65
B. Pembahasan
Berpikir kreatif erat kaitannya dengan pemecahan masalah. Hal ini disebabkan oleh pemecahan masalah yang memerlukan aktivitas berpikir,
yaitu berpikir kreatif Sunarya, 2013, hlm. 713. Kemampuan berpikir kreatif dapat ditingkatkan dengan mendesain pembelajaran yang dapat memberikan
kesempatan lebih bagi siswa untuk mengeksplorasi permasalahan yang memberikan banyak solusi Silver dalam Fardah, 2012.
Dalam penelitian ini, model pembelajaran yang diterapkan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa adalah model open-ended
problems, dalam hal ini siswa diberikan permasalahan yang dapat diselesaikan dengan beragam solusi. Tiga aspek kemampuan berpikir kreatif
fluency, flexibility, dan originality yang dianalisis didasarkan pada lembar observasi dan tes akhir yang dijelaskan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.5 Perbedaan Ketercapaian Aspek Berpikir Kreatif Siswa pada Lembar Observasi dan Tes
Open-Ended
Instrumen Ketercapaian Aspek Berpikir Kreatif
fluency flexibility
originality Lembar Observasi
68,62 54,82
60,41 Tes Open-Ended
63,30 54,34
48
Aspek Fluency
Fluency kefasihan dalam memecahkan suatu masalah mengacu pada keberagaman bermacam-macam jawaban masalah yang dibuat siswa
dengan benar. Jawaban yang beragam ini belum tentu berbeda. Beberapa jawaban dikatakan beragam tetapi tidak berbeda bila jawaban-jawaban itu
tidak sama satu dengan yang lain, namun tampak didasarkan pada suatu pola atau urutan tertentu.
66
Berdasarkan Tabel 4.5, presentase ketercapaian aspek fluency pada lembar observasi dan tes open-ended menduduki posisi paling tinggi dan
masing-masing termasuk dalam kategori baik dengan nilai presentase 68,62 dan 63,30. Hal ini menandakan bahwa siswa memiliki
kemampuan yang baik dalam memberikan berbagai macam solusi dari permasalah open-ended yang diberikan. Aspek fluency ini merupakan aspek
berpikir kreatif yang berada di urutan terendah jika dibandingkan dengan aspek flexibility dan originality Siswono, 2011, hlm. 549. Oleh karena itu
ketercapaian siswa pada aspek ini menduduki posisi paling tinggi. Siswa lebih cenderung dominan memiliki aspek fluency. Hal ini dapat
dibuktikan dengan tanggapan siswa pada saat wawancara dan diberikan pertanyaan mengenai hal baru yang ditemukan melalui pembelajaran open-
ended problems. Berikut tanggapan yang diberikan responden: “Lebih tau ternyata baterai tuh ga cuma satu. Trus kayak baterai tuh
macem-macem ada yang primer ada yang sekunder”Siswa kelompok
tinggi 1. Dari pertanyaan yang diajukan tersebut siswa berpendapat bahwa
macam-macam baterai seperti baterai primer dan sekunder merupakan hal baru baginya. Ini membuktikan siswa memiliki aspek fluency yang lebih
dominan. Karena macam-macam baterai bukan merupakan hal baru yang dapat diketahui oleh siswa pada tingkatan pengetahuannya sekarang ini.
Aspek Flexibility
Flexibility keluwesan dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa memecahkan masalah dengan berbagai cara yang
berbeda. Berdasarkan Tabel 4.5, ketercapaian aspek flexibility pada lembar observasi berada di posisi terendah dan termasuk ke dalam kategori cukup
dengan presentase sebesar 54,82, sementara ketercapaian aspek flexibility berdasarkan tes open-ended menduduki posisi kedua dengan presentase
54,34 dan termasuk ke dalam kategori cukup juga.
67
Aspek flexibility merupakan aspek terpenting kedua setelah aspek originality karena aspek flexibility ini menunjukkan produktivitas ide yang
digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah Siswono, 2011, hlm. 549. Pada aspek flexibility siswa dituntut untuk dapat memberikan solusi yang
bervariasi.
Aspek Originality
Originality kebaruan dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang
berbeda-beda tetapi bernilai benar atau satu jawaban yang tidak biasa dilakukan oleh individu siswa pada tahap perkembangan mereka atau
tingkat pengetahuannya. Berdasarkan Tabel 4.5, presentase ketercapaian aspek originality pada lembar observasi sebesar 60,41 termasuk ke dalam
kategori cukup sementara pada tes open-ended, aspek originality juga mencapai kategori cukup dengan presentase sebesar 48.
Aspek originality ditempatkan pada posisi tertinggi diantara dua aspek berpikir kreatif lainnya, karena originality merupakan ciri utama
dalam menilai suatu produk pemikiran kreatif yang harus berbeda dengan sebelumnya Siswono, 2011, hlm. 549. Oleh karena itu aspek originality
dinilai sangat penting dalam mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa. Namun pada tes open-ended, ketercapaian aspek berpikir kreatif ini berada
di posisi paling rendah karena jika dibandingkan dengan aspek berpikir kreatif lainnya seperti flexibility dan fluency. Karena aspek originality
berada di posisi paling atas, siswa masih mengalami kesulitan untuk mencapai aspek tersebut.
Lebih tingginya ketercapaian aspek berpikir kreatif pada hasil observasi disebabkan oleh penyediaan sumber belajar seperti buku dan
internet pada saat pembelajaran berlangsung. Sementara saat pelaksanaan tes, sumber belajar tidak diperbolehkan untuk digunakan. Pengembangan
potensi peserta didik yang terkait dengan pengembangan kreativitas dapat dilakukan melalui pembelajaran dengan menggunakan sumber belajar.
68
Melalui sumber belajar peserta didik terdorong untuk ingin tahu terhadap sesuatu Wardani, 2013, hlm. 54.
Pada tes open-ended siswa menyelesaikan permasalahan yang terdapat pada soal tanpa bantuan sumber belajar, hanya mengingat
pengetahuan sebelumnya atau menghubungkan pengalamannya dengan permasalahan pada soal tersebut. Penurunan ketercapaian aspek berpikir
kreatif terjadi karena pengaruh sumber belajar. Dengan sumber belajar siswa dapat mengeksplorasi pengetahuan serta memfasilitasi siswa untuk
menjawab rasa ingin tahunya sehingga siswa dapat memunculkan banyak solusi dari permasalahan yang diberikan. Sehingga ketercapaian aspek
berpikir kreatif ini lebih baik jika menggunakan sumber belajar. Berdasarkan uraian dari ketiga aspek berpikir kreatif, dapat
disimpulkan bahwa ketercapaian aspek berpikir kreatif siswa dengan presentase tertinggi dan kategori baik dari hasil observasi serta tes open-
ended terdapat pada aspek fluency. Sementara aspek berpikir kreatif dengan pencapaian sangat rendah adalah pada aspek flexibility jika dilihat dari
lembar observasi dan pada aspek originality jika dilihat dari hasil tes open- ended.
Urutan ketercapaian aspek berpikir kreatif berdasarkan hasil tes open- ended adalah sebagai berikut: aspek fluency pada urutan pertama,
kemudian aspek flexibility pada urutan kedua dan terakhir aspek originality. Urutan ketercapaian tiga aspek ini sama seperti hasil uji coba II pada tes
open-ended untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif yang dilakukan oleh Nahadi, dkk 2015. Menurutnya, ketercapaian aspek berpikir kreatif
masih kurang. Kurangnya kemampuan siswa dalam berpikir kreatif tak lepas dari proses pembelajaran yang berlangsung dalam pendidikan formal.
69
Jumla h Sis
w a
2 4
6 8
10 12
14 16
18
Siswa Sangat Baik
Baik Cukup
Kurang Sangat Kurang
Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif
Tingkat kemampuan berpikir kreatif dipengaruhi oleh ketiga aspek berpikir kreatif antara lain: fluency, flexibility, dan originality. Data hasil
penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus kriteria berpikir kreatif, sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa berada pada kategori
yang berbeda-beda dapat diketahui Utomo, dkk., 2014, hlm. 7. Berdasarkan data penskoran dari hasil jawaban tes open-ended setiap siswa
diperoleh skor total yang kemudian dikonversi ke dalam bentuk presentase untuk dapat menentukan kategori tingkat berpikir kreatif siswa. Dapat
dilihat pada Gambar 4.1 mengenai kategori tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa secara keseluruhan.
Gambar 4.1 Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Secara Keseluruhan
Berdasarkan Gambar 4.1, tidak ada siswa yang mampu mencapai kategori baik dan sangat baik pada tingkat kemampuan berpikir kreatif.
Artinya siswa tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang diberikan
70
2 4
6 8
10 12
14 16
Kelompok Tinggi Kelompok
Sedang Kelompok
Rendah Sangat Baik
Baik Cukup
Kurang Sangat Kurang
dengan memenuhi ketiga aspek berpikir kreatif untuk mencapai kategori sangat baik. Kemudian siswa juga tidak dapat memenuhi aspek fluency dan
originality atau aspek fluency dan flexiblity dalam menyelesaikan seluruh permasalahan yang diberikan untuk mencapai kategori baik.
Berdasarkan pengelompokkan siswa tinggi, sedang dan rendah, tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Berdasarkan kelompok
Pada Gambar 4.2, kategori cukup hanya dapat tercapai oleh 1 orang siswa pada kelompok sedang dan tidak mampu dicapai oleh siswa pada
kelompok tinggi. Menurut Philip dalam Kuspriyanto 2013, hlm. 136 kreativitas atau kemampuan berpikir kreatif tidak dapat dipaksakan, namun
diharuskan untuk tumbuh. Pembiasaan atau pembudayaan berpikir kreatif dapat dilakukan sebagai upaya mengembangkan kemampuan berpikir dan
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah Kuspriyanto, 2013, hlm. 138. Model open-ended problems merupakan suatu model pembelajaran
yang baru dan belum dikenal oleh siswa. Sehingga model pembelajaran ini Juml
ah S iswa
71
belum dapat membiasakan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Hal ini terlihat dari Gambar 4.1 yang menunjukkan
bahwa tingkat kemampuan berpikir kreatif dengan jumlah siswa terbanyak terdapat pada kategori kurang dengan jumlah 17 orang siswa. Kurangnya
kemampuan berpikir kreatif siswa akibat kurangnya pembiasaan proses pembelajaran dengan model open-ended problems yang juga diperkuat
dengan tanggapan salah satu siswa pada saat wawancara sebagai berikut: “Apakah pembelajaran open-ended dapat memotivasi untuk lebih
kreatif? Alasannya apa? ” Peneliti
“Iya Soalnyaa, ini kan hal baru ya kak. Gimana ya alesannya . Yaa baru aja gitu loh. Ga biasa maksudnya, ini kan kita berkelompok juga
nanti baru pendapat satu-satu di didiskusiin yang paling bagus baru disampein
” Siswa kelompok tinggi 2. Pada cuplikan wawancara di atas, siswa tersebut mengatakan bahwa
pembelajaran open-ended merupakan hal yang baru dialami dalam proses belajar selama ini. Oleh karena itu, siswa belum terbiasa dengan proses
pembelajaran seperti yang dilakukan oleh peneliti. Siswa juga mengalami kesulitan dalam penerapan model open-ended
problems yang menyebabkan rendahnya tingkat berpikir kreatif siswa. Hal ini dapat teridentifikasi dari beberapa responden yang mengalami kesulitan
saat proses pembelajaran berlangsung, berikut adalah pendapat beberapa responden tersebut saat ditanya perihal “apakah ada kesulitan yang dialami
saat pembelajaran berlangsung? ”
“Kan kita kan gak tau semuanya gitu kak. Jadi ya ada kesulitannya
”Siswa Kelompok Sedang 1. “Sulitnya, ya itu. Nyari tau dulu sedikit. Nyari tau materinya”Siswa
Kelompok Rendah 1. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan
Harta. 2014, hlm. 253 yang menghasilkan sikap negatif siswa terhadap pembelajaran open-ended karena tidak terbiasa dan sering mengalami
kesulitan. Berdasarkan pengamatan pada saat awal pembelajaran pun
72
sebagian siswa kebingungan dalam menghadapi soal open-ended. Adapun menurut Mustikasari, dkk 2010, hlm. 58, siswa belum terbiasa diberikan
soal dalam bentuk open-ended, sehingga siswa masih canggung dan kurang kepercayaan diri untuk mengerjakan soal open-ended yang diberikan.
Berdasarkan 15 butir soal open-ended yang diajukan, kemampuan berpikir kreatif beberapa siswa mampu mencapai tingkat sangat kreatif pada
nomor soal tertentu. Pada tingkat sangat kreatif ini, siswa mampu mencapai ketiga aspek berpikir kreatif yaitu fluency, flexibility dan originality dalam
menjawab soal yang diajukan. Soal nomor 3 yang berisi pertanyaan mengenai cara membuat cincin emas terlihat baru, mampu dijawab oleh 1
orang siswa dengan tingkatan sangat kreatif dan soal nomor 9 yang berisi pertanyaan mengenai penyebab perbedaan logam emas dan logam besi pun
mampu dijawab oleh 1 orang siswa dengan sangat kreatif. Tes open-ended mampu mengukur aspek berpikir kreatif dan tingkat berpikir kreatif siswa,
namun rendahnya tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa yang didapatkan dalam penelitian ini disebabkan oleh model open-ended
problems yang masih baru dan belum dikenal oleh siswa.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan pada bab IV mengenai kemampuan berpikir kreatif siswa kelas XII pada pembelajaran
elektrokimia melalui model pembelajaran open-ended problems, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara keseluruhan berdasarkan hasil observasi, aspek fluency dapat
tercapai dengan kategori baik, aspek flexibility dapat tercapai dengan kategori cukup dan aspek originality dapat tercapai dengan kategori
cukup. 2.
Secara keseluruhan berdasarakan hasil tes open-ended, aspek fluency dapat tercapai dengan kategori baik, aspek flexibility dapat dicapai
dengan kategori cukup dan aspek originality dapat tercapai dengan kategori cukup.
3. Tingkat kemampuan berpikir kreatif dari 28 orang siswa secara
keseluruhan tercapai oleh 1 orang siswa pada kategori cukup, 17 orang siswa pada kategori kurang dan 10 orang siswa pada kategori sangat
kurang. Jika dikonversi ke dalam bentuk presentase, kategori cukup mencapai 3,57, kategori kurang mencapai 60,71 dan kategori sangat
kurang tercapai dengan presentase 35,71 . 4.
Aspek kemampuan berpikir kreatif yang mampu dicapai oleh siswa dengan presentase tertinggi ialah aspek fluency.
73