4.2 Profil Informan
Profil informan adalah data diri para informan yang telah diteliti, yang mana nantinya akan diperoleh segala informasi-informasi mengenai cina kebun sayur. Dari
hasil penelitian yang telah dilakukan, telah ditentukannya informan sebanyak 5 informan yang memiliki criteria sebagai informan. Adapun uraiannya profil informan
adalah sebagai berikut :
4.2.1 Informan Ke- I
Nama : Pak Nasip Tan Ahuy
Usia : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki Agama
: Budha Status
: Menikah Pekerjaan
: Kontraktor bangunan Penghasilan
: ± Rp 5.000.000.- Jumlah anak
: 4 orang Pak Nasib adalah salah seorang warga keturunan cina yang tinggal di Dusun
VIII, tepatnya berada di Jalan Kebun Sayur, Desa Bandar Klippa. Ia mengaku sudah hampir lebih dari 30-40 tahun bermukim di Dusun VIII tersebut. Ia sudah mengetahui
kurang lebih perubahan yang terjadi selama lebih kurang puluhan tahun. Pak Nasip juga merupakan keturunan kedua dari orangtuanya yang merupakan cina kebun sayur.
Pak Nasip adalah anak satu-satunya didalam keluarga, sehingga beban yang dihadapi orangtuanya dahulu merupakan beban juga baginya. Kehidupan
perekonomian yang sulit membuat mereka harus memutar otak untuk memenuhi
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan sehari-hari. Bukan saja menjadi tanggungan orangtuanya tetapi juga pak Nasip sendiri. Setiap harinya ia harus membantu orangtuanya bercocok tanam dan
mengumpulkan barang bekas untuk dijual kembali. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya tentulah semua itu tidak mencukupi. Mereka harus menghemat
konsumsi makanan setiap harinya. Tidak jarang juga keluarganya hanya mengkonsumsi bubur dan nasi putih saja.
Ia juga mengatakan bahwa interaksi hanya bisa dilakukan sesekali saja dengan para pekerja. Para pekerja cina terdahulu hanya dianggap sebagai budak dan
sekelompok kaum minoritas. Dengan stigma seperti itu, mereka mulai menjadi pribadi yang individual dengan masyarakat pribumi. Perlakuan dari masyarakat
pribumi bahkan Kolonial benar-benar menunjukan sikap diskriminasi serta marginalisasi terhadap para pekerja cina.
Namun, ditengah-tengah perlakuan yang tidak adil yang diterima mereka ia mencoba kesenian yang merupakan kesenian tradisional Indonesia. Ia mengikuti
kesenian kuda kepang sejak ia berumur 12 tahun. Sejak itulah ia memulai kecintaannya terhadap kesenian kuda kepang tersebut. Seiring berkembangnya
zaman, tidak membuat ia berpaling dari kesenian itu. Diumurnya yang telah mencapai 60 tahun ia menjadi ketua pembimbing kesenian kuda kepang yang diberi nama
kesenian Kuda Putih atau “Langen Turonggo Seto”. Sudah hampir 10 tahun ia
membimbing kesenian tersebut dengan beranggotakan 20 anggota yang merupakan keturunan cina kebun sayur. Kebanggaannya terhadap kesenian kuda kepang sengaja
ia pertahankan demi penghapusan stigma kaum minoritas yang terpinggirkan. Dengan keahliannya itu ia menjadi panutan bagi masyarakat disekitarnya. Walaupun dengan
Universitas Sumatera Utara
perubahan sosial ekonomi yang dialaminya, tidak menghilangkan kesenian itu dari hidupnya. Dan dengan keahlian keseniannya itu, ia dan anggotanya sering menghadiri
undangan dua kali dalam sebulan. Pak Nasip adalah salah seorang warga Tionghoa yang memiliki kefasihan
dalam bahasa Jawa. Kefasihannya dalam berbahasa Jawa sudah tidak perlu diragukan lagi. Demi menghilangkan diskriminasi akan etnis cina, ia menggantikan nama
Tionghoanya dengan nama Indonesia. Dan ia juga lebih senang dipanggil dengan nama Indonesianya dibandingkan nama aslinya.
Perubahan sosial ekonomi yang terjadi membuat pak Nasip kini dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan profesi sebagai Kontraktor, ia mampu
menyekolahkan keempat anak-anaknya sampai jenjang pendidikan yang tinggi. Tentu saja hasil yang telah ia peroleh sekarang tidak lepas dari usahanya yang tidak pernah
berhenti melawan stigma-stigma negatif terhadap dirinya sebagai etnis cina.
4.2.2 Informan Ke-II Nama