1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
UMKM memiliki peran penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi di berbagai sektor dan pemberdayaan masyarakat, juga sebagai
alternatif usaha di tengah krisis ekonomi global yang melanda para pelaku usaha besar Indonesia di ranah internasional. Hal ini dapat dibuktikan
berdasarkan data yang tersedia mengenai peningkatan jumlah unit usaha mulai dari tahun 2011-2012
Tabel 1.A.1 Perkembangan Unit Usaha Tahun 2011 – 2012
No Unit Usaha
Tahun 2011 Tahun 2012
Perkembangan Jumlah
Jumlah Jumlah
1 UMKM+UB
55.211.396 56.539.560
1.328.163 2,41
2 UMKM
55.206.444 99,99
56.534.592 99,99
1.328.147 2,41
3 UMi
54.559.969 99
55.856.176 99,79
1.296.207 2,38
4 UK
602.195 1,09
629.418 1,11
27.223 4,52
5 UM
44.280 0,08
48.997 0,09
4.717 10,65
6 UB
4.952 0,01
4.968 0,01
16 0,32
Sumber: Kementrian Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah Republik Indonesia, 2013
Ket.: UMi : Usaha Mikro
UK : Usaha Kecil UM : Usaha Menengah
UB : Usaha Besar
Tabel 1.1 menjelaskan bahwa unit UMKM merupakan skala usaha terbesar di Indonesia, tercatat sekitar 56.534.592 unit usaha atau sekitar
99,99 pangsa unit usaha dengan peningkatan sebanyak 1.328.147 unit pada tahun 2012. Hal yang menarik adalah seluruh perkembangan unit usaha
2
didominasi penuh oleh Usaha Mikro dengan jumlah 55.856.176 unit usaha. Artinya UMKM memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
perkembangan dunia usaha, sangat jelas bahwa UMKM berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja karena merupakan unit usaha yang dominan
dijalani para pelaku usaha, sehingga UMKM masih memiliki potensi besar terhadap pengembangan yang lebih prospektif.
Sebagaimana dijelaskan oleh Tulus Tambunan bahwa di negara-negara sedang berkembang NSB khususnya di Asia, Afrika dan Amerika Latin,
UMKM juga berperan sangat penting khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan
dan pengurangan kemiskinan serta pembangunan ekonomi pedesaan.
1
Di Indonesia, Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mencatat
secara statistik mengenai bagaimana peran UMKM dalam menyerap tenaga kerja.
Tabel 1.A.2 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Usaha tahun 2011-2012
No Indikator Tenaga Kerja
Tahun 2011 Tahun 2012
Perkembangan Jumlah
Jumlah Jumlah
1 UMKM+UB
104.613.681 110.808.154
6.194.473 5,92
2 UMKM
101.722.458 97,24
107.657.509 97,16
5.935.051 5,83
3 Usaha Mikro UMi
94.957.797 90,77
99.859.517 90,12
4.901.720 5,16
4 Usaha Kecil UK
3.919.992 3,75
4.535.970 4,09
615.977 15,71
5 Usaha Menengah UM
2.844.669 2,72
3.262.023 2,94
417.354 14,67
6 Usaha Besar UB
2.891.224 2,76
3.150.645 2,84
259.422 8,97
Sumber: Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 2013
1
Tulus Tambunan, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia: Isu-isu Penting Jakarta: LP3ES, 2012, h. 1.
3
Berdasarkan data statistik pada tabel 1.2, terlihat bahwa UMKM adalah sektor usaha yang memberikan kontribusi penyerapan tenaga kerja
terbanyak dari semua sektor usaha yang ada, sebesar 97,16 dengan angka hampir setengah penduduk Indonesia yaitu 107.657.509 jiwa apabila
dibandingkan dengan Usaha Besar yang hanya mencapai 2,84. Hal yang menarik adalah penyerapan tenaga kerja terbesar secara signifikan
dikontribusi penuh oleh sektor Usaha Mikro sebesar 90,12, artinya UMKM adalah sektor usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja dan hampir
seluruhnya diserap oleh skala Usaha Mikro. Dengan demikian UMKM memiliki peran penting dalam mengurangi pengangguran sehingga
memungkinkan adanya pemerataan distribusi pendapatan terutama pada masyarakat dengan kemampuan ekonomi rendah.
Melihat banyaknya tenaga kerja yang diserap oleh sektor UMKM, menjadikan UMKM sebagai pionir dalam memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan Produk Domestik Bruto PDB secara nasional, ditinjau juga dari data statistik yang dirangkum oleh Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menegah, sebagai berikut.
Tabel 1.A.3 Kontribusi PDB sektor usaha pada tahun 2011-2012
No Indikator PDB
Tahun 2011 Tahun 2012
Perkembangan Jumlah
Jumlah Jumlah
1 UMKM+UB
7.427.086,1 8.241.864,3
814.778,2 10,97
2 UMKM
4.303.571,5 57,94
4.869.568,1 59,08
565.996,7 13,15
3 Usaha Mikro UMi
2.579.388,4 34,73
2.951.120,6 35,81
371.732,2 14,41
4 Usaha Kecil UK
722.012,8 9,72
798.122,2 9,68
76.109,4 10,54
5 Usaha Menengah UM
1.002.170.3 13,49
1.120.325.3 13,59
118.155,0 11,79
6 Usaha Besar UB
3.123.514,6 42,06
3.372.296,1 40,92
248.781,5 7,96
Sumber: Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 2013
4
Berdasarkan data statistik pada Tabel 1.3, juga terlihat bahwa sektor UMKM memberikan kontribusi PDB sebesar 57,94 pada tahun 2011 dan
terus meningkat menjadi 59,08 pada tahun 2012. Disisi lain, Usaha Besar juga hampir mengungguli UMKM dengan kontribusi PDB sebesar 42.06
pada tahun 2011, namun pada tahun 2012 PDB Usaha Besar menurun ke angka 40,92. Hal yang menarik adalah nilai kontribusi skala Usaha Mikro
terhadap pertumbuhan ekonomi nasional lebih besar bila dibandingkan dengan skala Usaha Kecil dan Usaha Menengah. Terhitung bernilai Rp
2.579.388,4 Miliar hasil produksi dan jasa yang dihasilkan oleh Usaha Mikro pada tahun 2011 dan nilainya terus meningkat hingga menembus angka Rp
2.5951.120,6 Miliar hingga tahun 2012. Namun ramainya dominasi unit UMKM belum tentu berbanding lurus
dengan kemampuan produktivitasnya dalam menghasilkan barang dan jasa. Sebagaimana yang dikemukakan Tulus Tambunan, apabila melihat kenyataan
bahwa jumlah unit usahakelompok UMKM jauh melebihi kelompok Usaha Besar, maka dapat dikatakan bahwa kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan
PDB yang secara besar tersebut dari UMKM lebih disebabkan oleh jumlah unitnya yang banyak, bukan karena tingkat produktivitasnya secara individu
menurut faktor produksi, misalnya produktivitas tenaga kerja atau produktivitas faktor total yang tinggi.
2
. Pernyataan ini didukung berdasarkan data statistik yang menunjukkan lemahnya kontribusi jumlah ekspor non-
2
ibid ., h. 50
5
migas, khususnya produk-produk manufaktur pada UMKM apabila disanding dengan Usaha Besar, sebagai berikut.
Tabel 1.A.4 Kontribusi Ekspor Non-Migas sektor usaha pada tahun 2011-2012
No Indikator Tenaga Kerja
Tahun 2011 Tahun 2012
Perkembangan Jumlah
Jumlah Jumlah
1 UMKM+UB
1.254.685,3 1.185.391,0
69.294,4 5,52
2 UMKM
187.441,82 14,94
166.625,5 14,06
20.815,4 11,10
3 Usaha Mikro UMi
17.249,3 1,37
15.235,2 1,29
2.014,1 11,68
4 Usaha Kecil UK
39.311,7 3,13
32.508,8 2,74
6.802,9 17,31
5 Usaha Menengah UM
130.880 10,43
118.882,4 10,03
11.998.4 9,17
6 Usaha Besar UB
1.067.243,5 85,06
1.018.764,5 85,94
48,479,0 4,54
Sumber:Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 2013
Berdasarkan data statistik pada Tabel 1.4, Usaha Besar membuktikan kemampuan produktivitasnya dengan menyumbangkan kontribusi ekspor
sebesar 85,06 dengan total ekspor bernilai Rp 1.067.243,5Miliar pada tahun 2011 dan mengalami penurunan sebesar Rp 48.479,0Miliar menjadi Rp
1.067.243,55Miliar hingga tahun 2012, walaupun kemampuan ekspornya menurun, pangsa Usaha Besar sedikit naik dari 85,06 menjadi 85,94.
Diikuti oleh perkembangan ekspor UMKM yang melemah sebesar 11,10 dari Rp 187.441,82Miliar menjadi Rp 166.625,5Miliar dalam kurun waktu 1
tahun. Hal yang menarik dapat dilihat dari skala Usaha Mikro yang sebelumnya berhasil menyumbangkan kontribusi unit usaha terbanyak namun
hanya dapat memberikan kontribusi ekspor non-migas terkecil sebesar 1,29 dengan nilai Rp 15.235,2Miliar hingga tahun 2012.
Dilihat dari Kontribusi PDB, UMKM adalah sektor usaha yang memberikan kontribusi terbesar dibanding dengan Usaha Besar, hal ini
6
disebabkan karena perbandingan jumlah unit skala UMKM jauh melebihi jumlah unit pada skala Usaha Besar. Tetapi dari segi produktivitasnya dilihat
dari jumlah Ekspor non-migas yang dihasilkan, kinerja UMKM masih belum pantas di setarakan dengan Usaha Besar karena kemampuan ekspornya yang
tergolong rendah terhadap Usaha Besar. Menurut hasil kajian Snordgrass dan Biggs
3
, lemahnya perkembangan UMKM di negara berkembang termasuk Indonesia disebabkan oleh berbagai
faktor dilihat dari: 1. Aspek Internal, meliputi keterbatasan modal, keahlian tenaga
kerja, akses pasar hingga teknologi dan modernisasi UKM. 2. Aspek Eksternal seperti kebijakan pemerintah yang masih belum
terimplementasi dengan baik dan ekonomi biaya yang tinggi seperti pungutan liar yang menghambat UKM untuk tumbuh dan
berkembang. Untuk mengatasi problematika tersebut, pemerintah memberikan
kebijakan melalui payung hukum yaitu Undang-Undang Dasar Nomor 20 Tahun 2008 tentang peran UMKM dalam memperluas lapangan kerja, proses
pemerataan dan peningkatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu untuk mengatasi permasalahan
3
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Integrasi Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah,UMKM Dalam Strategi Perencanaan Ekonomi Nasional, Jakarta:
Sekretariat Jenderal DPD RI, 2009, h. 2.
7
permodalan, pemerintah juga memberikan pedoman mengenai jumlah maksimal pinjaman atau kredit yang diberikan dari Lembaga Keuangan
Pelaksana LPK kepada nasabah yang bergerak di sektor UMKM
4
. Artinya pemerintah mendukung kegiatan wirausaha serta memberikan pedoman dalam
upaya peningkatan perekonomian sektor UMKM dan menghimbau lembaga keuangan dalam hal ini perbankan formal untuk memberikan akses
permodalan dan kredit usaha dalam rangka mengatasi permasalahan pada pertumbuhan UMKM.
Namun pada kenyataannya hingga tahun 2011 baru sekitar 25 atau sekitar 13 juta pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang mendapat akses ke
lembaga keuangan
5
. Hal ini bisa dikarenakan oleh bermacam-macam hal, ada yang tidak pernah dengar atau menyadari adanya skim-skim tersebut, ada
yang pernah mencoba tetapi ditolak karena usahanya dianggap tidak layak untuk didanai atau mengundurkan diri karena rumitnya prosedur administrasi,
atau tidak bisa memenuhi persyaratan termasuk penyediaan jaminan, atau ada banyak pengusaha kecil yang dari awal memang tidak berkeinginan
meminjam dari lembaga-lembaga keuangan formal
6
. Artinya peran lembaga
4
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor 40KMK.062003 tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil, Bab II Tujuan, Pasal 3 Usaha yang
dibiayai.
5
Herderu Purnomo, “52 Juta UMK di Indonesia, 60 Dijalankan Perempuan”, artikel diakses pada 28 Desember 2012 dari
http:finance.detik.comread201112051606381783039552-juta-umk-di-indonesia-60- dijalankan-perempuan.
6
Tulus Tambunan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia: Isu-Isu Penting, Jakarta: LP3ES, 2012, h.53.
8
keuangan dalam melayani dan memberikan pembiayaan kepada kegiatan Usaha Mikro belum dikatakan maksimal.
Sebaliknya dari perspektif UMKM, permodalan tidak hanya menjadi salah satu permasalahan krusial karena pada kenyataannya hingga saat ini
UMKM mau tidak mau juga dihadapkan oleh persaingan pasar dengan Usaha Besar milik swasta. Terutama dengan maraknya pembangunan dan
keberadaan Mall serta ritel besar di ibukota yang terbukti memberikan kemudahan, keberagaman, kenyamanan dan keamanan dalam menjajakan
produk hasil usaha pada satu tempat. Kelebihan-kelebihan tersebut membuat masyarakat konsumen lebih memilih Mall dan ritel modern skala besar
lainnya dalam bertransaksi pemenuhan kebutuhan hidupnya ketimbang pergi ke pasar tradisional tempat para UMKM kebanyakan menjual hasil usahanya.
Dampaknya adalah UMKM sulit untuk memasarkan hasil usahanya, bahkan output
UMKM juga bisa tidak tersentuh oleh golongan masyarakat dengan daya beli yang tinggi sehingga berujung pada ketimpangan kesempatan
berusaha dan makin melebarnya kesenjangan pendapatan. Ditambah lagi dengan maraknya perdagangan bebas yang saat ini
dapat digambarkan sebagai kesepakatan untuk membuka pintu akses keluar dan masuknya beragam produk dari berbagai belahan dunia dengan kualitas
dan harga yang pastinya sangat bersaing, hal ini bisa mempengaruhi pemasaran produk yang dihasilkan oleh pengusaha lokal. Semenjak
disepakatinya kebijakan China-Asean Free Trade Area CAFTA, semakin
9
banyak masuknya produk murah yang dihasilkan dari beberapa negara benua Asia khususnya Cina, hal bisa berdampak pada melemahnya pemasaran
produk buatan lokal dari UMKM dan jika terus menerus dibiarkan maka berkurangnya kesejahteraan para pelaku UMKM tidak dapat terelakkan.
Menyikapi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh UMKM membuat pemerintah tidak tinggal diam menghadapi skala usaha yang banyak
ditekuni oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini, namun terfokusnya pemerintah pada akar permasalahan UMKM yaitu lemahnya akses
permodalan, membuat pemerintah memberikan solusi khusus untuk membantu permasalahan para pelaku UMKM, mengingat bahwa hal ini
merupakan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan perekonomian negara. Salah satu solusi yang telah diimplementasikan adalah dengan
mengaplikasikan program skim kredit usaha bernama Kredit Usaha Rakyat KUR.
KUR adalah kreditpembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi UMKM-K dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi
yang didukung fasilitas penjaminan usaha produktif. KUR adalah program yang dicanangkan oleh pemerintah namun sumber dananya berasal
sepenuhnya dari dana bank. Pemerintah memberikan penjaminan terhadap risiko KUR sebesar 70 sementara sisanya 30 ditanggung oleh bank
pelaksanaan. Penjaminan KUR diberikan dalam rangka mendorong
10
pertumbuhan ekonomi nasional. KUR disalurkan oleh 6 bank pelaksanaan, yaitu Mandiri, BRI, BNI, Bukopin, BTN, dan Bank Syariah Mandiri BSM.
7
Seiring berjalannya waktu, faktanya program KUR belum sepenuhnya maksimal
dalam mengatasi
permasalahan UMKM.
Sebagaimana dikemukakan oleh Tulus Tambunan pada laporan BI tahun 2009 mengenai
evaluasi terhadap penyaluran KUR disebutkan sejumlah kendala dan permasalahan, seperti pemahaman yang belum sama terhadap skim KUR, baik
oleh para petugas bank lapangan maupun masyarakat, sehingga muncul persepsi yang keliru tentang KUR, misalnya tentang ketentuan agunan,
persyaratan administrasi, dan sumber dana KUR.
8
Kurang berhasilnya program KUR membuktikan bahwa tidaklah mudah dalam mengatasi salah satu permasalahan UMKM, padahal tantangan
utama yang dihadapi oleh UMKM terlihat bukan hanya dari segi permodalan, namun juga akses pemasaran yang semakin menyempit serta lemahnya tata
kelola usaha manajemen dan sumber daya manusia SDM bagi para pelaku usaha. Lepasnya penyertaan pembinaan dalam hal manajemen ketika
memberikan kredit kepada pala pelaku usaha juga berakibat pada lemahnya pemasaran, selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kwik Kwan Gie
yaitu “...yang khas untuk pembinaan usaha kecil adalah penyuntikan modal
7
Bernard Limbong, Ekonomi Kerakyatan dan Nasionalisme Ekonomi, Jakarta Selatan: Margaretha Pustaka: 2011, h. 645
8
Tulus Tambunan, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia: Isu-isu Penting, Jakarta: LP3ES, 2012, h. 173
11
yang mutlak harus disertai dengan bimbingan dan pembinaan manajemen. Pemasaran merupakan titik lemah, yang tidak berdiri sendiri, karena
kemungkinan berhasilnya yang begitu erat kaitannya dengan kualitas produk yang dihasilkan. Ini pada gilirannya sangat tergantung pada kemampuan
manajemen tadi.”
9
Dengan kata lain tidak mudah bagi UMKM dengan hanya diberikan permodalan lalu dibiarkan sendiri untuk mengembangkan usahanya tanpa
adanya pembinaan multi aspek dari pihak pemberi pinjaman. Oleh karena itu untuk memperkokoh keberadaan UMKM sebagai ujung tombak dari ekonomi
kerakyatan, dibutuhkan adanya solusi alternatif peningkatan kinerja UMKM yang mencakup aspek permodalan, aspek manajemen, dan aspek pemasaran,
melalui kerjasama antara pelaku usaha khususnya antara skala Usaha Besar dengan UMKM dalam bentuk kemitraan usaha.
Salah satu upaya solusi yang dianggap tepat dalam memecahkan masalah kesenjangan ini adalah melalui kemitraan usaha yang besar dan yang
kecil, antara yang kuat dan yang lemah.
10
Kemitraan Usaha adalah hubungan kerjasama usaha di antara berbagai pihak yang strategis, bersifat sukarela dan
berdasarkan prinsip saling membutuhkan, saling mendukung, dan saling menguntungkan dengan disertai pembinaan dan pengembangan UKM oleh
9
Kwik Kwan Gie, Praktek Bisnis dan Orientasi Ekonomi Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996, h. 216-217
10
Mohammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000, h. 4.
12
usaha besar.
11
Dalam hal kemitraan usaha, yang perlu diciptakan adalah situasi kerja sama yang saling menguntungkan antara Usaha besar dan
UMKM, sehingga tujuan dari Kemitraan Usaha adalah supaya UMKM dapat berkembang dalam meningkatkan pendapatannya dan mampu bersaing serta
mengatasi permasalahan pada aspek pemasaran di era globalisasi seperti sekarang ini.
Konsep mekanisme kerjasama atau keterkaitan dengan perusahaan besar dalam bentuk kemitraan sudah dicetuskan sejak tahun 1980 dan
dicanangkan melalui Gerakan Kemitraan Usaha Nasional GKUN pada tahun 1996. Tujuan dilakukannya kemitraan usaha adalah sebagai upaya untuk
mempersempit kesenjangan yang terjadi antara usaha kecil menengah yang sebagian besar memayungi masyarakat miskin dengan BUMN dan swasta.
12
Untuk mewujudkan situasi kemitraan usaha yang kondusif, diperlukan adanya legalitas hukum yang mengatur secara khusus mengenai kemitraan
usaha. Lahirnya Undang-Undang No.9 tahun 1995 dalam Peraturan Pemerintah PP merupakan upaya Pemerintah melalui berbagai departemen
dan organisasi kemasyarakatan untuk membina dan mendorong terlaksananya kemitraan usaha. Namun demikian karena kompleksnya permasalahan yang
11
Titik Sartika Pratomo Abd Rachman Soedjono, Ekonomi Skala KecilMenengah Koperasi,
Bogor: Ghalia Indonesia. 2002, h. 30
12
Saparuddin M Basri Badodo, “Pengaruh Kemitraan Usaha Terhadap Kinerja Usaha Pada UKM dan Koperasi di Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan,” Jurnal
Econosains, Volume IX, Nomor 2, Agustus 2011, h. 164
13
timbul dan belum terkoordinasinya pihak-pihak yang akan bermitra maka sasaran utama dari upaya-upaya ke arah kemitraan masih perlu pembuktian.
13
Hingga saat ini, salah satu bukti konkret penerapan kemitraan usaha antara Usaha Besar swasta milik asing dengan UMKM di Indonesia yaitu
pada perusahaan LotteMart milik konglomerat Korea bernama Shin Kyuk-Ho yang telah berdiri sejak 1 April 1998 dan hingga 1 November 2013 telah
memiliki 244 cabang yang tersebar di Korea, Cina, Vietnam dan Indonesia. Perusahaan divisi dari Lotte Co, Ltd ini bergerak pada industri ritel atau
eceran, yaitu cara pemasaran produk meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang dan jasa secara langsung ke konsumen akhir
untuk penggunaan pribadi atau keluarga.
14
LotteMart juga disebut sebagai Hypermarket
yang menjual berbagai bahan makanan, pakaian, mainan, elektronik dan barang kebutuhan lainnya dengan kapasitas yang sangat besar.
Di Indonesia, LotteMart merupakan hasil afiliasi dan akuisisi 100 persen saham milik PT. Makro Indonesia, sehingga sekarang ini perusahaan ritel
Makro Indonesia telah berubah nama dan kepemilikan menjadi PT LotteMart Indonesia selama hampir 5 tahun sejak bulan Oktober 2008. Dalam
melaksanakan kemitraan dengan UMKM, LotteMart cabang Bintaro juga melakukan kerja sama dengan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan
melalui Dinas Koperasi UKM sebagai fasilitator terjalinnya kemitraan.
13
Mohammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi, h. 5.
14
Levy Weitz, Retailing Management, New York: The McGraw-Hilll Companies, Inc. 2007, h. 7.
14
Melihat bahwa potensi UMKM yang masih sangat besar namun ternyata skala usaha ini masih membutuhkan bantuan berupa stimulus untuk
meningkatkan kinerjanya, LotteMart berupaya untuk menggali potensi UMKM tersebut dengan cara kemitraan usaha, namun yang menjadi
pertanyaan dasar adalah apakah LotteMart cabang Bntaro dan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan terbukti berhasil meningkatkan kinerja dan
perekonomian UMKM?. Lalu bagaimana pola kemitraan yang ditawarkan antara Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan dengan LotteMart kepada
UMKM serta dilihat dari aspek apa saja LotteMart fokus dalam meningkatkan kinerja usaha UMKM tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul“PENGARUH PEMBINAAN PELATIHAN SDM DAN AKSES PEMASARAN
TERHADAP KINERJA UMKM Kerja sama kemitraan LotteMart Cabang Bintaro dengan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan”.
B. Identifikasi Masalah