Hasil Analisis Tematik HASIL PENELITIAN
1. Teman
Tiga dari enam partisipan mengatakan bahwa dirinya melakukan Pap smear dikarenakan ajakan dari teman atau orang yang dikenalnya.
Berikut salah satu ungkapannya: “...Kan tetangga-tetangga, “Heh, kita mau Pap smear, mau ikut enggak
luh?”. “Ayuk ayuk ayuk”, gitu, kita pada ikutan...” P6 2.
Media massa Tiga dari enam partisipan mengungkapkan bahwa mereka mengetahui
informasi mengenai Pap smear dari media massa, seperti televisi, internet, banner, maupun brosur yang disebar di berbagai tempat.
Berikut salah satu ungkapan partisipan : “...Baca-baca kadang aku di BB. He-eh internet. Buka aja.....Terus kalo
ada pas selebaran tentang kanker apa kan ada tu...” P2 3.
Petugas kesehatan Petugas kesehatan juga bisa menjadi salah satu sumber informasi yang
dapat meningkatkan kemauan ibu usia reproduktif dalam melakukan Pap smear. Petugas kesehatan ini bisa berprofesi sebagai dokter,
perawat, maupun bidan. Salah satu partisipan yang berusia 47 tahun, memiliki 4 orang anak, pendidikan terakhir SMA, bekerja sebagai guru
ngaji TPA dan juga seorang kader, mengatakan bahwa dirinya mengetahui mengenai Pap smear dari penyuluhan yang ada di
daerahnya. Berikut perkataan partisipan tersebut : “...Kebetulan saya kan ada rapat di kelurahan, ada eeee.... monitoring
dari kecamatan ke kelurahan, ya ditawarin disitu, siapa yang mau ikut Pap s
mear...” P4
Salah satu partisipan yang berusia 43 tahun, memiliki 3 orang anak, pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai ibu rumah tangga
mengungkapkan bahwa dirinya mendapatkan informasi mengenai Pap smear dari tenaga kesehatan, yaitu bidan. Berikut ini ungkapannya :
“...Sebenernya sih... saya itu lebih dapet keterangannya dari bidan yang disini. Karna saya juga seneng tentang kesehatan, jadi ada dikit
sakit udah langsung periksa. Sakit terus periksa, terus saya ke bidan, ke bidan yang disini, disit
u dijelasin justru...” P3 Dua dari enam partisipan mengungkapkan bahwa dirinya memperoleh
informasi kesehatan dari dokter yang memeriksanya ketika dirinya mengalami keluhan pada organ reproduksi. Berikut salah satu kutipan
dari partisipan tersebut : “...Diperiksa sama dokter ya langsung Pap smear aja, kan kita ngikut
aja...” P5
Tema 4. Hambatan Perempuan Usia Reproduktif untuk Melakukan Pap Smear
Penelitian ini menemukan faktor-faktor yang menghambat seorang perempuan usia reproduktif untuk melakukan Pap smear. Faktor ini terdiri
dari sikap petugas kesehatan yang tidak terapeutik dan sistem pelayanan kesehatan yang berbelit-belit.
1. Petugas tidak terapeutik
Empat dari enam partisipan mengeluhkan bahwa sikap tenaga kesehatan yang kurang ramah membuat mereka malas untuk melakukan Pap smear
kembali. Berikut salah satu keluhan partisipan mengenai sikap tenaga kesehatan :
“...terus aku ngerasa, jadi aku tu aah ga usah kesini lagi. Soalnya aku jadi sebel sama petugas itu lah, karna gitu servisnya kan enggak
ramah...cara bertanyanya enggak enak lah. Jadi aku tu aah enggak
kesini lagi aku...”P2 2.
Sistem pelayanan kesehatan yang berbelit-belit Selain pengalaman perempuan mengenai petugas kesehatan, sistem
pelayanan kesehatan yang ada saat ini juga dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan Pap smear lagi atau tidak. Tiga dari enam
partisipan mengeluhkan mengenai antrian yang panjang dan mereka harus menunggu dalam waktu yang lama. Berikut salah satu ungkapan
dari partisipan mengenai keadaan ini : “...Cuma daftarnya ada yang sebel. Daftarnya lama, ngantrinya
lama...itu pelayanan yang negeri jeleknya itu. Ngantri bisa dua jam tiga jam. Bosen banget. sambil tert
awa...” P3 Selain antrian yang panjang, proses yang berbelit-belit juga dikeluhkan
oleh seorang partisipan yang berusia 47 tahun, memiliki 4 orang anak, pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai guru ngaji TPA dan juga
seorang kader. Berikut ungkapannya : “...kayaknya kok prosesnya banyak banget gitu ya, ngantri disana,
ngantri disini...” P4
Tema 5. Pendukung Perempuan Usia Reproduktif dalam Melakukan Pap Smear
Faktor-faktor yang mendukung yang diungkapkan oleh seorang perempuan usia reproduktif untuk melakukan Pap smear diantara lain adalah sistem
jaminan kesehatan yang ada, biaya yang gratis, cukupnya biaya, sikap dokter terapeutik, dan yang peling penting adalah dukungan dari seorang
suami.
a. Sistem jaminan kesehatan yang ada
Empat dari enam partisipan mengatakan tidak mengeluarkan biaya sama sekali untuk melakukan pemeriksaan Pap smear dan hal ini membuat
mereka ingin melakukan pemeriksaan. Berikut adalah ungkapan partisipan mengenai biaya pemeriksaan yang di tanggung oleh BPJS
Kesehatan : “...Ya kalo untuk materi mah Alhamdulillahnya kita enggak keluar uang
sama sekali...kan kita mah ada BPJS... ” P4
b. Biaya yang gratis
Partisipan yang berusia 44 tahun, memiliki 3 orang anak, pendidikan terakhir
SMA, dan
bekerja sebagai
pegawai rumah
sakit mengungkapkan bahwa dirinya mendapatkan pemeriksaan secara gratis
dikarenakan dirinya adalah seorang pegawai d rumah sakit tempatnya memeriksakan diri. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut :
“...Karena saya karyawan, gratis...” P1 c.
Cukupnya biaya yang dimiliki Sementara itu, dua dari enam partisipan yang menggunakan biaya pribadi
mengatakan bahwa mengeluarkan biaya yang besar untuk pemeriksaan kesehatan bukan merupakan hal yang berat dan menganggap bahwa itu
merupakan hal yang wajar. Berikut ungakapan salah satu partisipan : “...aku biaya pribadi kemaren. Udah buat BPJS, tapi semua pribadi...
ya...kalo untuk kesehatan mah ya enggak mahal. Kerana kita kan sering ngalami gangguan gitu. Jadi kita kan kepengen tau kita sakit apa enggak
gitu ya. Segitu mah normal aja. Kan untuk kesehatan...” P5 d.
Sikap dokter yang terapeutik
Lima dari enam partisipan mengatakan tidak ada masalah dengan sikap petugas kesehatan. Salah satu partisipan yang berusia 29 tahun, memiliki
1 orang anak, pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai ibu rumah tangga mengatakan bahwa dokter yang menanganinya memiliki sikap
yang baik. Berikut perkataan partisipan tersebut : “...Ramah, bisa bantu, nyambung gitu...” P5
e. Dukungan suami
Dukungan orang terdekat merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pengambilan keputusan seorang perempuan usia produktif. Orang
terdekat disini biasanya adalah suami dari partisipan. Tiga dari enam partisipan mengatan bahwa suaminya sangat mendukungnya untuk
melakukan Pap smear. Dua dari enam partisipan juga mengungkapkan bahwa
suaminya sering
mengingatkannya untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan. Berikut beberapa kutipan ungkapan para
partisipan : “...oh, dia suami sangat sangat setuju. Dia mendukung karna dia juga
tau badan itu harus dirawat...” P3 “...enggak papa. Malah kalo aku enggak ini, suka,”Ibu enggak check-
up?,” gitu. Waktu akus akit malah dia yang nyuruh aku ke dokter terus. Malah aku yang rada-
rada cuek gitu...” P2
Tema 6. Perasaan Perempuan Usia Reproduktif ketika Pap Smear
Takut, malu, dan sakit adalah beberapa perasaan yang diungkapkan oleh para partisipan ketika melakukan pemeriksaan Pap smear.
1. Takut
Tiga dari enam partisipan mengungkapkan bahwa mereka merasa takut untuk melihat proses ketika Pap smear. Jadi yang dilakukan hanya
pasrah dan berdoa agar selama pemeriksaan tidak terjadi apa-apa. Berikut kutipan ungkapan dari salah satu partisipan :
“...itu juga takut ngeri ya...enggak liat prosesnya, takut...” P5 2.
Malu Tiga dari enam pastisipan mengungkapan berbagai perasaan yang
mereka rasakan selama proses Pap smear berlangsung. Perasaan- perasaan tersebut seperti, malu, sungkan, tegang, cemas, waswas, dan
grogi. Berikut ungkapan dari para partisipan tersebut : “...pertama, tegang. Karna belum pernah. Tegang lah...terus yang
kedua yaaa...agak tegang juga. Namanya di rogoh ke dalem. Tapi enggak setegang yang awal, karna saya udah bisa bayangin. Yang
ketiga tetep aja takut yang pertamanya...cowok sama cewek dokter yang melakukan pemeriksaan itu sih ya sebenernya sama aja sih. Cuma
bedanya malu doang...” P3 “...ya cemas ada gitu...ya emang sih pas kita mau di ini ya kayaknya
rasa malu apa gimana sambil tertawa...” P4 “...ya agak sedikit sungkan sih, malu juga. Tapi ya apa ya...demi
kesehatan ya...malu. yaaa...risih sih, risih sedikit...” P5 3.
Tidak takut dan malu Berbeda dengan tiga partisipan di atas, tiga partisipan lainnya
mengungkapkan bahwa mereka tidak merasakan takut atau malu dengan alasan demi kesehatan. Berikut ungkapan dari salah satu partisipan yang
berusia 49 tahun, memiliki 3 orang anak, pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai guru les piano :
“...enggak malu sih. Saya mah enggak pernah malu. Orang buat kesehatan sih...enggak apa-apa sih...ya kan kita buat kesehatan enggak
jadi masalah...” P6
4. Tidak merasakan apa-apa
Tiga dari enam partisipan mengatakan tidak merasakan apa-apa ketika sedang dilakukan pemeriksaan Pap smear. Berikut ungkapan salah satu
partisipan : “...enggak ngerasa apa-apa...paling cuman kita kena sosor bebeknya
dingin, terus diginiin, terus udah...” P1 5.
Sakit Sementara itu, tiga partisipan lainnya mengungkapkan bahwa mereka
merasakan sakit dan ketidaknyamanan selama proses Pap smear berlangsung. Berikut ungkapan dari para partisipan tersebut :
“...ininya pas dirogoh, pas ditariknya itu, sakit. Kalo udah keluar itu, semacem udah di tarik, udah ditarik, udah enggak. Pas ditarik, kayak
dijepit kali, enggak ngerti saya. Kayakn ya itu pake alat dijepit deh...”
P3 “...sakit sedikit sih. Sakit sih, tapi yah di...di...apa sih...di masukin ke
tangan gitu aja sama dokternya sih. Itu juga takut ngeri ya...” P5 “...pas dibuka kan sakit banget tu...orang sakit banget, aduuuuuh...udah
ketahuan sakit, dibentak lagi. Duuuh enggak nyaman...” P6
Tema 7. Harapan Perempuan Usia Reproduktif terhadap Pelayanan Pap Smear
Berbagai harapan dikemukakan oleh para partisipan untuk perbaikan pelayanan Pap smear, yaitu sikap dokter yang terapeutik, menginginkan
adanya dokter perempuan, lebih menjaga privasi pasien, dan adanya penyuluhan mengenai kanker serviks dan Pap smear agar lebih banyak
masyarakat yang mengetahui hal ini. Hanya dua dari enam partisipan yang mengungkapkan harapan mereka
untuk perbaikan kulaitas Pap smear, sementara selebihnya mengatakan
bahwa kulitas Pap smear saat ini sudah baik dan tidak diperlukan perbaikan lagi. Berikut ungkapan dari dua partisipan tersebut :
“...mungkin kalo menurut aku ya sebaiknya petugas itu lebih memahami lagi pasien ini tadi udah dari mana. Kayak aku disuruh ke lab, udah Pap
smear hasilnya belum di bawa. Giliran disana ditanyain, disuruh jalan lagi, balik, ngambil lagi. Padahal udah ada yang nyuruh saya...dokter harus
menjelaskan secara detail tentang kasus apa yang diderita pasien ya harus wajib kan...mbok ya ditutup...kayak sarung gitu, ditutup...aku biarpun dia
perempuan, aku malu kalo suruh...waaah...” P2 “...sebenernya Pap smear itu yang harus mungkin di angkat lagi, dalam arti
biar ibu-ibu tau. Ya itu, penyuluhan lah ya namanya ya. Kalo bisa penyuluhan tu tentang Pap smear, bahayanya penyakit itu seperti apa.
Terus yang kedua, kalo Pap smear itu kalo bisa perempuan dokternya supaya enggak segan-segan. Saya tu sebenernya kendalanya banyaknya
orang tu segan aja sih, kalo laki-
laki malu...” P3
57