Kehidupan Perekonomian Orang Cina Tionghoa Tahun 1950-Kini

2.4 Kehidupan Perekonomian Orang Cina Tionghoa Tahun 1950-Kini

Pada masa pasca Belanda, orang-orang cina telah mengembangkan kehebatan ekonominya terutama di bidang yang telah ditinggalkan Belanda, yaitu kegiatan ekspor impor. Hal tersebut terjadi juga walaupun ada usaha-usaha yang tidak terencana dengan baik dan tidak produktif untuk mempribumikan ekonomi. Pada masa sistem demokrasi parlementer, walaupun berada dibawah ancaman dan perasaan tidak tentram sebagian besar warga cina yang WNI maupun yang bukan menikmati kemakmuran. Masa itu berakhir, pada waktu ada pergolakan akhir tahun 1950-an. Pada tahun 1959, kelas pedagang cina yang WNI dan WNA, berada dalam kesulitan setelah ada larangan bergadang untuk orang asing. Dalam masa percobaan 30 September 1965 telah banyak hasil yang positif. Citra cina sebagai elite ekonomi tidak bisa dihindarkan lagi, karena anggapan seperti itu ada benarnya walaupun tidak seluruhnya benar. Banyak orang cina yang miskin dan ada beberapa kelompok kecil yang keberhasilanya dalam bidang ekonomi sangat mencolok. Pada kenyataanya tidak semua orang cina kaya, orang pribumi pun ada yang berhasil dalam usahanya. Pendidikan dan tekadlah kuncinya bukan ras atau persengkongkolan ekonomi. Tahun 1973 merupakan awal dari himbauan pemerintah dalam menganjurkan orang-orang Cina di Indonesia yang mempunyai kelebihan dalam bidang ekonomi untuk berusaha membantu warga pribumi lainnya yang masih dikatakan miskin. Sudah beberapa kali himbauan ini kita dengan, terakhir ialah konferensi Jimbaran, Bali, tetapi masih banyak hambatan-hambatan serta kendala-kendala dalam Universitas Sumatera Utara perwujudan keseimbangan kekuatan ekonomi antara pribumi dengan non-pribumi. Sejarah singkat mengenai politik peranakan Cina Indonesia yang tertera diatas merupakan suatu penjelasan bahwa sejarah Cina di Indonesia bisa dikatakan kurang baik. Pengalaman buruk ini tentu sulit dilupakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Memang PKI sudah tidak ada lagi dan propaganda ajaran komunisme RRC diragukan bisa muncul kembali, tetapi bentuk perbedaan lainnya, seperti jenjang ekonomi yang sangat jauh berbeda antara pri dan non-pri masih ada. Mungkin untuk sebagian pribumi berpendapat bahwa sesungguhnya Belanda, Jepang, PKI dan kemudian Pemerintah orde baru adalah sebagai alat saja bagi Cina untuk menguasai politik dan ekonomi Indonesia. Tanpa adanya usaha pembaruan, asimilasi yang terencana dengan baik, mustahil anggapan tersebut akan hilang. Asimilasi bukanlah hanya kehidupan sosial semata melainkan segala aspek termasuk ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Dan akhir-akhir ini terasa bahwa etnik cina ekonominya seakan-akan meningkat dengan “ deret ukur”, sedangkan si pribumi hanya dengan “deret hitung” disamping masih ada ada 30 juta yang hidup dibawah garis kemiskinan, bisa saja secara ekonomis Negara tertolong tapi di bidang sosial-politik keadaan kritis sekali tidak memanfaatkan swasta etnis cina , ekonomi akan gawat. Tetapi walaupun kesulitan-kesulitan ekonomi dimasa depan teratasi, ada bahaya gejolak-gejolak sosial yang dahsyat Greif, 1991. Kemudian tahun 1980-an, ketika ekonomi Indonesia mulai memasuki era industri dan jasa keadaan mulai berubah. Pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara yang mencapai 8 per tahun, telah mendorong peningkatan belanja masyarakat. Sektor jasa, perdagangan, dan industri melaju sesuai laju permintaan. Karenanya, para kuli kontrak dan keluarganya sebagian mulai bergerak ke kota. Pekerjaan seperti buruh pabrik, pelayan toko, kuli bangunan, penjual pecel, sampai pembantu rumah tangga sekalipun mereka kerjakan. Di tahun 1980-an juga, perusahan-perusahan konglomerat milik Soedono Salim, sebagai pemilik BCA dan Indofood, dan William Soeryadjaya, sebagai pemilik Astra dan Summa, yang menjadi pusat perhatian secara nasional maupun internasional. Sejak tahun 1970 mereka yang sebagai etnis cina dikenal sebagai “cukong” penyandang dana . Keluarga-keluarga dari etnis cina banyak yang dekat dengan keluaraga Cendana. Namun pada tahun 1998, perlahan mulai kekurangan pengaruhnya Liem, 2000 . Banyak pendapat yang mengatakan bahwa peran etnik cina dalam bisnis dan ekonomi Indonesia cukup besar dan terlalu dominan. Alasannya, jika kita hitung jumlah pengusaha besar di Indonesia maka yang terlihat adalah para pengusaha Tionghoa. Bahkan mereka memegang pusat-pusat komersil seperti, pertokoan dan perkantoran yang ada disekeliling kita. Pada tahun 1993, dalam skala regional, 55 juta etnik cina tersebar di Indonesia, Malasyia, Singapura, Thailand, Hongkong, Filiphina, dan Taiwan akan menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi di kawasan ini. Bahkan investasi cina perantauan diseluruh Asia mencapai US 26,0 milyar jauh dibanding investasi FDI foreign direct investment yang mencapai US 3,7 milyar di tahun yang sama Lubis, 1995: 51. Universitas Sumatera Utara Seperti di kota lain, perekonomian di Medan juga dikuasai orang Cina. Mereka itu umumnya tinggal di pusat kota dan kawasan bisnis lain yang sedang tumbuh. Agak sulit menafsirkan berapa besar aset mereka karena bersifat tertutup. Subaninyo Hadiluwi menyebutkan bahwa dibanding dengan etnik sejenis di Pulau Jawa, Cina Medan lebih sering bepergian untuk urusan keluarga dan bisnis ke negara tetangga. Terutama ke Singapura, Malaysia, Taiwan, dan Hong Kong. Ada sebuah tradisi bahwa Cina Medan yang telah bereksepsi tak pernah melepaskan akarnya. Sehingga cina tidak bisa melepas rantai bisnisnya dimana pun mereka berada http:jurnalis.wordpress.comabdulmanan. Kehidupan sosial dan ekonomi cina kebun sayur kini tidak terlepas dari bayang-bayang kehidupan masa lalu mereka terdahulu. Dari hasil penelusuran dari berbagai literatur mengenai perbedaan antara cina masa lalu dan cina masa kini dapat dilihat pada gambar 1 berikut : Universitas Sumatera Utara Gambar 1 : Aspek Sosial Ekonomi Pada Etnis Cina Masa Dahulu Dan Masa Kini Gambar 1 menjelaskan bahwa perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi cukup signifikan. Cina kebun sayur sendiri telah menampakan perubahan itu sendiri baik didalam kehidupan perekonomian maupun kehidupan sosial mereka. Cina kebun sayur berubah dari yang dahulunya termasuk dalam kategori miskin menjadi kaya, dari nasionalis ke internasional, dari ekonomi perencanaan ke ekonomi pasar. Semua perubahan itu merupakan proses panjang yang telah dilalui http:www.rnw.nlid. Lerner mengatakan perubahan sosial itu mencakup tiga hal, yaitu kemana arah perubahan, siapa yang berubah dan kecepatannya seperti apa. Lerner mengungkapkan Cina masa lalu Cina masa kini Komunitas cina kebun sayur Aspek sosial: - peningkatan status sosial -asimilasi -konflik berkurang -interaksi pribumi non pribumi membaik Aspek ekonomi: - gaya hidup eksklusif - pemegang perkonomian pembisnis dan pengusaha Aspek sosial: -Status social marginal -individualisme -mendapat kekerasan fisik zaman belanda. - diskriminasi - konflik Aspek ekonomi - miskin - terikat kontrak dengan belanda Universitas Sumatera Utara perubahan tersebut pada masyarakat di timur tengah yang mengalami pemudaran didalam masyarakatnya yang masih tradisional. Arah perubahan adalah sama diseluruh timur tengah. Dimana-mana berlalunya tata hidup tradisional tampak nyata, kecenderungan sekuler adalah menuju kepada mobilitas jasmaniah, sosial, mobilitas psikologis. Yang berubah adalah didalam setiap Negara timur tengah manusia peralihan lebih banyak menunujukkan karakteristik yang kita telah identifikasikan dengan gaya partisipan urbanisme, kemampuan membaca dan menulis, konsumsi media dan kesanggupan empati. Kita akan menyaksikan seperti tampak pada data, bahwa kesemua itu mengakibatkan sederetan ciri-ciri sosiologi umum seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, misalnya pemuda yang mampu membaca dan menulis bukan tani. Kecepatan lajunya perubahan sosial dimana-mana adalah suatu fungsi fungsi linear dari jumlah orang yang mencapai strata peralihan. Semakin banyak orang yang menjadi modern didalam setiap Negara, semakin tinggi prestasi dalam indeks-indeks kemodernan yang lain. Karena itu, tingkat perubahan yang dicapai berbeda dari tiap Negara di timur tengah Lerner, 1983. Semua gerakan perubahan sosial dalam Lerner, 1983 mengubah cara-cara didalam mana manusia hidup sehari-hari. Perubahan kehidupan yang tidak asing lagi dan benar-benar pribadi misalnya suatu keluarga petani di desa terpencil kepada suatu kerja yang asing dan dingin didalam suatu kota yang ramai dan padat dengan manusia yang tidak dikenal, merupakan suatu dampak perubahan. Konsep Daniel Lerner sendiri dapat diterapkan kepada perubahan sosial yang terjadi pada komunitas cina kebun sayur, dimana adanya sistem kehidupan yang masih tradisional berubah menjadi lebih maju. Pada komunitas cina kebun sayur Universitas Sumatera Utara sendiri telah mengalami perubahan perekonomian. Bila dahulunya sangat sengsara karena terikat dengan Belanda, sekarang mereka telah memperbaiki nasib dengan mencari pekerjaan yang lebih layak. Sedangkan kehidupan sosial yang dahulunya sering terjadi diskriminasi etnis, marginalisasi, konflik etnis, sampai kesenjangan sosial sekarang telah berubah menjadi lebih baik. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Bentuk dari penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lainnya yang secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah Moleong, 2005 :6.

3.2 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian dilakukan di Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut, karena Desa Bandar Klippa merupakan salah satu lokasi yang terdapat komunitas cina kebun sayur. Seiring perkembangan zaman, mereka berinovasi ke masa depan dengan mengubah nasib perekonomiannya, status sosialnya serta kehidupan yang lebih bermartabat. Selain itu, lokasi Desa Bandar Klippa memudahkan peneliti mendapatkan akses untuk mendapatkan data dan informasi. Universitas Sumatera Utara