BAB I PENDAHULUAN
Pada bab I ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah penelitian. Dalam latar belakang tersebut akan dipaparkan mengenai hal-hal yang menjadi landasan
mengapa penelitian ini penting dilakukan oleh penliti. Selanjutnya terdapat pula pembahasan tentang batasan dan rumusan masalah, dimana dalam hal ini akan
lebih dirincikan lagi tentang fokus permasalahan yang akan diungkap dalam penelitian. Disamping itu terdapat pula pembahasan mengenai tujuan dan manfaat
penelitian serta bagaimana sistematika penulisan yang dilakukan oleh peneliti.
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada era modernisasi dan otomatisasi industri yang telah menimbulkan perubahan tata nilai kehidupan manusia, tingkat persaingan antar perusahaan semakin
meningkat, khususnya persaingan kualitas hasil perusahaan yang akan mempengaruhi kompetisi dengan perusahaan lainnya. Modal utama dari
keberhasilan kompetisi antar perusahaan yaitu sumber daya manusia SDM atau tenaga kerja. Kesadaran para pengusaha terhadap modal utama dalam
memenangkan persaingan, antara lain yang diupayakan pengusaha adalah memperketat penyeleksian calon tenaga kerja untuk mendapatkan SDM yang
berkualitas. SDM dimaksud harus memiliki motivasi kerja tinggi menjadi pilihan strategis yang harus dilakukan pengelola perusahaan. Salah satu motivasi kerja
yang relevan dan diharapkan dimiliki oleh karyawan dalam suatu perusahaan yaitu motivasi berprestasi.
Kegagalan suatu perusahaan atau organisasi dalam mengelola sumber daya manusia dapat dilihat dari banyaknya penurunan motivasi berprestasi dalam
bekerja, meningkatnya jumlah absensi ketidakhadiran, karyawan tidak bergairah dalam bekerja, karyawan merasa kecewa atau tidak dihargai akan kinerjanya
sehingga karyawan akan merasa lebih baik mencari kesempatan kerja di tempat lain. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa perusahaan tersebut belum dapat
memenuhi harapan yang diinginkan karyawan. Dengan kondisi demikian, maka akan sulit bagi karyawan untuk mempertahankan kualitas hasil yang diharapkan.
Rendahnya motivasi berprestasi yang dimiliki karyawan pada suatu perusahaan merupakan kerugian pada perusahaan itu sendiri. Dari wawancara yang peneliti
lakukan terhadap pihak Kogas Strategic Alliance, yaitu Bapak Kurniawan Hudianto selaku Corporate Secretary, didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa
adanya penurunan prestasi kerja dalam perusahaan yang dialami oleh beberapa karyawan dan juga karyawan merasa kurang bergairah dalam melaksanakan
pekerjaan di kantor. Manusia sebagai tenaga kerja merupakan salah satu unsur yang menentukan
tinggi rendahnya efektivitas suatu organisasi atau perusahaan. McClelland dalam Robbins,
2001 mengatakan
bahwa motivasi
berprestasi merupakan
kecenderungan individu memiliki dorongan yang kuat dalam mencapai keberhasilan, mengutamakan prestasi dibanding hanya sekedar kesuksesan, dan
mempunyai keinginan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih
efisien. Hal ini sangat penting dalam upaya meningkatkan perkembangan perusahaan dan pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Untuk menciptakan karyawan yang memiliki kebutuhan akan berprestasi tinggi, maka karyawan tersebut membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, baik
di lingkungan kerja maupun di tempat dimana dia tinggal dan bersosialisai dengan orang di sekitarnya. Manusia selain tercipta sebagai makhluk individu juga
tercipta sebagai makhluk sosial, dimana dalam perkembangan kehidupan manusia pasti butuh orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa membutuhkan
orang lain, selalu berinteraksi, saling bersosialisasi maupun bertukar pengalaman. Dengan hubungan tersebut seseorang dapat memperoleh dukungan atau bantuan
sehingga individu merasa dapat bergantung, dipedulikan dan dicintai, atau dapat dikatakan pula bahwa individu mendapatkan kenyamanan secara fisik dan
psikologis. Dengan begitu, secara tidak langsung manusia yang hidupnya untuk bekerja akan merasa termotivasi demi kualitas pekerjaan yang dijalaninya.
Dukungan sosial sangat diperlukan individu dalam berhubungan dengan orang lain demi melangsungkan hidupnya di tengah masyarakat. Rook dalam
Smet 1994 mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu fungsi dari ikatan sosial. Ikatan sosial tersebut menggambarkan tingkat kualitas umum dari
hubungan interpersonal. Pengertian dukungan sosial didefinisikan oleh House dalam Smet 1994 sebagai transaksi interpersonal yang melibatkan satu atau
lebih aspek yang terdiri dari dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi. Tersedianya dukungan sosial akan membuat individu merasa dicintai,
diperhatikan, dihargai dan menjadi bagian dalam kelompok. Oleh karena itu,
karyawan yang bekerja di suatu perusahaan perlu mendapatkan dukungan sosial baik dari pimpinan ataupun rekan kerja di lingkungan kerjanya.
Untuk mendapatkan berbagai dukungan sosial tersebut, individu akan mendapatkannya dari berbagai sumber. Menurut Rook dan Dooley dalam
Kuntjoro, 2002 ada dua sumber dukungan sosial yaitu: sumber natural dan sumber artificial. Sumber dukungan sosial natural diterima seseorang melalui
interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga anak, istri, ataupun suami,
teman dekat atau relasi. Sedangkan sumber dukungan sosial artificial merupakan dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya
dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. Sedangkan menurut Sarafino 1998 mengatakan bahwa dukungan sosial dapat
diperoleh dari berbagai sumber yang berbeda, yaitu: suami atau isteri, keluarga, rekan kerja, dokter, ataupun komunitas organisasi.
Manusia, selain disebut sebagai makhluk sosial, juga dapat disebut sebagai makhluk beragama. Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai sistem
nilai yang memuat norma tertentu. Secara umum norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan berperilaku agar sejalan dengan keyakinan
agama yang dianut oleh individu. Dalam ajaran agama Islam terdapat doktrin yang menyuruh umat Islam untuk menjalankan agama secara kafah. Setiap
Muslim, baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak, diperintahkan agar didasaridilandasi oleh nilai keislaman. Dalam melakukan aktivitas ekonomi
sosial, politik atau aktivitas apapun, umat Islam diperintahkan untuk
menjalankannya sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Dengan kata lain, bekerja merupakan aktifitas ibadah.
Ketaatan individu terhadap perintah agama yang diyakininya dinamakan dengan religiusitas Kamus Besar Bahasa Indonesia. Fetzer 1999
mengemukakan bahwa religiusitas yaitu seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari daily spiritual experiences,
mengalami kebermaknaan hidup dalam beragama meaning, mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai values, meyakini ajaran agamanya beliefs,
memaafkan forgiveness, melakukan praktik keagamaan ibadah secara menyendiri private religious practices, menggunakan agama sebagai coping
religiousspiritual coping, mendapat dukungan penganut sesama agama dan kepada kelompoklembaga dalam agama religious support, mengalami sejarah
keberagamaan religiousspiritual history, komitmen beragama commitment, mengikuti organisasikegiatan keagamaan organi
z
ational religiusness dan meyakini pilihan agamanya religious preference. Religiusitas diwujudkan dalam
berbagai bentuk, tidak hanya pada kegiatan yang kasat mata tetapi lebih dalam lagi, mencakup aspek perasaan, motivasi, dan aspek batiniah manusia. Aktivitas
beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual beribadah, tapi juga dalam bentuk perilaku sosial. Religiusitas dalam kaitannya
dengan kehidupan sehari-sehari berfungsi sebagai sumber motivasi dan sumber inspirasi dalam melakukan berbagai aktivitas termasuk bekerja. Ali dalam
Jalaludin, 2000 mengemukakan bahwa peranan agama dalam pembangunan selain sebagai etos pembangunan juga berfungsi sebagai sumber motivasi.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Athiyah 2004, menyebutkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara komitmen beragama dengan motivasi kerja.
Peneliti menggunakan variabel religiusitas yaitu komitmen beragama. Begitu juga dengan penelitian yang peneliti lakukan saat ini, komitmen beragama dipandang
sebagai salah satu dimensi dari dua belas dimensi religiusitas hasil laporan penelitian yang diterbitkan oleh Fet er Institute and National Institute on Aging
Working Group pada tahun 1999, yang berjudul “Multidimensional Measurement of Religiousness, Spirituality for Use in Health Research”.
Ajaran agama yang sudah menjadi keyakinan mendalam akan mendorong seseorang untuk mengejar tingkat kehidupan yang lebih baik. Pengalaman ajaran
agama tercermin dari pribadi yang berpartisipasi dalam peningkatan mutu kehidupan tanpa mengharapkan imbalan yang berlebihan. Kuper dan Smith
dalam Jalaludin, 2000 juga menjelaskan bahwa fungsi agama yaitu sebagai sumber motivasi dan etos masyarakat. Dalam konteks ini, agama memberi
pengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya dapat memberikan motivasi seseorang dalam melaksanakan kegiatan termasuk dalam bekerja.
Riggio 2000 mengungkapkan empat variabel yang dapat mempengaruhi motivasi dalam kaitannya dengan kinerja dan produktivitas seseorang, yaitu:
sistem dan teknologi, perbedaan individual, pengaruh kelompok, dan pengaruh organisasi. Variabel dukungan sosial pada penelitian ini bisa dikatakan sebagai
salah satu faktor yang telah disebutkan, yaitu termasuk faktor pengaruh kelompok. Dalam organisasi ataupun perusahaan, seorang pegawai dapat memiliki motivasi
berprestasi apabila dalam perusahaan tersebut terjadi interaksi interpersonal antar
pegawai. Begitu juga dengan variabel religiusitas dalam penelitian ini, hal tersebut bisa termasuk ke dalam faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi karyawan
sesuai teori yang dikemukakan oleh Riggio 2000. Religiusitas termasuk ke dalam faktor perbedaan individual yang bisa memberi pengaruh terhadap motivasi
berprestasi karyawan dalam bekerja. Selain hal yang telah disebutkan diatas, terdapat juga penelitian lain yang
membahas mengenai motivasi berprestasi. Yasra Hayati 2010 dalam penelitiannya menyatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja merupakan prediktor
positif terhadap motivasi berprestasi karyawan. Artinya indikator tersebut mampu memotivasi karyawan dalam bekerja, karena peningkatan kualitas kehidupan
bekerja di perusahaan berkontribusi dalam mencari karyawan yang berkualitas, menciptakan lingkungan kerja yang mampu memotivasi karyawannya dalam
bekerja, dan mempertahankan kompetitif perusahaan. Penelitian mengenai motivasi berprestasi selanjutnya yang dilakukan oleh Darna 2010 menghasilkan
bahwa faktor penilaian kerja berpengaruh positif dan signifikan sebesar 14,20 terhadap peningkatan motivasi berprestasi karyawan. Artinya, dengan adanya
penilaian kerja akan mampu meningkatkan motivasi berprestasi karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Samson 2006 menunjukkan bahwa adanya
pengaruh yang sangat signifkan antara motivasi berprestasi terhadap kinerja karyawan di PDAM kota Ambon. Hal tersebut membuktikan bahwa pentingnya
motivasi beprestasi bagi setiap karyawan yang ingin mencapai keberhasilan dalam pekerjaan yang dilakukannya. Individu yang memiliki kebutuhan prestasi yang
tinggi merupakan orang-orang yang tertarik untuk memenuhi segala kebutuhan
dengan cara terbaik, individu tersebut lebih memilih situasi dimana individu dapat mengendalikan tujuan dan menilai sendiri berdasarkan evaluasi dan
pengalamannya. Berdasarkan berbagai penelitian sebelumnya dan penjelasan mengenai hal-
hal yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi, yaitu dukungan sosial dan religiusitas, diharapkan dapat mempengaruhi tingkat motivasi berprestasi
karyawan yang bekerja di suatu organisasi atau perusahaan. Oleh sebab itu, penelitian tentang motivasi berprestasi penting dilakukan karena dalam suatu
organisasi setiap karyawan diharapkan bekerja dengan motivasi yang tinggi, sehingga karyawan akan terdorong untuk mencurahkan segenap kemampuannya
dalam menjalankan tugas yang diberikannya dan juga demi mencapai keberhasilan dalam bekerja.
Motivasi berprestasi karyawan dapat berubah karena faktor yang mempengaruhinya, seperti faktor dukungan sosial yang diterimanya sehingga
dapat memberikan motivasi yang tinggi bagi karyawan tersebut dalam melakukan pekerjaannya. Begitu juga faktor religiusitas diharapkan dapat memberikan
motivasi yang tinggi bagi karyawan dalam mencapai prestasi kerjanya. Hal tersebut telah dibuktikan dari beberapa penelitian yang menyatakan bahwa agama
sebagai sebuah sistem nilai dapat dikategorikan sebagai salah satu faktor yang berperan penting dalam menumbuhkan motivasi berprestasi. Dengan kata lain,
ajaran agama tidak hanya mengajarkan hal-hal yang bersifat ritual semata, melainkan juga mengatur hal-hal yang bersifat keduniawian, dimana agama juga
mengarahkan individu menuju peningkatan atau pencapaian puncak prestasi.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas serta melihat betapa pentingnya dukungan sosial dan religiusitas terhadap motivasi berprestasi, mendorong
peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Dukungan Sosial dan Religiusitas terhadap Motivasi Berprestasi Karyawan Kogas Strategic
Alliance”.
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah 1.2.1 Batasan masalah