Interpretasi Hasil Penelitian PEMBAHASAN

ketika mengetahui bahwa kanker serviks dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Persepsi perempuan usia repsroduktif mengenai kanker serviks masih harus diperbaiki lagi. Perlu adanya edukasi dan promosi kesehatan mengenai penyebab kanker serviks dan proses terjadinya kanker serviks sehingga perempuan menjadi lebih mengerti lagi akan pentingnya pencegahan kanker serviks. Tema 3. Sumber Informasi yang Didapatkan Perempuan Usia Reproduktif mengenai Pap Smear Partisipan pada penelitian ini mengungkapkan bahwa mereka mendapatkan informasi mengenai Pap smear melalui media massa, hubungan interpersonal yang mereka miliki dan ada pula yang mendapatkan informasi mengenai Pap smear secara kebetulan dari petugas kesehatan ketika mereka berkunjung ke rumah sakit. Media massa dan teman merupakan hal yang banyak dikemukakan para partisipan sebagai sumber informasi yang diterima. Majunya teknologi akan menimbulkan tersedianya bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang berbagai informasi baru. Sebagai sarana komunikasi dan pemberi informasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Media massa juga membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan tindakan seseorang untuk melakukan sesuatu Notoatmojo, 2007. Informasi mengenai kanker serviks dan Pap smear lebih mudah disebarkan melalui media massa daripada media lainnya seperti teman ke teman atau melalui tenaga kesehatan. Yao et. al. 2013 mengungkapkan bahwa informasi yang akurat mengenai kanker serviks harus diadakan sehingga perempuan bisa mendapatkan pengetahuan mengenai kanker serviks, khususnya faktor risiko, metode skrining, perawatan dan yang terpenting adalah skrining umum untuk deteksi dini. Penyedia layanan kesehatan, yang mewakili sumber informasi kesehatan terbesar, harus memberikan pengaruh yang besar tehadap perilaku skrining perempuan, yang mana bisa dilakukan dengan cara memberitahukan kepada pelayanan kesehatan di komunitas dan penyedia layanan kesehatan lain bahwa komponen yang sangat penting adalah menaikkan kesadaran perempuan untuk melakukan skrining kanker serviks. Soneji Fukui 2013 menambahkan bahwa petugas kesehatan bisa menjadi pengaruh yang sangat besar terhadap pengambilan keputusan terhadap pelayanan kesehatan yang akan pasien kunjungi dan mungkin menjadi lebih efektif dengan mendeteksi kurangnya pengetahuan dan hambatan kultural yang ada, seperti malu, takut akan sakit, dan hubungan antara HPV dan kanker serviks. Ketika ditanyakan siapa orang yang paling berpengaruh untuk memberikan informasi kesehatan, perempuan memberikan jawaban yang bermacam-macam. Petugas kesehatan adalah yang paling banyak dipilih, disusul oleh selebritis lokal maupun mancanegara, teman atau kerabat, spesialis dari luar negeri, dokter pengobatan herbal, dan psikolog. Ketika topik gender didiskusikan, sebagian besar perempuan mengatakan lebih suka datang bila fasilitatornya adalah seorang perempuan juga, hal ini dikarenakan perempuan akan cenderung merasa lebih nyaman jika mendengarkan dari seorang perempuan juga Paz-Soldan, Nussbaum, Bayer, Cabrera, 2010. Informasi mengenai Pap smear dan kanker serviks dapat diberikan melalui berbagai sumber. Bisa melalui media massa, teman ke teman, maupun dari tenaga kesehatan. Informasi mengenai kesehatan reproduksi yang berasal dari petugas kesehatan merupakan informasi yang paling baik diterima oleh perempuan karena sudah pasti informasi yang diberikan benar dan terhindar dari opini yang tidak benar. Tema 4. Hambatan Perempuan Usia Reproduktif untuk Melakukan Pap Smear Faktor penghambat perilaku Pap smear pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu petugas kesehatan yang tidak terapeutik dan sistem pelayanan kesehatan yang berbelit-belit. Sebagian partisipan mengungkapkan bahwa petugas kesehatan yang kurang ramah membuat mereka merasa tidak nyaman kembali ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan Pap smear. Selain itu, sistem pelayanan kesehatan yang berbelit-belit membuat mereka malas untuk melakukan pemeriksaan dikarenakan banyak menghabiskan waktu ketika menunggu akan diperiksa. Faktor penghambat dalam sistem pelayanan kesehatan yang berbelit- belit juga dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Kivistik, Lang, Baili, Anttila, Veerus 2011 bahwa perempuan yang hidup di area perkotaan mengemukakan tidak cocoknya waktu perjanjian dengan tenaga kesehatan dan terlalu lamanya waktu mengantri, yang mana mengindikasikan bahwa keadaan pelayanan kesehatan di daerah urban tidak cukup baik. Pelcastre-Villafuerte, Tirado-Gómez, Mohar-Betancourt, López-Cervantes 2007 juga mengemukakan hal yang sama bahwa rata- rata perempuan menunda untuk berkunjung ke dokter karena lamanya waktu mengantri dan saat mereka memutuskan untuk datang ke pelayanan kesehatan mungkin penyakit yang diderita sudah parah atau terlambat. Kurangnya komunikasi yang berdasarkan patient-centered adalah jawaban umum yang dilontarkan perempuan ketika ditanya apakah yang membuat seorang perempuan tidak percaya kepada petugas kesehatan atau sistem pelayanan kesehatan yang ada. Kurangnya komunikasi yang berdasarkan patient-centered dideskripsikan dalam beberapa macam, termasuk bahwa petugas kesehatan tidak menjadi pendengar yang yang baik atau cenderung terburu-buru dalam melakukan pemeriksaan, menjelaskan diagnosa, dan menjawab pertanyaan. Persepsi mengenai kurang baiknya pelayanan kesehatan yang tersedia menjadi hal yang paling menentukan bagi seorang perempuan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan McAlearney, et al., 2012. Kemampuan petugas kesehatan dalam berkomunikasi dengan pasien —dalam hubungan saling percaya—adalah karakteristik utama dalam melakukan tindakan pemeriksaan kesehatan Kim, et al., 2012. Sebuah penelitian di China yang dilakukan oleh Yao, et al. 2013 menyebutkan ada tujuh jawaban paling banyak yang dikemukakan oleh perempuan yang tidak ingin melakukan Pap smear, yaitu takut jika ternyata terdiagnosa penyakit, tidak da keluhan atau ketidaknyamanan, tidak mengetahui keuntungan dati deteksi dini kanker serviks, takut ditipu, takut merasakan sakit selama pemeriksaan, menganggap bahwa kanker serviks tidak bisa diobati walaupun sudah sering melakukan deteksi dini, dan suami yang tidak mengizinkan untuk melakukan deteksi dini kanker serviks. Studi yang dilakukan di Jamaica yang dilakukan oleh Ncube, Bey, Knight, Bessler, Jolly 2015 juga menemukan faktor-faktor yang menghambat seorang perempuan untuk melakukan Pap smear, yaitu kurangnya informasi, takut ketika pemeriksaan, butuh banyak waktu dengan petugas kesehatan, dan takut dengan hasil Pap smear. Perbaikan kualitas pelayanan kesehatan harus dilakukan agar perempuan yang telah melakukan Pap smear akan kembali lagi melakukan pemeriksaan selanjutnya. Komunikasi terapeutik dari petugas kesehatan juga menjadi salah satu hambatan bagi perempuan sehingga perlu adanya perbaikan. Tema 5. Pendukung Perempuan Usia Reproduktif dalam melakukan Pap Smear Hasil penelitian ini menemukan bahwa dukungan suami termasuk dalam faktor pendukung seorang perempuan untuk melakukan Pap smear. Berbeda dengan hasil penelitian ini, penelitian yang dilakukan oleh William Amoateng 2012 di Ghana mengenai pengetahuan dan kepercayaan para suami mengenai kanker serviks, kebanyakan laki-laki merasa tidak nyaman bila mengetahui istri mereka melakukan pemeriksaan Pap smear dengan dokter laki-laki. Dengan pengecualian ketika akan melahirkan, seorang laki- laki menganggap bahwa merupakan hal yang tabu bagi laki-laki lain, termasuk dokter, untuk melihat bagian intim dari istri orang lain. Ada partisipan yang mengungkapkan bahwa mereka tidak pernah menceritakan atau meminta izin kepada suaminya untuk melakukan pemeriksaan Pap smear. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Thorburn, Kue, Keon, Zukoski 2012 di Amerika Serikat mengungkapkan hal yang sama bahwa perempuan suku Hispanic tidak pernah mengungkapkan keputusannya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan dan memilih keputusa secara mandiri. Ini mengindikasikan bahwa pengambilan keputusan perempuan suku Hispanic dipengaruhi oleh dimensi dari perpindahan, akulturasi, tingginya pendidikan, dan kemandirian perempuan. Faktor yang berhubungan dengan sosial, seperti dukungan sosial danatau emosional yang perempuan terima dari orang terdekatnya, keluarga, atau teman-teman mungkin mempengaruhi perilaku pencegahan terhadap kanker serviks Bingham et.al. Winkler et. al. dalam Paz- Soldan, Nussbaum, Bayer, Cabrera, 2010. Hasil penelitian ini menemukan bahwa para partisipan merasa sistem jaminan kesehatan dari pemerintah sangat membantu mereka ketika akan melakukan pemeriksaan kesehatan. Hal ini membuktikan bahwa masalah biaya masih menjadi suatu hambatan yang dirasakan oleh sebagian partisipan penelitian ini sehingga tanpa adanya sistem jaminan kesehatan, para partisipan menjadi enggan untuk melakukan pemeriksaan Pap smear. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Williams Amoateng 2012 yang meneliti mengenai pengetahuan dan kepercayaan mengenai deteksi dini kanker serviks pada laki-laki atau para suami di Ghana menemukan bahwa para suami merasa keberatan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai istrinya melakukan pemeriksaan Pap smear. Beberapa partisipan pada penelitian tersebut menyatakan bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk skrining kanker serviks menjadi hambatan terbesar yang mencegah mereka mendukung istri-istri mereka untuk mendapatkan skrining. Penelitian yang dilakukan oleh Soneji Fukui 2013 menyebutkan bahwa jumlah penghasilan yang besar meningkatkan kemungkinan untuk melakukan Pap smear. Perempuan dengan penghasilan yang besar mungkin memiliki lebih banyak pengalaman dan kesempatan untuk melakukan pemeriksaan Pap smear dengan dokter pribadi, dan menghadapi lebih sedikit hambatan, termasuk transportasi dan keperluan lainnya. Dukungan orang-orang terdekat merupakan salah satu faktor pendukung bagi perempuan. selain dukungan dari orang-orang terdekat, jaminan kesehatan dari pemerintah juga merupakan dukungan yang penting bagi seorang perempuan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Tema 6. Perasaan Perempuan Usia Reproduktif mengenai Pemeriksaan Pap Smear Hasil penelitian ini juga mengungkapkan perasaan para partisipan ketika melakukan pemeriksaan Pap smear. Perasaannya antara lain takut, malu, tegang, sakit, waswas, grogi, dan berbagai emosi lainnya. Namun ada juga beberapa partisipan yang tidak merasakan apa-apa, tidak malu, tidak takut, dan tidak merasakan sakit apapun. Paz-Soldan, Nussbaum, Bayer, Cabrera 2010 menyebutkan bahwa malu dan takut sejauh ini adalah hambatan yang paling umum untuk melakukan Pap smear. Perempuan mendeskripsikan malu ketika membuka pakaian di depan orang lain, atau di depan petugas kesehatan, atau memperlihatkan area genital mereka pada petugas kesehatan. Malu umumnya adalah hal yang dikemukakan oleh perempuan yang masih berusia muda. Perempuan juga mengatakan merasakan ketidaknyamanan dengan petugas kesehatan lawan jenis sebagai sumber rasa malu mereka. Sebagian perempuan merasa menyalahi norma kesopanan jika memperlihatkan atau membiarkan petugas kesehatan lawan jenis menyentuh area genital mereka. Informasi yang salah atau cerita-cerita menakutkan yang diceritakan oleh lingkungan sosial seorang perempuan mengenai pengalaman nyeri ketika melakukan Pap smear juga bisa menjadi hambatan bagi seorang perempuan unutk melakukan Pap smear. Perasaan khawatir akan terdiagnosa suatu penyakit, tidak adanya keluhan dan ketidaknyamanan, dan tidak mengetahui keuntungan dari skrining kanker serviks merupakan tiga alasan terbanyak seorang perempuan menolak untuk melakukan skrining. Perempuan yang berusia kurang dari 45 tahun atau memiliki sedikit penghasilan, riwayat penyakit kanker dalam keluarga, jenjang pendidikan yang tinggi, pengetahuan yang baik dan sedikitnya hambatan yang ditemui merupakan beberapa hal yang yang membuat seorang perempuan bersedia untuk berpartisipasi dalam skrining dibandingkan dengan perempuan yang tidak memiliki karakteristik tersebut Yao, et al., 2013. Penelitian yang dilakukan oleh Lyimo dan Beran 2012 di Tanzania mengungkapkan bahwa perempuan yang tidak pemilih dalam menentukan jenis kelamin petugas kesehatan yang memeriksanya kemungkinan besar lebih sering melakukan skrining daripada yang lebih suka diperiksa dengan petugas kesehatan yang berjenis kelamin perempuan. Jadi, perempuan yang lebih suka diperiksa oleh petugas kesehatan perempuan menjamin bahwa mereka bersungguh-sungguh untuk melakukan skrining. Perempuan yang merasa malu melakukan pemeriksaan mungkin kurang menjadi enggan melakukan skrining. Mungkin rasa malu memperlihatkan bagian tubuh pribadi lebih sedikit kepada petugas kesehatan perempuan daripada petugas kesehatan laki-laki. Selain itu, kemungkinan skrining lebih tinggi pada perempuan yang tidak percaya bahwa pemeriksaannya sakit. Mungkin mereka lebih bisa menahan rasa ketidaknyamanan fisik ketika sedang dilakukan prosedur. Banyak perempuan yang merasakan sakit dan merasa tidak nyaman ketika melakukan Pap smear. Mereka merasakan ketidaknyaman fisik yang berasal dari kasarnya sikap petugas kesehatan dan tidak tepatnya ukuran spekulum ketika dilakukan prosedur. Perempuan biasanya merasakan emosi yang kurang baik selama pemeriksaan, seperti takut, malu, dan marah. Beberapa mengatakan merasa trauma dan tersakiti ketika melakukan pemeriksaan Pap smear. Ada pula yang mengungkapkan bahwa tingkat kebersihan di ruang pemeriksaan sangat jauh dari standar kesehatan yang seharusnya ada. Mereka juga merasa tidak adanya privasi selama pemeriksaan Magee, Hult, Turalba, McMillan, 2005. Paz-Soldan, Nussbaum, Bayer, Cabrera 2010 menambahkan beberapa perempuan yang pernah mendengar mengenai Pap smear dan mereka mengetahui bahwa mereka harus melakukan Pap smear setelah menjadi seorang seksual yang, rasa takut dan malu yang mereka milikilah yang menghalangi mereka untuk melakukan pemeriksaan. Malu dan takut merupakan hal yang paling umum dialami oleh seorang perempuan ketika prosedur Pap smear sedang dilakukan. Meskipun dokter perempuan yang melakukan pemeriksaan, masih ada perempuan yang merasa malu dan takut. Perlu diadakan penyuluhan terlebih dahulu agar perempuan tidak merasakan takut dan merasa tenang ketika sedang dilakukan prosedur Pap smear. Tema 7. Harapan Perempuan Usia Reproduktif terhadap Pelayanan Pap Smear Harapan yang dimiliki oleh para partisipan dalam penelitian ini bermacam-macam. Salah satu partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan harapannya agar dokter lebih bisa menjelaskan secara detail mengenai penyakit pasien, apa yang harus dilakukan pasien dan pilihan apa yang bisa diambil oleh pasien. Seperti yang dikemukakan pada penelitian Paz-Soldan, Nussbaum, Bayer, Cabrera 2010 bahwa wanita merasakan banyak ketidaknyaman selama proses pemeriksaan berlangsung, seperti kurangnya kerahasiaan dan privasi dan rasa malu dikarenakan ada orang yang melihat termasuk petugas kesehatan atau mendengar mereka. Masalah ini bisa ditangani dengan cara mengadakan pelatihan kepada para petugas kesehatan agar lebih menghargai privasi perempuan dan mengurangi rasa malu mereka. Pelatihan ini bisa diadakan di rumah sakit, di universitas bagi dokter, perawat, maupun bidan. Paz-Soldan, Nussbaum, Bayer, Cabrera 2011 menjelaskan dalam penelitiannya mengenai salah satu cara agar pendidikan kesehatan mengenai kanker serviks dan pencegahannya bisa sampai ke pasien dengan baik tanpa usaha yang besar, yaitu dengan cara menyediakan selebaran yang dibagikan atau menyalakan video mengenai kanker serviks dan Pap smear di ruang tunggu pasien. Jadi, walaupun tidak ingin melihat, para perempuan yang duduk menunggu di ruang tunggu dapat mendengarkan dan membuat mereka lebih tertarik dan sadar untuk melakukan deteksi dini kanker serviks. Harapan-harapan yang dimiliki oleh seorang perempuan untuk perbaikan kualitas Pap smear merupakan hal perlu diperhatikan oleh petugas kesehatan agar kualitas pelayanan kesehatan yang ada menjadi semakin baik dan perempuan menjadi lebih tertarik untuk melakukan pemeriksaan Pap smear.

B. Keterbatasan Penelitian

Terdapat berbagai keterbatasan penelitian selama penelitian ini berlangsung. Keterbatasan tersebut antara lain : 1. Pemilihan partisipan menggunakan teknik convenience sampling sehingga kurang obyektif dan hanya berdasarkan azas kemudahan bagi peneliti tanpa memandang calon partisipan lainnya yang mungkin memiliki pengalaman yang lebih baik. 2. Domisili dari para partisipan tidak tersebar di berbagai wilayah di Kabupaten Tangerang, namun hanya berkisar di lima daerah. Hal ini dikarenakan data yang diberikan oleh pihak RSUD Kabupaten Tangerang hanya di beberapa daerah tersebut dan sisanya tidak dapat ditemukan alamat dari para calon partisipan. 3. Jenjang pendidikan terakhir dari partisipan juga masih kurang beragam. Seharusnya terdiri dari beragam jenjang pendidikan dari SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Namun pada penelitian ini, pendidikan terakhir partisian hanya SMA dan perguruan tinggi. . 73

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman perempuan usia reproduktif dalam upaya deteksi dini kanker serviks melalui Pap smear. Terdapat tujuh tema yang teridentifikasi pada penelitian ini yang dihasilkan dari wawancara yang dilakukan kepada para partisipan.

A. Kesimpulan

Para partisipan mendeskripsikan pengertian Pap smear secara umum, seperti untuk pemeriksaan organ kewanitaan, pemeriksaan kanker serviks, dan ada partisipan yang menjawab tidak tahu. Manfaat Pap smear adalah untuk mendeteksi adanya sel kanker dikemukakan oleh sebagian partisipan sedangkan yang lain hanya menjawab untuk mendeteksi kelainan pada organ kewanitaan dan untuk mencegah penyakit. Pemahaman mengenai kanker serviks meliputi pengertian, penyebab, dan pencegahan. Para partisipan mengungkapkan kanker serviks disebabkan oleh adanya mikroorganisme pada daerah kewanitaaan namun masih kurang paham organisme jenis apa yang dapat menyebabkan kanker serviks. Cara pencegahan kanker serviks yang diungkapkan oleh para partisipan meliputi memperbaiki gaya hidup yang kurang baik dan lebih menjaga kebersihan di area kewanitaan. Sumber informasi dari tenaga kesehatan merupakan hal yang sangat dibutuhkan. Para partisipan mendapatkan informasi dari berbagai sumber, seperti media massa, penyuluhan kesehatan, dan dari teman atau kerabat. Sumber informasi yang didapatkan perempuan usis reproduktif dapat dijadikan sebagai faktor pendukung dalam melakukan Pap smear. Selain sumber informasi ini, terdapat faktor pendukung lain yang membuat seorang perempuan ingin melakukan Pap smear, yaitu sistem jaminan kesehatan yang ada, biaya yang gratis, cukupnya biaya yang dimiliki, sikap dokter terapeutik, dan dukungan suami. Selain faktor pendukung, terdapat faktor- faktor yang menghambat perempuan usia reproduktif dalam melakukan deteksi dini kanker serviks melalui Pap smear, diantaranya yaitu petugas tidak terapeutik dan sistem pelayanan kesehatan yang berbelit-belit. Malu dan takut merupakan hal yang membuat seorang perempuan enggan untuk melakukan Pap smear. Mereka merasa bahwa merupakan hal yang tabu jika organ reproduksinya diperlihatkan kepada dokter laki-laki. Takut jika ternyata dirinya terdeteksi memiliki penyakit kanker adalah alasan selanjutnya mengapa perempuan tidak ingin melakukan Pap smear. Padahal akan lebih baik jika kanker serviks ini terdetksi semakin dini, maka harapan agar sembuh menjadi lebih banyak. Perasaan perempuan usia reproduktif ketika melakukan Pap smear sangat beragam, seperti takut, malu, semas, waswas, dan grogi. Sebagian partisipan merasakan sakit ketika dilakukan prosedur Pap smear dan sebagian lagi tidak merasakan apa-apa. Perempuan usia reproduktif mengungkapkan beberapa harapan agar kualitas Pap smear di masa depan menjadi lebih baik, seperti sikap petugas kesehatan yang lebih ramah dan terapeutik, adanya dokter perempuan yang khusus untuk melakukan Pap smear, lebih terjaganya privasi, dan adanya penyuluhan atau promosi kesehatan bagi yang belum paham mengenai Pap smear agar lebih tertarik untuk melakukan deteksi dini kanker serviks.

B. Saran

1. Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi mengenai pengalaman perempuan usia reproduktif yang sudah pernah melakukan Pap smear sehingga para petugas kesehatan bisa lebih memperbaiki kualitas Pap smear yang sudah ada dan membuat para perempuan lebih tertarik lagi untuk melakukan Pap smear. Promosi kesehatan mungkin bisa lebih digalakkan lagi melalui media-media yang mudah di lihat sehingga pengetahuan perempuan mengenai kanker serviks dan Pap smear menjadi lebih baik. Selain melalui media massa, pemerintah juga bisa melakukan promosi kesehatan di perkumpulan-perkumpulan ibu- ibu PKK atau perkumpulan di masing-masing RT sehingga kesadaran perempuan usia reproduktif akan pentingnya deteksi dini kanker serviks menjadi lebih baik. Promosi kesehatan juga dapat dilakukan kepada semua perempuan yang datang ke poli kebidanan. Promosi dapat dilakukan melalui televisi maupun pengeras suara yang terdapat di ruang tunggu poli. Promosi kesehatan juga dapat dilakukan oleh petugas kesehatan kepada para pengunjung poli kebidanan. Selain adanya promosi kesehatan di berbagai setting masyarakat, adanya pemeriksaan kesehatan gratis juga dapat menjadi kesempatan agar perempuan menjadi lebih tertarik lagi untuk melakukan Pap smear. Petugas kesehatan di pelayanan kesehatan juga harus diberikan pelatihan mengenai sikap terapeutik sehingga perempuan yang melakukan Pap smear menjadi lebih nyaman dan secara rutin ingin melakukan pemeriksaan Pap smear 2. Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian keperawatan selanjutnya mengenai kanker serviks dan Pap smear karena masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai penelitian ini. 3. Penelitian Selanjutnya Penelitian yang harus dilakukan kedepannya antara lain perlu adanya pengkajian mengapa perempuan enggan melakukan untuk melakukan Pap smear dan bagaimana cara menanggulangi keengganan tersebut. 4. Perempuan Usia Reproduktif Setelah membaca penelitian ini, diharapkan perempuan akan semakin tertarik untuk melakukan Pap smear dan akan timbul kesadaran yang lebih baik akan pentingnya deteksi dini kanker serviks terutama melalui Pap smear.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan dan Tradisi Wanita Usia Subur (WUS) terhadap Pemeriksaan Pap Smear dalam Upaya Deteksi Dini Kanker Serviks di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011

4 70 88

Gambaran Tingkat Pengetahuan Wanita tentang Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Pemeriksaan Pap Smear di Kelurahan Gedung Johor

0 68 75

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Kanker Serviks dengan Perilaku Ibu dalam Melakukan Tes Pap Smear Di Kelurahan Tugu Utara Pada Tahun 2013

0 9 79

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG IVA DAN PAP-SMEAR Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Iva Dan Pap-Smear Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Wus Melalui Media Leaflet Berkalender Dalam Upaya Deteksi Dini Kanker Serviks Di Wilayah Kerja Puskesm

0 2 18

SKRIPSI Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Iva Dan Pap-Smear Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Wus Melalui Media Leaflet Berkalender Dalam Upaya Deteksi Dini Kanker Serviks Di Wilayah Kerja Puskesmas Manahan Kota Surakarta.

0 6 15

PENDAHULUAN Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Iva Dan Pap-Smear Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Wus Melalui Media Leaflet Berkalender Dalam Upaya Deteksi Dini Kanker Serviks Di Wilayah Kerja Puskesmas Manahan Kota Surakarta.

0 2 8

PEMERIKSAAN PAP SMEAR SEBAGAI UPAYA UNTUK DETEKSI DINI KANKER RAHIM.

0 0 11

Interpretasi Pap Smear Sebagai Deteksi Dini Kanker Serviks Di Rumah Sakit Immanuel Tahun 2009.

0 0 16

2017 02 16 KR CARA UTAMA CEGAH KANKER SERVIKS DETEKSI DINI DENGAN PAP SMEAR

0 0 1

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU USIA 21 - 60 TAHUN TERHADAP UPAYA DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE PAP SMEAR DI DUSUN KARANG TENGAH IMOGIRI BANTUL YOGYAKARTA

0 0 11