuasan substantif, prosedural dan psikologis. Kepuasan substantif berhubungan dengan kepuasan khusus dari para pihak yang berkonflik. Misalnya, terwujudnya penggantin kerugian ataupun karena jalannya perundingan dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif tepat dan singkat. Kepuasan prosedural terjadi apabila para pihak mendapatkan kesempatan yang sama dalam menyampaikan gagasannya selama berlangsungnya perundingan atau karena adanya kesepakatan yang diwujudkan ke dalam perjanjian tertulis untuk dilaksanakan. Sedangkan kepuasan psikologis menyangkut tingkat emosi para pihak berkonflik yang terkendali, saling menghargai, penuh keterbukaan serta dilakukan dengan sikap positif dalam memelihara hubungan pada masa-masa mendatang. Mediasi mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan jalur pengadilan. Kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administratif yang melingkupinya, membuatnya sebagai pilihan terakhir. Mediasi perasaan persamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir yang dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan atau paksaan. Solusi yang dihasilkan mengarah kepada win-win solution. Sumarjono, Ismail, Isharyanto 2008 mengungkapkan upaya untuk mencapai win-win solution itu ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya: 1. Proses pendekatan obyektif terhadap sumber sengketa lebih dapat diterima dan memberikan hasil yang saling menguntungkan, jika menitikberatkan pada kepentingan sumber konflik, bukan pada posisi para pihak. 2. Kemampuan yang seimbang dalam negosiasi atau musyawarah. Perbedaan kemampuan tawar-menawar akan menyebabkan adanya penekanan oleh pihak satu terhadap pihak yang lainnya. Ada berbagai keuntungan lain menggunakan mediasi. Beberapa diantaranya adalah : 1. Ada dua azas penting. Pertama, menghindari menang “kalah” win-lose, melainkan “sama-sama menang” win-win solution. Ini tidak saja dalam arti ekonomi atau keuangan, melainkan juga kemenangan moril, reputasi nama baik dan kepercayaan. Kedua, putusan tidak mengutamakan pertimbangan dan alasan hukum, melainkan atas dasar kesejajaran kepatutan dan rasa keadilan; 2. Mempersingkat waktu penyelesaian dari pada melalui pengadilan. Lamanya waktu penyelesaian dalam berperkara selain menyebabkan beban ekonomi keuangan dan beban psikologis yang mempengaruhi berbagai sikap dan kegiatan pihak yang berperkara. 3. Berperkara menimbulkan efek sosial yaitu putusnya persaudaraan atau hubungan sosial. Ini dapat meluas sampai kepada hubungan kekerabatan. Hal ini dapat terjadi karena suatu perkara bukan saja menjadi kepentingan dan “harga diri” yang dapat merambat pada kerabat. Suatu perkara bukan hanya melukai pihak-pihak melainkan juga kerabat. Mediasi dapat menghindarkan semua itu, dan hubungan yang retak dapat direkatkan kembali; 4. Sangat sesuai dengan dasar pergaulan sosial masyarakat Indonesia yang mengutamakan dasar kekerabatan, paguyuban, kekeluargaan dan gotong- royong. Dasar-dasar tersebut telah membentuk tingkah laku toleransi, mudah memaafkan, dan mengedepankan sikap mendahulukan kepentingan bersama. Merupakan instrumen yang baik menyelesaikan sengketa untuk menjaga dasar-dasar kekerabatan, paguyuban atau kekeluargaan; 5. Merupakan gejala global. Menyadari peliknya berperkara, maka mediasi sebagai alternatif cara penyelesaian sengketa telah berkembang secara global. Baik sebagai keluarga bangsa-bangsa maupun sebagai bagian dari tata cara hubungan hukum secara internasional, merupakan cara yang tepat menyelesaikan sengketa; 6. Dari sudut penyelenggaraan peradilan ada beberapa keuntungan mediasi. Pertama, makin banyak sengketa diselesaikan, mengurangi jumlah perkara yang masuk ke pengadilan. Kedua, pada tingkat kepercayaan sosial yang rendah terhadap hakim, mediasi merupakan salah satu alat penangkal, karena penyelesaiannya ditentukan oleh pihak-pihak. Ketiga, secara bertahap berperkara di pengadilan dapat lebih diarahkan pada persoalan-persoalan hukum bukan nilai perkara yang kompleks dan mendasar yang akan mempengaruhi perkembangan hukum. Meskipun demikian, mediasi yang berpangkal pada cooperative paradigm paradigma koperatif atau kepentigan masyarakat dan kepentingan negara juga mengandung kelemahan. Pertama, kemungkinan terjadinya kolusi perbuatan tidank jujur di antara salah satu pihak yang bersengketa karena sifat mediasi yang voluntary sukarela dan bukannya mandatory perintah. Kedua, terhadap kesepakatan yang dicapai mungkin tidak dapat dilaksanakan sebab tidak adanya kekuatan. Ketiga, kesepakatan mediasi bisa disalahgunakan. Upaya mediasi memang lebih dekat dengan ruang kehidupan masyarakat tradisional dan didukung nilai-nilai budaya setampat. Hanya saja, penyelesaian sengketa melalui musyawarah lebih ditekankan untuk menjaga keharmonisan kehidupan kelompok dan kadang-kadang dapat mengabaikan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa. Pada kasus tertentu, mediasi merupakan cara penyelesaian yang dipandang lebih efektif.

5. Konflik Sosial dan Masyarakat Multikultural

Sebagaimana dikemukakan dalam paparan pada subbab sebelumnya, konflik sering diasumsikan sebagai bentuk keadaan yang negatif seperti, perselisihan, disintegrasi perpecahan penyimpangan, destruktif merusak, dan sebagainya. Pada aspek ini konflik sering pula identik dengan kekerasan atau peperangan yang berdarah-darah. Pernyataan tersebut mendapat respon skeptis ragu-ragu seperti yang diungkapkan Suharto, 2005, “padahal konflik merupakan keniscayaan dalam masyarakat sejalan dengan proses pemenuhan kebutuhan komunitas dan perubahan sosial” Suharto, 2005: 222 juga menambahkan bahwa konflik selalu terjadi dalam setiap komunitas karena perbedaan nilai, status, kekuasaan, dan keterbatasan sumber daya senantiasa dijumpai dalam masyarakat, terlebih dalam masyarakat multikultural yaitu masyarakat yang terdiri dari banyak kebudayaan. Pakar lainnya juga menegaskan bahwa konflik berfungsi sebagai penyatuan masyarakat dan sebagai sumber perubahan. Selain itu, konflik juga berfungsi menghilangkan unsur-unsur pegganggu dalam hubungan. Dalam hal ini, konflik berfungsi sebagai penyelesaian ketegangan antara unsur-unsur yang bertentangan mempunyai kedudukan penstabil dan menjadi komponan pemersatu hubungan. Pembahasan pada beberapa konsepsi di atas, memberikan gambaran bahwa potensi konflik akan selalu ada di tengah masyarakat, tidak hanya pada komunitas yang multikultur. Dalam hal ini diperlukan upaya untuk mengenali potensi konflik yang ada di tengah masyarakat tersebut. Konsepsi yang lazim gunakan dalam mengenali situasi tersebut biasa dinyatakan sebagai upaya deteksi dini. Deteksi dini konflik merujuk pada penemuan dan pengenalan gejala dan sumber-sumber yang dianggap berpotensi memunculkan perbedaan pemahaman yang dapat berakibat munculnya konflik atau kemungkinan munculnya konflik lanjutan Rudito Famiola, 2008. Dalam pendeteksian dini, sangat diperlukan pengetahuan tentang hubungan sosial antar-kelompok atau golongan sosial yang terjadi. Didalamnya terkandung juga pengetahuan tentang anggapan dan prasangka yang ada dalam satu kelompok atau golongan sosial terhadap kelompok atau golongan lainnya.

C. Tinjauan tentang Masyarakat Rural dan Urban

Pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia yaitu, Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi. Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suatu kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya. Menurut Paul B. Horton C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompokkumpulan manusia tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Desa adalah bentuk pemerintahan terkecil yang ada di negeri ini. Luas wilayah desa biasanya tidak terlalu luas dan dihuni oleh sejumlah keluarga. Mayoritas penduduknya bekerja di bidang agraris dan tingkat pendidikannya cenderung rendah. Karena jumlah penduduknya tidak begitu banyak, maka biasanya hubungan kekerabatan antarmasyarakatnya terjalin kuat. Para masyarakatnya juga masih percaya dan memegang teguh adat dan tradisi yang ditinggalkan para leluhur mereka. Menurut UU No. 5 Tahun 1979 desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat dan hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagian besar warga masyarakat pedesaan memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pekerjaan-pekerjaan yang di luar pertanian merupakan pekerjaan sambilan yang biasa mengisi waktu luang. Masyarakat pedesaan di Indonesia bersifat homogen sejenis, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya. Selain itu, kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia identik dengan dengan istilah gotong-royong yang merupakan kerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingan mereka. Kerja bakti itu ada dua macam, yaitu kerja sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbul dari inisiatif warga masyarakat itu sendiri, dan kerja sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya tidak dari inisiatif warga itu sendiri. Secara umum kota adalah tempat bermukimnya warga kota, tempat bekerja, tempat kegiatan dalam bidang ekonomi, pemerintah dan lain-lain. Dengan kata lain, Kota adalah suatu ciptaan peradaban budaya umat manusia. Kota sebagai hasil dari peradaban yang lahir dari pedesaan, tetapi kota berbeda dengan pedesaan, karena masyarakat kota merupakan suatu kelompok teritorial di mana penduduknya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan hidup sepenuhnya, dan juga merupakan suatu kelompok terorganisasi yang tinggal secara kompak di wilayah tertentu dan memiliki derajat interkomuniti yang tinggi. Dilihat dari kenyataan yang tampak pada saat ini dalam sudut pandang geografi, kota merupakan suatu daerah yang memiliki wilayah batas administrasi dan bentang lahan luas, penduduk relatif banyak, adanya heterogenitas penduduk, sektor agraris sedikit atau bahkan tidak ada, dan adanya suatu sistem pemerintahan. Secara sosiologis penekanannya pada pola hubungan serta kesatuan masyarakat industri, bisnis, dan wirausaha lainnya dalam struktur yang lebih kompleks. Sedangkan secara fisik, kota dinampakkan dengan adanya gedung-gedung yang menjulang tinggi, hiruk pikuknya kendaraan, pabrik, kemacetan, kesibukan warga masyarakatnya, persaingan yang tinggi, polusinya, dan sebagainya. Masyarakat di perkotaan secara sosial