disebut dengan silent killer. Pada tahap pra kanker displasia sampai stadium I tidak ada keluhan sama sekali sehingga banyak perempuan
yang tidak merasakan sama sekali. Biasanya, gejala baru muncul ketika sel serviks yang abnormal telah berubah menjadi ganas dan
menyusup ke jaringan di sekitarnya. Pada saat itu akan timbul gejala- gejala berikut:
a. Perdarahan vagina yang tidak normal, yaitu di luar masa
menstruasi, setelah
melakukan hubungan
seksual atau
dispareunia, dan setelah menopause. b.
Menstruasi yang tidak normal, yaitu waktunya memanjang dan jumlahnya lebih banyak.
c. Keputihan yang menetap dengan cairan yang encer, berwarna
pink, cokelat, mengandung darah atau berwarna hitan serta berbau busuk.
d. Nyeri pada perut bagian bawah Nurwijaya, Andrijono,
Suheimi 2012. Pada stadium lanjut, biasanya akan timbul gejala-gejala
berikut: a.
Perdarahan post coitus setelah berhubungan seksual. b.
Nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan cepat merasa lelah.
c. Nyeri panggul dan tungkai.
d. Vagina mengeluarkan urin atau feses bahkan terjadi patah tulang
panggul.
e. Tidak dapat buang air kecil terdapat sumbatan pada saluran
kemih f.
Nyeri punggung g.
Salah satu kaki bengkak dikarenakan kanker yang menyumbat pembuluh limfe
h. Batuk-batuk dikarenakan kanker telah menyebar hingga ke paru-
paru Nurwijaya, Andrijono, Suheimi 2012
5. Patogenesis Kanker Serviks
Gomez dan Santos 2007 menyebutkan bahwa penularan HPV terutama melalui kulit ke kulit. Sel basal epitel skuamosa berlapis
yang terinfeksi oleh HPV. Jenis sel lain relatif resisten terhadap HPV. Diasumsikan bahwa siklus replikasi HPV dimulai dengan masuknya
virus ke dalam sel-sel dari lapisan basal dari epitel. Infeksi HPV pada lapisan basal menyebabkan abrasi ringan atau mikrotrauma pada
epitel. Setalah masuk ke dalam sel inang, proses replikasi HPV terjadi di permukaan epitel. Pada lapisan basal, replikasi virus dianggap tidak
produktif, dan virus melakukan replikasi episom secara perlahan dengan menggunakan mesin replikasi DNA inang untuk mensintesis
DNA-nya rata-rata satu kali per siklus sel. Didalam keratinosit yang berbeda dari lapisan suprabasal epitel, virus beralih ke mode
lingkaran-berputar dari replikasi DNA, membuat DNA bereplikasi dengan cepat, mensintesis protein kapsid, dan menyebabkan perakitan
virus. 1.
Biologi Molekuler
Kanker serviks merupakan salah satu contoh terbaik untuk memahami bagaimana infeksi virus dapat menyebabkan
keganasan. Tipe HPV risiko tinggi dapat dibedakan dari tipe HPV risiko rendah dengan struktur dan fungsi produk E6 dan E7.
Dalam lesi jinak yang disebabkan oleh HPV, DNA virus terletak di ekstrakromosomal dalam nukleus. Pada highgrade neoplasia
intaepitel dan kanker invasif, DNA HPV umumnya terintegrasi dalam genom inang. Integrasi dari DNA HPV mengganggu dan
menghapus daerah E2, yang menyebabkan hilangnya ekspresi. Hal ini mengganggu fungsi E2, yang biasanya mengatur
transkripsi dari gen E6 dan E7, dan mengarah kepada peningkatan ekspresi gen E6 dan E7. Fungsi dari E6 dan produk E7 selama
infeksi HPV produktif adalah untuk menumbangkan jalur pertumbuhan sel reguler dan memodifikasi lingkungan seluler
untuk memfasilitasi replikasi virus. Produk gen E6 dan E7 melakukan regulasi kembali siklus pertumbuhan sel inang dengan
mengikat dan menonaktifkan dua protein penekan tumor, yaitu protein penekan tumor p53 dan produk gen retinoblastoma
PRB. Produk gen HPV E6 mengikat p53 dan menargetkan untuk degradasi cepat. Akibatnya, kegiatan normal p53 yang
mengatur penangkapan G1, apoptosis, dan perbaikan DNA menjadi tidak berfungsi. Protein HPV E6 risiko rendah tidak
mengikat p53 pada tingkat tidak terdeteksi dan tidak berpengaruh pada stabilitas p53 in vitro. Produk gen HPV E7 mengikat PRB
dan pengikatan ini mengganggu hubungan anatara PRB Dan faktor transkripsi seluler E2F-1 yang mana akan mengakibatkan
pembebasan E2F-1, yang memungkinkan transkripsi gen yang produknya dibutuhkan agar sel dapat memasuki fase S dari siklus
sel. Produk gen E7 dapat berikatan dengan protein seluler mitotik interaktif lainnya seperti cyclin E. Hasilnya adalah stimulasi
seluler sintesis DNA dan proliferasi sel. Protein E7 dari tipe HPV risiko rendah mengikat PRB dengan penurunan afinitas.
Selanjutnya, produk gen E5 menginduksi peningkatan aktifitas protein kinase mitogen yang telah teraktivasi, sehingga
meningkatkan respon seluler terhadap faktor pertumbuhan dan diferensiasi. Hal ini menyebabkan proliferasi terus menerus dan
menunda diferensiasi pada sel inang. Inaktifasi protein p53 dan PRB dapat menimbulkan tingkat
proliferasi meningkat dan ketidakstabilan genomik. Akibatnya, didalam sel inang semakin banyak terakumulasi kerusakan DNA
yang tidak bisa diperbaiki, menyebabkan sel-sel kanker berubah. Selain efek onkogen diaktifkan dan ketidakstabilan kromosom,
mekanisme potensial
berkontribusi terhadap
transformasi termasuk metilasi dari virus dan DNA seluler, aktivasi
telomerase, dan faktor hormonal dan imunogenetik. 2.
Riwayat alami kanker serviks Patogenesis kanker serviks dimulai dengan infeksi HPV dari
epitel serviks selama hubungan seksual. Riwayat alami kanker
serviks adalah proses penyakit yang berkesinambungan berkembang secara bertahap dari neoplasia intraepitel serviks
CIN ringan ke derajat yang lebih parah dari neoplasia CIN 2 dan CIN 3 dan akhirnya menjadi kanker invasif. Perkembangan
lesi tingkat tinggi CIN 2 atau 3 dan kanker invasif biasanya berhubungan dengan konversi genom virus dari bentuk episom
menjadi bentuk yang terintegrasi, berasam dengan inaktivasi atau penghapusan daerah E2 dan ekspresi produk gen E6 atau E7.
Beberapa peneliti telah membandingkan tipe HPV dengan derajat berbeda dari CIN dan telah mengambil kesimpulan bahwa CIN I
dan CIN 2 atau CIN 3 adalah proses yang berbeda, dengan mengindikasikan CIN I adalah terbatas pada infeksi HPV yang
ditularkan melalui seksual dan CIN 2 atau CIN 3 menjadi satu- satunya prekursor kanker serviks. Perkembangan kanker
umumnya terjadi selama periode 10 sampai 20 tahun. Beberapa lesi menjadi kanker lebih cepat, kadang-kadang dalam waktu dua
tahun.
6. Stadium Kanker Serviks
Stadium adalah derajat keparahan penyakit didalam tubuh. Dokter menggunakan stadium untuk menilai risiko dan prognosis
dengan sejauh mana karakteristik spesifik dari kanker pasien dan untuk menentukan bagaimana pengobatan yang tepat. Penilaian
dilakukan dua kali, pertama sebelum pengobatan, menggunakan pemeriksaan pencitraan medis dan klinis, sehingga dapat menentukan
pengobatan terbaik, yang kedua, jika pengobatan dengan cara pembedahan pengangkatan jaringan, maka diperlukan penilaian untuk
memverifikasi keberhasilan pembedahan Gomez Santos, 2007. Sistem yang umumnya digunakan untuk pembagian stadium
kanker serviks adalah sistem yang diperkenalkan oleh International Federation of Gynecology and Obstetrics FIGO. Pada sistem ini,
angka romawi O sampai IV menggambarkan stadium kanker Subagja, 2014. Penyakit pra kanker, setiap tahap kanker utama dari
I sampai IV, dan subdivisi dari setiap stadium dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 2.1 Stadium Kanker Serviks menurut FIGO 2000
Stadium Definisi
Stadium O
Ini adalah stadium penyakit pra kanker, yaitu lesi kecil terbatas pada lapisan superficial epitel dari leher rahim yang menyerupai kulit.
Lesi tersebut juga disebut karsinoma in situ atau neoplasia intraepitel serviks CIN. CIN grade 1 sampai 3 dibedakan dari
apakah lesi terbatas pada lapisan basal dari epitel permukaan serviks CIN1, mencapai ke dalam lapisan tengah CIN2 atau meluas ke
lapisan di atasnya CIN3.
Stadium I Merupakan tahap pertama dari kanker invasif, bahkan ketika belum
terlihat makroskopik
tetapi terbukti
dengan pemeriksaan
laboratorium biopsi mikroskopik yang terlihat bahwa sel kanker tumbuh hingga stroma, yaitu jaringan dibawah lapisan superfisial
serviks. Pelebaran lesi tidak melampaui serviks, yaitu tidak melibatkan vagina atau parametria. Tergantung pada dimensi lesi
dan visibilitas makroskopik yaitu visibilitas setelah pemeriksan dengan mata telanjang, salah satu hal yang membedakan dengan
sub stadium yang lain. Stadium IA
Kanker invasif mikroskopik yang mana tidak terlihat makroskopik dan telah tumbuh kurang dari
5 mm ke dalam stroma dan lebarnya kurang dari 7 mm.
Stadium IA1
Invasi stroma yang kedalamannya kurang dari 3 mm dan penyebaran
lateral kurang dari 7 mm.
Stadium IA2
Invasi stroma dengan kedalaman antara 3 sampai 5 dan penyebaran
lateral kurang dari 7 mm.
Stadium IB
Kanker terlihat makroskopik atau kanker invasif mikroskopik yang ukurannya lebih besar dari
stadium IA2. Stadium
IB1
Diameter terbesar lesi kurang dari 4 cm.
Stadium IB2
Diameter terbesar lesi lebih dari 4 cm.
Stadium II
Kanker memperluas diri hingga ke dalam jaringan luar uterus, tetapi tidak sampai tulang panggul atau sepertiga bagian bawah vagina.
Stadium IIA
Terlihat makroskopik terlihat dengan mata telanjang kanker meluas hingga luar serviks, tanpa
ekstensi ke dalam parametria. Stadium
IIA1
Lesi terlihat makroskopik dengan diameter terbesar kurang dari 4 cm
Stadium IIA2
Lesi terlihat makroskopik dengan diameter terbesar lebih dari 4 cm
Stadium IIB
Kanker terlihat makroskopik dengan ekstensi ke dalam parametria
Stadium III
Kanker meluas hingga ke sisi dinding pelvis, tulang dan atau sepertiga bagian bawah vagina dan atau menekan kedua ureter.
Stadium IIIA
Tidak ada ekstensi ke dalam sisi dinding pelvis, tetapi melibatkan sepertiga bagian bawah vagina.
Stadium IIIB
Kanker meluas hingga dinding panggul dan atau menekan satu atau kedua ureter.
Stadium IV
Metastasis kanker tingkat lanjut. Stadium
IVA Menyerang organ panggul
yang berdekatan kandung kemih, rektum dan atau menyebar
hingga ke luar panggul, yaitu ke dalam perut atau selangkangan.
Stadium IVB
Metastasis jauh, misalnya ke paru-paru atau hati. Sumber : European Society for Medical Oncology, Cervical Cancer: a guide
for patients - Information based on ESMO Clinical Practice Guidelines
– v.2012.1
Gambar 2.1 Stadium kanker serviks menurut FIGO Sumber : Clamisao, Brenna, Lombardelli, Djahjah, Zeferino, 2007
7. Penatalaksanaan Kanker Serviks
1. Stadium 0 dan stadium IA1
a. Konisasi
Konisasi adalah pengobatan dengan operasi standar. Konisisasi dilakukan dengan cara membuat insisi atau
potongan berbentuk kerucut pada jaringan serviks disekitar orifisium uteri yang menghubungkan vagina dengan bagian
dalam serviks, lalu kemudian dibuang. Hal ini dilakukan dengan menggunakan pisau, laser, atau prosedur eksisi
elektrosurgical loop. Jika pada pemeriksaan histopatologi, pada bagian yang kerucut yang telah dipotong tidak terdapat
sel-sel tumor lagi, maka berarti pengobatan tersebut kuratif dan tidak perlu dilakukan perawatan lebih lanjut European
Society for Medical Oncology, 2012. b.
Pengobatan adjuvant ketika ada risiko kekambuhan Pengobatan ini adalah untuk mengurangi risiko kekambuhan.
Jika setelah konisasi dilakukan pemeriksaan histopatologi dan dinyatakan bahwa tumor sembuh, maka tidak diperlukan
pengobatan adjuvant. Namun bila ditemukan bahwa tumor telah menyebar lebih luas melebihi stadium IA1, pengobatan
adjuvant sangat diperlukan. Pengobatan adjuvant akan dilakukan bersamaan dengan radioterapi dan kemoterapi
European Society for Medical Oncology, 2012.
2. Stadium IA2
a. Operasi Trachelectomy atau Histerectomy
Pengobatan standar adalah dengan melakukan bedah atau operasi. Operasi dapat dilakukan dengan trachelectomy
maupun hysterectomy European Society for Medical Oncology, 2012. Trachelectomy merupakan teknik operasi
yang terdiri dari atas limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan laparaskopi dan diikuti dengan reseksi
sebagian dari serviks, parametrium, dan sepertiga vagina proksimal. Bagian dari serviks yang dipotong pada segmen
bawah uterus meninggalkan bagian ismus dan korpus uteri yang bertujuan untuk mempertahankan fungsi reproduksi
Rasjidi Nurseta, 2008. Histerectomy merupakan suatu prosedur pengangkatan sebagian atau seluruh rahim Rasjidi,
2008. b.
Pengobatan adjuvant Seperti yang telah disebutkan diatas, pengobatan adjuvant
adalah pengobatan yang diberikan selain operasi jika diduga masih ada sel kanker setelah dilakukannya operasi, atau jika
kanker meluas ke jaringan sekitarnya, seperti parametria atau kelenjar getah bening European Society for Medical
Oncology, 2012.
3. Stadium IB1
Ada beberapa pilihan pengobatan untuk kanker serviks stadium IB1 ini, yaitu :
a. Hysterectomy
b. Radioterapi digabungkan dengan iradiasi eksternal ditambah
dengan bracytherapy, yang merupakan iradiasi topikal dari radiasi jarak pendek yang dilakukan tepat pada tumor
European Society
for Medical
Oncology, 2012.
Bracytherapy adalah pengobatan keganasan dengan cara menanamkan sumber sinar radioaktif dekat dengan tumor
yang dituju. Sumber ini akan mengeluarkan sinar radioaktif dengan dosis tinggi, namun demikian jaringan disekitar
tumor harus dilindungi dari penyinaran Djojodibroto, 2009. c.
Gabungan radioterapi dan pembedahan. 4.
Stadium IB2 sampai IVA Pengobatan standar dengan melakukan radioterapi bersamaan
dengan kemoterapi. Radiasi bertujuan membunuh tumor primer dan kelenjar getah bening yang berpotensi. Obat yang paling
umum digunakan untuk kemoterapi adalah cisplastin Subagja, 2014.
5. Stadium IVB
Pasien dengan stadium IVB yang memiliki prognosis yang buruk akan diberi pengobatan paliatif. Radiasi pelvis dilakukan untuk
mengontrol perdarahan vagina serta nyeri. Kemoterapi sistemik disarankan untuk meringankan gejala dan memperpanjang
kelangsungan hidup secara keseluruhan. Regimen kemoterapi
digunakan untuk kelompok wanita yang mengalami kekambuhan Hoffman et al, 2012.
Hysterectomy, seperti yang telah dijelaskan di atas, merupakan salah satu cara untuk pengobatan kanker serviks. Hoffman et al 2012
menyatakan bahwa terdapat tiga jenis operasi hysterectomy yang dibagi berdasarkan derajat reseksinya, yaitu:
a. Simple Hysterectomy Type I
Hysterectomy tipe 1 disebut juga extrafascial hysterectomy atau simple hysterectomy, membuang uterus dan serviks tetapi tidak
mengharuskan pemotongan pada parametrium. Pilihan tipe ini biasanya adalah benigna ginekologi patologi, penyakit kanker
serviks invasif, dan kanker serviks stadium IA1. b.
Modified Radical Hysterectomy Type II Tipe ini membuang serviks, vagina bagian proksimal, dan
jaringan parametrial dan paraserviks. Tipe ini digunakan untuk pasien kanker serviks dengan stadium IA1 setelah melakukan
konisasi yang tidak memungkinkan lagi bila harus dilakukan konisasi ulang.
c. Radical Hysterectomy Type III
Tipe hysterectomy ini mengharuskan reseksi besar pada parametria. Ruang kosong pada bagian paravesikal dan pararektal
dibuka. Arteri uterus diligasi di tempatnya semula dari arteri iliaka internal, dan semua jaringan sebelah medial direseksi.
Eksisi parametrium diperpanjang ke dinding pelvis. Ureter
sepenuhnya dibedah dari tempatnya, dan kandung kemih dan rektum dimobilisasi untuk memperluas pembuangan jaringan.
Septum rektovaginal dibuka untuk meletakkan rektum jauh dari vagina, dan ligamen uterosakral diletakkan dekat dengan rektum.
8. Pencegahan Kanker Serviks
National Health Service NHS Inggris Raya 2013 menyebutkan tidak ada cara tunggal yang benar-benar dapat
mencegah kanker serviks, tetapi ada beberapa hal yang dapat membantu mengurangi risiko, yaitu :
a. Seks yang aman
Sebagian besar kasus kanker serviks terkait dengan infeksi HPV. HPV dapat menyebar melalui hubungan seksual tanpa
pengaman, sehingga pengaman atau kondom dapat membantu mengurangi risiko terkena kanker serviks. Risiko terkena infeksi
HPV meningkat bila melakukan hubungan seksual di usia muda dan memiliki banyak pasangan seksual, meskipun perempuan
yang hanya memiliki satu pasangan seksual juga dapat menderita kanker serviks.
b. Melakukan deteksi dini
Skrining atau deteksi dini kanker serviks adalah pengujian pra- kanker dan kanker pada wanita yang tidak memiliki gejala dan
mungkin merasa sangat sehat. Ketika skrining mendeteksi lesi pra-kanker, kanker dapat dengan mudah diobati bila diketahui
sedini mungkin. Skrining juga dapat mendeteksi kanker pada
tahap awal dan memiliki potensi lebih tinggi untuk disembuhkan. Dikarenakan lesi pra-kanker memakan waktu
bertahun-tahun untuk berkembang, skrining dianjurkan bagi setiap wanita mulai dari usia 30 sampai 49 tahun setidaknya
sekali dalam seumur hidup dan idealnya lebih sering WHO, 2014. Beberapa cara untuk mendeteksi kanker serviks, antara
lain : a
Pap Smear Pap smear adalah tes untuk melakukan deteksi dini
terhadap kanker serviks dengan pemeriksaan sitologi serviks. Metode ini dilakukan dengan cara mengerik atau
mengambil sedikit sampel sel-sel serviks yang kemudian akan dianalisis di laboratorium Subagja, 2014.
b IVA Inspeksi Visual dengan Asam Asetat
Metode pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat langsung serviks yang telah diolesi larutan asam asetat 3
sampai 5. Perubahan warna pada serviks dapat menunjukkan serviks normal yang berwarna merah
homogen atau lesi prakanker yang berwarna seperti bercak-bercak
putih Handayani,
Suharmiati, Ayuningtyas, 2012.
c ThinPrep Pap Test
Metode ini adalah metode berbasis cairan. Metode thin prep memeriksa secara keseluruhan bagian serviks.
Sampel yang diambil dari serviks dimasukkan ke dalam botolvial yang berisi cairan kemudian dibawa ke
laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut Subagja, 2014.
d Kolposkopi
Pemeriksaan ini
menggunakan mikroskop
dengan pembesaran rendah sekitar 40 kali. Tujuannya untuk
mengenal perubahan pada pembuluh darah dan jaringan tertentu.
Diperlukan keahlian
khusus dalam
mempergunakan alat dan menginterpretasikan perubahan tertentu pada jaringan. Dapat dipakai sebagai penuntun
untuk mengambil jaringan bahan pemeriksaan patologi anatomi sehingga lebih jelas Manuaba, Manuaba,
Manuaba, 2009. e
Tes Schiller Tes ini dilakukan dengan cara mengolesi serviks dengan
larutan iodium. Sel yang sehat akan berubah warna menjadi cokelat, sedangkan sel yang tidak normal
warnanya menjadi putih atau kuning Subagja, 2014. f
Biopsi Serviks Biopsi serviks adalah tindakan untuk mengambil sedikit
jaringan serviks yang dicurigai kanker. Tujuannya adalah unutk mendiagnosis keganasan danatau mengetahui jenis
histopatologik kanker serviks Aziz, Witjaksono, Rasjidi, 2008.
g Pemeriksaan Panggul
Pemeriksaan panggul
terdiri dari
pemeriksaan menggunakan spekulum dan dengan melakukan vaginal
toucher atau pemeriksaan bimanual. Inspeksi spekulum secara makroskopik dilakukan dengan teliti menggunakan
cahaya yang adekuat. Sedapat mungkin harus dihindari penghilangan lendir serviks dan tidak ikut mengambil
material sel yang mengalami ekskoriasi Velde, Bosman, Wagener, 1996.
c. Vaksin Kanker Serviks
Vaksin HPV terdiri dari dua macam yang dapat melindungi dari dua jenis virus yang menyebabkan kanker serviks, yaitu tipe 16
dan 18. Kedua vaksin bekerja dengan baik jika diberikan sebelum paparan HPV. Oleh karena itu, adalah lebih baik untuk
melakukannya sebelum aktivitas seksual pertama. Program imunisasi ini diberikan kepada anak-anak ketika berusia 9
sampai 13 tahun karena pada usia inilah yang paling memungkinkan untuk mencegah kanker. Walaupun vaksin HPV
secara signifikan dapat mengurangi risiko terkena kanker serviks, hal ini tidak menjamin bahwa tidak akan terkena kanker
serviks. Orang yang telah diberi vaksin tetap harus melakukan skrining kanker serviks secara berkala WHO, 2014.
d. Hindari merokok
Tidak merokok dapat mengurangi kemungkinan terkena kanker serviks. Orang
yang merokok kurang mampu untuk menyingkirkan infeksi HPV dari tubuh yang dapat berkembang
menjadi kanker Subagja, 2014.
C. Papanicolaou Smear atau Pap Smear
1. Definisi Pap Smear
Pap smear atau Papanicolaou smear adalah mengambil atau mengelupas sel di endoserviks dan portio untuk mendeteksi adanya
lesi preinvasif serta lesi invasif Watson et. al, 2012. Pap smear merupakan skrining kanker serviks. Sel serviks dikerok dari serviks,
kamudian di poles di slide dan dianalisis menggunakan mikroskop untuk mendeteksi perubahan prakanker atau kanker pada serviks
Jhpiego, 2005. Pap smear dapat mendeteksi adanya sel abnormal sebelum menjadi lesi prakanker atau kanker serviks sedini mungkin,
terutama pada wanita yang telah aktif secara seksual ataupun yang telah divaksinasi. Dasarnya tes Pap smear ini mengambil sediaan dari
epitel permukaan serviks yang mengelupas atau eksfoliasi dimana epitel permukaan serviks selalu mengalami regenerasi dan digantikan
oleh lapisan epitel di bwahnya. Epitel yang eksfoliasi ini merupakan gambaran keadaan epitel dibawahnya. Sediaan ini kemudian diwarnai
secara khusus dan dilihat di bawah mikroskop untuk diinterpretasi
lebih lanjut dan dibedakan derajat lesi kankernya Sarjidi, 2010. Pemeriksaan Pap smear merupakan pemeriksaan tersimpel untuk
mendeteksi kanker serviks secara dini. Pap smear juga merupakan pemeriksaan termurah dan paling banyak digunakan Soemardji,
Wagey, Laihad, 2012. Pap smear pertama kali diperkenalkan oleh Dr. George
Nicholas Papanicolaou pada tahun 1940-an Shepard, 2011. Adanya pengenalan skrining secara rutin dengan Pap smear membuat angka
kejadian dan kematian untuk kanker serviks telah menurun 70-80 dan 90, masing-masing, di sebagian besar negara berkembang
Soemardji, Wagey, Laihad, 2012. Masih banyak kendala membuat program skrining dengan
menggunakan metode dasar Pap smear di negara-negara berkembang seperti Indonesia, terutama keterbatasan dari ahli patologi yang sangat
penting untuk melakukan diagnosis Nuranna, et al., 2012. Hanya ada 292 patolog data dari IAPI 2010 di Indonesia yang harus melayani
penduduk Indonesia yang berjumlah 237 juta orang Badan Pusat Statistik BPS, 2010.
Panduan terbaru menganjurkan perempuan dengan usia 21 sampai 29 tahun untuk melakukan skrining setiap 2 tahun dan bukan
setiap tahun, yaitu dengan menggunakan uji Pap smear standar atau sitologi berbasis cairan. Perempuan berusia 30 tahun atau lebih yang
melakukan uji sitologi servikal tiga kali berturut-turut dengan hasil negatif dan tidak mempunyai riwayat neoplasia intraepitel serviks dua
atau tiga ataupun kanker, tidak terinfeksi HIV atau mempunyai gangguan imunologik, serta tidak terpapar oleh DES in utero, maka
mereka dapat memperpanjang pemeriksaan sitologi servikalnya setiap tiga tahun American College of Obstetricians and Gynecologist
ACOG, 2009.
2. Manfaat Pap Smear
Pemeriksaan Pap smear berguna sebagai pemeriksaan skrining dan pelacak adanya perubahan sel ke arah keganasan secara dini
sehingga kelainan prakanker dapat terdeteksi serta pengobatannya menjadi lebih mudah dan murah Hillegas dalam Octavia, 2009.
Manuaba dalam Octavia 2009 menyebutkan manfaat Pap smear dapat dijabarkan secara rinci sebagai berikut :
a. Diagnosis dini keganasan
Pap smear berguna dalam mendeteksi kanker serviks, kanker korpus endometrium, keganasan tuba Falopii, dan mungkin
keganasan ovarium. b.
Perawatan kolaborasi dari keganasan Pap smear berguna sebagai perawatan kolaborasi setelah operasi
dan setelah mendapatkan kemoterapi dan radiasi. c.
Interpretasi hormonal wanita Pap smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan
ovulasi atau tanpa ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan kemungkinan keguguran pada usia kehamilan awal.
d. Menentukan proses peradangan
Pap smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai infeksi bakteri atau jamur.
Tes Pap smear memiliki tingkat sensitivitas 90 apabila dilakukan setiap tahun, 87 jika dilakukan setiap dua tahun, 78
setiap tiga tahun, dan 68 jika dilakukan setiap lima tahun Sarjidi, 2010.
3. Prosedur Pap smear
Hawkins, Roberto-Nicols Stanley-Haney 2012 menyatakan bahwa prosedur untuk melakukan Pap smear adalah sebagai berikut :
a. Sebelum melakukan Pap smear, sebelumnya harus dilakukan
pemeriksaan bimanual pelvis menggunakan spekulum yang tidak mengandung pelumas. Spekulum dapat dihangatkan dengan
menggunakan air hangat. b.
Lakukan palpasi pada vagina dan serviks untuk mencari lokasi serviks dan mengidentifikasi posisi dari tulang.
c. Serviks dan vagina harus terlihat seluruhnya ketika melakukan
smear untuk dapat melihat seluruh percabangan skuamokolumnar. d.
Jika terdapat pengeluaran vagina yang banyak, maka harus dibersihkan dengan sekali usap untuk memperoleh smear. Tidak
boleh terdapat darah sedikit pun pada sampel sitologi. e.
Pengelupasan sel dilakukan pada zona transformasi serviks, kemudian diletakkan langsung pada slide kaca, ditutup, di beri
label identitas pasien, dan dikirim ke laboratorium.
D. Perempuan Usia Reproduktif
Menurut WHO 2013 perempuan usia reproduktif adalah perempuan yang berusia 15 sampai 49 tahun. Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional atau BKKBN 2014 menyebutkan bahwa perempuan usia reproduktif atau wanita usia subur WUS adalah perempuan yang
berumur 15 sampai 49 tahun baik yang berstatus kawin maupun yang belum kawin atau janda.
34
BAB 3 METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Penelitian kualitatif adalah suatu
pendekatan yang
mengekplorasi, menemukan,
menjelaskan, dan
menerangkan fenomena atau objek sosial yang tidak dapat dejelaskan, didefiniskan, diukur, dan tidak dapat dijumlahkan secara numerik atau
angka-angka Afiyanti Rachmawati, 2014. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak
menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya Moleong, 2013. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mencari kedalaman
sebuah fenomena dan menemukan serangkaian variabel secara induktif, dapat menggunakan in-depth interview dan focus group discussion. Metode
kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, dan
mengandung makna Sugiyono, 2009.
Fenomenologi adalah ilmu mengenai fenomena yang dibedakan dari sesuatu yang sudah menjadi, atau disiplin ilmu yang menjelaskan dan
mengklasifikasikan fenomena, atau studi tentang fenomena. Fenomenologi bertujuan untuk mengetahui dunia dari sudut pandang orang yang
mengalaminya secara langsung atau berkaitan dengan sifat-sifat alami pengalaman manusia, dan makna yang melekat padanya. Fenomenologi
cenderung menggunakan metode observasi, wawancara mendalam, dan
analisis dokumen dengan menggunakan metode hermeneutik seni memahami konteks, terutama konteks sosial dan bahasa Kuswarno, 2009.
Penelitian fenomenologi bersifat induktif dan berfokus pada pemahaman tentang respon atas kehadiran atau keberadaan manusia, bukan
sekadar pemahaman atas bagian-bagian yang spesifik atau perilaku khusus. Tujuan dari penelitian fenomenologi adalah menjelaskan pengalaman-
pengalaman apa yang dialami oleh orang di dalam kehidupan ini, termasuk interaksinya dengan orang lain Danim, 2003.
Fenomenologi deskriptif atau fenomenologi transenden adalah peneliti
mengeksplorasi secara
langsung, menganalisis,
dan mendeskripsikan fenomena yang diteliti melalui pengungkapan intuisi
peneliti secara maksimal Polit Beck, 2010. Fenomenologi tipe ini mengharuskan peneliti untuk melakukan proses bracketing atau peneliti
mengurung asumsi dan pengetahuan tentang fenomena yang diteliti untuk dapat memberikan gambaran secara utuh seperti apa dan bagaimana para
partisipan mengalami fenomena tersebut Afiyanti Rachmawati, 2014.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2015 di Wilayah Kerja RSUD Kabupaten Tangerang.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat utama untuk menghasilkan temuan penelitian pada penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Peneliti melakukan
wawancara mendalam indepth interview dengan bentuk wawancara tak terstruktur agar dapat lebih menggali informasi secara lebih rinci dan
merekam aktifitas wawancara tersebut menggunakan alat perekam atau audio recorder dan mencatat hal yang perlu dengan menggunakan alat tulis
atau disebut juga field note atau catatan lapangan.
D. Partisipan Penelitian
Pemilihan partisipan
penelitian ini
menggunakan teknik
nonprobability sampling atau nonrandom sampling, yaitu dipilih atau ditentukan tidak secara acak. Partisipan dipilih menggunakan metode
convenience sampling, yaitu peneliti memilih partisipan berdasarkan kemudahan saja. Dalam hal ini, peneliti memilih domisili partisipan yang
mudah dijangkau oleh peneliti sehingga mempermudah proses penelitian. Mengacu pada prinsip diatas, maka kriteria inklusi penelitian ini adalah:
a. Berjenis kelamin perempuan
b. Dapat berkomunikasi secara verbal dengan baik
c. Berusia antara 15-49 tahun atau usia reproduktif ketika melakukan
deteksi dini Pap smear terakhir d.
Berdomisili atau bertempat tinggal di Wilayah Kerja RSUD Kabupaten Tangerang
e. Partisipan sudah pernah melakukan deteksi dini kanker serviks dengan
menggunakan metode Pap smear minimal satu kali dalam enam bulan sampai satu tahun terakhir di RSUD Kabupaten Tangerang.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sebelum dilakukan pengumpulan data, peneliti melakukan uji coba pedoman wawancara dengan dua orang partisipan lalu mendiskusikan
dengan pembimbing dan wawancara yang dilakukan masih kurang mendalam sehingga peneliti melakukan wawancara ulang dan data yang
didapatkan sudah cukup sehingga bisa melanjutkan ke wawancara yang sebenarnya.
Pengumpulan data pada penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan cara pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer didapat
melalui wawancara mendalam dengan partisipan. Sebelum dilakukan wawancara, terlebih dahulu peneliti menjelaskan mengenai penelitian ini
dan mendapatkan kesediaan dari partisipan untuk menjadi partisipan atau informed concent. Wawancara dilakukan secara face-to-face dalam waktu
30 sampai 45 menit dan direkam menggunakan alat perekam suara atau audio recorder dan dicatat di dalam field note atau catatan lapangan untuk
mencatat kejadian yang terjadi ketika melakukan proses wawancara, seperti suasana ruangan, ekspresi dan mimik wajah partisipan.
Data sekunder didapat melalui berbagai dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini. Peneliti telah melakukan studi pendahuluan di RSUD
Kabupaten Tangerang. Pengumpulan data ini digunakan untuk melengkapi hasil penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Tahapan proses analisis data kualitatif terdapat beberapa model analisis, salah satunya menggunakan model Colaizzi 1978 dalam Streubert
Carpenter 2003. Langkah-langkah analisis data kualitatif dari Colaizzi adalah sebagai berikut:
1. Peneliti mendeskripsikan fenomena yang diteliti, yaitu mengenai
pengalaman perempuan usia reproduktif dalam upaya deteksi dini kanker serviks melalui Pap smear.
2. Peneliti mengumpulkan deskripsi fenomena melalui pendapat atau
pernyataan partisipan.
Peneliti melakukan
wawancara dan
menuliskannya dalam
bentuk naskah transkrip
untuk dapat
mendeskripsikan gambaran konsep penelitian. 3.
Peneliti membaca seluruh deskripsi fenomena yang telah disampaikan oleh semua partisipan.
4. Peneliti membaca kembali transkrip hasil wawancara secara berulang-
ulang dan mengutip pernyataan-pernyataan yang bermakna dari semua partisipan.
5. Peneliti menguraikan arti yang ada dalam pernyataan-pernyataan semua
partisipan secara signifikan. 6.
Peneliti mengorganisir kumpulan-kumpulan makna yang terumuskan ke dalam kelompok tema. Peneliti membaca seluruh kategori yang ada,