Pola Kemitraan Usaha Teori Kemitraan Usaha

34 Kinerja UMKM Pembinaan Pelatihan SDM Akses Pemasaran ingin meningkatkan kinerjanya harus mempunyai komitmen terhadap pengembangan kualitas SDM. 14 Gambar 2.A.1 Faktor yang mempengaruhi Kinerja UMKM di LotteMart Cabang Bintaro

6. Pola Kemitraan Usaha

Menurut Mudrajat Kuncoro, pola kemitraan di Indonesia dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pola keterkaitan langsung dan keterkaitan tidak langsung. 15 a. Pola Keterkaitan Langsung 1. Pola PIR Perkebunan Inti Rakyat, dimana bapak angkat usaha besar sebagai inti, sedangkan petani kecil sebagai plasma. 2. Pola Dagang, dimana bapak angkat bertindak sebagai pemasar produk yang dihasilkan oleh mitra usahanya. 14 Marco Sumampouw, “Investasi sumber daya manusia dan perkembangan perusahaanorganisasi”, Manajemen Usahawan Indonesia, Volume 26, No 7,1997 h. 20 15 Mudrajad Kuncoro, Ekonomika Industri Indonesia : Menuju Negara Industri Baru 2030, Yogyakarta : Penerbit ANDI, 2007, h. 374 35 3. Pola Vendor, dimana produk yang dihasilkan oleh anak angkat tidak memiliki hubungan kaitan ke depan maupun ke belakang dengan produk yang dihasilkan oleh bapak angkatnya. 4. Pola Subkontrak, dimana produk yang dihasilkan oleh anak angkat merupakan bagian proses produksi usaha yang dilakukan oleh bapak angkat, lalu terdapat interaksi antara anak dan bapak angkat dalam bentuk keterkaitan teknis, keuangan, atau informasi b. Pola Keterkaitan Tidak Langsung, merupakan pola pembinaan murni. Dalam pola ini tidak ada hubungan bisnis langsung antara usaha besar dengan mitra usaha. Hal ini yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi sebagai bagian salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat. Pola pembinaan melalui program ini meliputi : pelatihan pengusaha kecil, pelatihan calon konsultan pengusaha kecil, bimbingan usaha, konsultasi bisnis, monitoring usaha, temu usaha, dan lokakarya atau seminar usaha kecil. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil, terdapat 6 pola kemitraan Usaha yang diurai secara dalam pasal 27, yaitu inti plasma, subkontrak, dagang umum, waralaba, keagenan, dan bentuk-bentuk lain, penjelasannya sebagai berikut: 36 a. Inti plasma Pola inti plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar, yang di dalamnya usaha menengah atau besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil bertindak sebagai plasma; perusahaan inti melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi. Beberapa keunggulan dari pelaksanaan pola inti plasma adalah sebagai berikut: 16 1. Memberikan keuntungan timbal balik antara perusahaan inti dengan plasma melalui pembinaan dan penyediaan sarana produksi, pengolahan serta pemasaran hasil, sehingga tumbuh ketergantungan yang saling menguntungkan. 2. Meningkatkan keberdayaan plasma dalam hal kelembagaan, modal sehingga pasokan bahan baku kepada perusahaan inti lebih terjamin dalam jumlah dan kualitas 3. Usaha skala kecilgurem yang dibimbing inti mampu memenuhi skala ekonomi, sehingga usaha kecil ini mampu mencapai efisiensi. 16 Lala M. Kolopaking, Kemitraan dalam Pengembangan Usaha Ekonomi Skala KecilGurem, Makalah Lokakarya Nasional Pengembangan Ekonomi Daerah Melalui Sinergitas Pengembangan Kawasan, Jakarta: 2002, h. 9 37 4. Perusahaan inti dapat mengembangkan komoditas, barang produksi yang mempunyai keunggulan dan mampu bersaing di pasaran. 5. Keberhasilan pola inti-plasma dapat menjaadi daya tarik bagi investor lainnya sehingga dapat menumbuhkan pusat- pusat pertumbuhan ekonomi yang baru yang pada gilirannya membantu pemerataan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan pelaksanaan di lapangan, harus diakui banyak kendala yang dihadapi, yaitu: 17 1. Kelompok atau koperasi yang menaungi masyarakat apabila belum mandiri, maka tidak dapat mewakili aspirasi anggotanya 2. Pemahaman atas hak dan kewajiban umumnya belum baik 3. Perusahaan inti belum sepenuhnya memenuhi fungsi dan kewajiban sebagaimana diharapkan 4. Belum ada kontrak yang benar-benar bisa menjamin terpenuhinya persyaratan komoditas yang diharapkan 17 Ibid, h. 11. 38 5. Belum adanya lembaga arbitrase yang mampu menjadi penengah kala terjadi perselisihan. b. Subkontrak Pola Subkontrak adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar, yang dalam hubungan kemitraan usaha kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar sebagai bagian dari produksinya. Model Kemitraan Sub-Kontrak ini dibedakan menjadi 3 tiga kategori, yaitu: 18 1. Sub-contracting up-stream Bilamana bahan baku atau produk dalam bentuk setengah jadi dibuat oleh usaha kecil, dan finishing-nya dilaksanakan oleh usaha menengah atau usaha besar. 2. Sub-contracting down-stream Bilamana bahan baku atau barang setengah jadi dibuat oleh usaha menengah dan usaha besar, sedangkan finishing-nya dilaksanakan oleh usaha kecil. Jadi pada 18 Martani Huseini, Keterkaitan antara Industri Kecil dengan Industri MenengahBesar Melalui Pola Kerjasama Bapak-Anak Angkat di Daerah Perkotaan, Jakarta: PAU UI, 1991 39 dasarnya merupakan kebalikan dari sub-contracting up- stream 3. Sub-contracting partikel Bilamana hanya sebagian dari mata rantai proses produksi yang dikerjakan oleh usaha menengah atau usaha besar dikerjakan oleh usaha kecil Terdapat keuntungan dan kelemahan Pola kemitraan subkontrak, yaitu: 19 1. Keuntungan Dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal, dan keterampilan serta menjamin pemasaran kelompok mitra usahanya. 2. Kelemahan Kecenderungan mengisolasi produsen kecil sebagai sub kontrak pada satu bentuk hubungan monopoli dan monopsoni. Hal itu terutama dirasakan dalam penyediaan bahan baku dan pemasaran. Akibatnya, sering terjadi penekanan terhadap harga input yang tinggi dan harga produk yang rendah, kontrol kualitas produk yang ketat, dan sistem pembayaran yang sering terlambat, serta 19 Mohammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000, h. 72-73 40 adanya gejala eksploitasi tenaga untuk mengejar target produksi. c. Dagang Umum Pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya. Keuntungan dari pola ini adalah adanya jaminan harga atas produk yang dihasilkan dan kualitas sesuai dengan yang telah ditentukan atau disepakati. Sedangkan kelemahan pola ini memerlukan permodalan yang kuat sebagai modal kerja dalam menjalankan usahanya baik oleh kelompok mitra usaha maupun perusahaan mitra usaha, juga pengusaha besar seperti swalayan menentukan dengan sepihak mengenai harga dan volume yang sering merugikan pengusaha kecil. 20 d. Waralaba Pola waralaba adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hal penggunaan lisensi, merek 20 Ibid , h. 75-76 41 dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Perusahaan mitra usaha sebagai pemilik waralaba, bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program pemasaran, merk dagang, dan hal-hal lainnya, kepada mitra usahanya sebagai pemegang usaha yang diwaralabakan. Sedangkan pemegang usaha waralaba, hanya mengikuti pola yang telah ditetapkan oleh pemilik waralaba serta memberikan sebagian pendapatannya berupa royaltu dan biaya lainnya yang terkait dari kegiatan usaha tersebut. Kelebihan dari pola waralaba ini antara lain: 21 1. Perusahaan pewaralaba dan perusahaan terwaralaba sama- sama mendapatkan keuntungan sesuai dengan hak dan kewajibannya berupa: adanya alternatif sumber dana, penghematan modal, efisiensi. 2. Membuka kesempatan kerja yang sangat luas. Kelemahan pola waralaba: 1. Apabila salah satu pihak ingkar dalam menepati kesepakatan yang telah ditetapkan sehingga terjadi perselisihan. 21 Ibid, h. 78 42 2. Ketergantungan yang sangat besar dari perusahaan terwaralaba terhadap perusahaan pewaralaba dalam hal teknis dan aturan atau petunjuk yang mengikat. 3. Perusahaan pewaralaba tidak mampu secara bebas mengontrol dan mengendalikan perusahaan terwaralaba terutama dalam hal jumlah penjualan . e. Keagenan Pola Keagenan adalah hubungan kemitraan, yang di dalamnya Usaha Kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya Usaha menengah atau usaha besar sebagai perusahaan mitra usaha bertanggung jawab terhadap produk barang dan jasa yang dihasilkan, sedangkan usaha kecil sebagai kelompok mitra diberi kewajiban untuk memasarkan barang atau jasa tersebut. bahkan disertai dengan target-target yang harus dipenuhi, sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Keuntungan yang diperoleh dari hubungan kemitraan pola keagenan dapat berbentuk komisi atau fee yang diusahakan oleh usaha besar atau menengah. 43 Kelebihan dari pola keagenan antara lain bahwa agen dapat merupakan tulang punggung dan ujung tombak pemasaran usaha besar dan usaha menengah. Namun peranan agen harus lebih profesional, handal dan ulet dalam pemasaran, karena dalam pemasaran tidak cukup dengan pengetahuan akan tetapi diperlukan kepiawaian dalam mencari nasabah dan pelanggan serta memberikan kepuasan kepada pelanggan. 22 f. Pola bentuk-bentuk lain di luar pola sebagaimana tertera dalam huruf a,b,c,d, dan e pasal ini adalah pola kemitraan yang pada saat ini sudah berkembang tetapi belum dibakukan, atau pola baru yang akan timbul di masa yang akan datang. Menurut Hafsah bahwa pola kemitraan dapat dikembangkan mulai dari yang paling sederhana sampai pola ideal yang mewujudkan ketergantungan yang besar antara pihak-pihak yang bermitra, yaitu: 23 a. Pola Kemitraan Sederhana pemula 1 Perusahaanpengusaha besar memberikan bantuan atau kemudahan memperoleh permodalan untuk mengembangkan usaha, penyediaan sarana produksi, teknologi alat mesin untuk meningkatan produksi dan mutu produksi. 22 Ibid, h. 76-77 23 Ibid, h, 88 44 2 Pengusaha usaha kecil yang menjadi mitra mempunyai kewajiban untuk memasokkan hasil produksinya kepada pengusaha besar mitranya dengan jumlah dan standar mutu sesuai dengan standar yang telah disepakati bersama 3 Pemerintah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam berinvestasi, penyediaanpembangunan sarana prasarana transportasi, telekomunikasi, listrik serta perangkat perundang- undangan yang mendukung kemitraan usaha b. Pola Kemitraan Tahap Madya 1 Usaha besar memberikan pembinaan dalam bantuan teknologi, alat mesin, industri pengolahan agrobisnis serta jaminan pemasaran 2 Usaha kecil telah mampu mengembangkan usahanya mulai dari merencanakan usaha serta sampai pengadaan sarana produksi dan permodalan 3 Sedangkan peran pemerintah dan lembaga terkait tetap sama sebagaimana peran dalam pola sederhana yaitu sebagai fasilitator c. Pola Kemitraan Tahap Utama 1 Pihak pengusaha kecil bersama-sama mempunyai patungan atau menanamkan modal usaha pada usaha besar misalnya dalam bentuk saham 45 2 Peran pemerintah sebagai fasilitator dan pembina kemitraan usaha. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan koordinator kemitraan di LotteMart 24 terkait penjelasan pola kemitraan yang terjalin, bahwa LotteMart sebagai usaha besar memberikan sarana pemasaran produk-produk UMKM, namun tidak memberikan bantuan maupun akses permodalan kepada UMKM. lalu pemerintah daerah yaitu dinas koperasi UKM Tangerang Selatan berperan sebagai fasilitator berlangsungnya kemitraan dengan cara membayar biaya sewa lokasi outlet khusus untuk dipasarkannya produk-produk UMKM. Artinya pola kemitraan yang terjalin di LotteMart dalam perkembangannya termasuk pola kemitraan tahap Madya, karena UMKM sudah bisa menyediakan permodalannya sendiri dalam mengembangkan usahanya.

B. Teori Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM