dengan menyiapkan catatan kata-kata baru yang belum diketahui. Setelah itu, carilah artinya di dalam kamus. Perbendaharaan kata yang banyak
sangat membantu dalam memahami suatu bacaan. 2.
Sikap tubuh membaca cepat memang memerlukan konsentrasi yang tinggi. Tidak jarang pembaca justru berada dalam posisi tegang. Kondisi
yang seperti ini justru menjadi penghambat. Untuk itu, ambilah posisi santai saat membaca.
3. Membaca sepintas lalu dengan membaca sepintas lalu, dapat
mengantisipasi hal-hal yang mungkin akan terjadi. 4.
Konsentrasi. Konsentrasi yang penuh menghindarkan dari melamun atau pikiran yang melayang-layang. Kesulitan dalam berkonsentrasi
menunjukkan kecepatan membaca yang rendah. Untuk itu, usahakan agar selalu berkonsentrasi ketika membaca cepat.
5. Retensimengingat kembali informasi dari bacaaan. Mengingat kembali
informasi yang baru saja dibaca bisa dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan, diskusi, maupun
menulis kembali informasi yang sudah diterima. 6.
Tujuan dari membaca itu sendiri. Dengan menentukan tujuan dari membaca, akan mengetahui apakah bacaan tersebut sesuai dengan
kebutuhan atau seperti yang diinginkan. 7.
Motivasi. Motivasi yang jelas dalam membaca akan memengaruhi tingkat pemahaman bacaan. Jika sudah memiliki motivasi yang jelas
dalam membaca suatu bacaan, akan lebih mudah menyerap informasi dalam bacaan tersebut. Untuk itu, tumbuhkanlah motivasi dalam
membaca.
F. Cara mengukur kecepatan membaca
Mengukur jumlah kata dalam bacaan dapat dilakukan dengan jalan menghitung kata perbaris rata-rata dikalikan jumlah baris yang dibaca. Untuk
menghitung kata perbaris rata-rata, hitung jumlah kata dalam lima baris sesudah itu dibagi lima hasilnya adalah kata perbaris kata-kata. Contoh :
Jumlah kata perbaris rata-rata : 11 Jumlah baris yang dibaca
: 60 Jumlah kata yang dibaca
: 11 x 60 = 660 Jika kita membaca 2 menit 10 detik, atau 130 detik maka kecepatan membaca
kita adalah 660 kata 130 detik = 346 kata permenit.
4. HASIL BELAJAR
A. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya,
yaitu “hasil” dan “belajar” . pengertian hasil product menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau
proses yang mengakibatkannya berubahnya input secara fungsional. Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan
mengubah bahan raw material menjadi barang jadi finished good. Hal yang sama berlaku untuk memberikan batasan bagi istilah hasil panen,
hasil penjualan, hasil pembangunan, termasuk hasil belajar. Dalam siklus input-proses-hasil, hasil dapat dengan jelas dibedakan dengan input akibat
perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegaiatan belajar mengajar, setelah mengalami belajar, peserta didik berubah perilakunya disbanding
sebelumnya. Hubungan itu digambarkan oleh Grounlound sebagai berikut:
Belajar adalah proses dalam individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Perubahan
ini diperoleh melalui usaha bukan karena kematangan, menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman.
Belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan tersebut disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang
belajar, tidak pada orang lain dan setiap individu menampilkan perilaku belajar yang berbeda. Perbedaan penampilan itu disebabkan karena setiap
individu mempunyai karakteristik individual yang khas, seperti minat, intelegensi, perhatian, bakat, dan sebagainya.
Proses pengajaran merupakan sebuah aktivitas sadar untuk membuat peserta didik belajar. Proses sadar mengandung implikasi bahwa
pengajaran merupakan sebuah proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran goal directed. Dalam konteks demikian maka hasil
belajar merupakan perolehan dari proses belajar peserta didik sesuai dengan tujuan pengajaran ends are being attained.
10
B. Sasaran Evaluasi Hasil Belajar
Dalam sejarah pengukuran dan penilaian pendidikan tercatat, bahwa pada kurun waktu tahun empat puluhan, beberapa orang pakar pendidikan
di Amerika Serikat yaitu Benjamin S. Bloom, M. D. Englehart, E. Furst, W. H. Hill, Daniel R. Kratwohl dan didukung pula oleh Ralph A. Tylor,
10
Ahmad Qurtubi, Pengantar teori evaluasi pendidikan, Tanggerang: Bintang Harapan Sejahtera. 2009, h. 49.
mengembangkan suatu metode pengklasifikasian tujuan pendidikan yang disebut taxonomy. Ide untuk membuat taksonomi itu muncul setelah lebih
kurang lima tahun mereka berkumpul dan mendiskusikan pengelompokan tujuan pendidikan, yang pada akhirnya melahirkan sebuah karya Bloom
dan kawan-kawannya itu, dengan judul Taxonomy of educational objectives.
Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan berpendapat bahwa taksonomi pengelompokan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu pada
tiga jenis domain daerah binaan atau ranah yang melekat pada diri peserta didik yaitu; ranah proses berfikir cognitive domain, ranah nilai atau sikap
affective domain, dan ranah keterampilan psychomotor domain.
11
Mengingat ranah-ranah yang terkandung dalam suatu tujuan pendidikan merupakan sasaran evaluasi hasil belajar, maka kita perlu
mengenal secara terperinci. Pengenalan terhadap ranah tersebut akan sangat membantu pada saat memilih dan menyusun instrumen evaluasi
hasil belajar. Adapun ranah-ranah tersebut sebagai berikut:
a. Segi Kognitif
Tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan
terhadap pengetahuan
dan informasi,
serta pengembanagan keterampilan intelektual Jaralinek dan Foster.
Taksonomi atau penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan adanya 6 enam kelas atau tingkat yaitu:
11
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2009, h. 49.