Informan Ke-III Nama Profil Informan

lengkap dengan kendaraan mewah mereka. Hal lainnya adalah telah banyaknya dibangun Kuil serta Vihara di sekitar pemukiman warga tersebut. Bila dahulunya pembangunan tempat peribadatan etnis cina sering dirusak warga pribumi. Kini, tempat-tempat peribadatan tersebut berdiri kokoh. Perubahan sosial yang terjadi pada komunitas cina kebun sayur ternyata sudah sebagian besar dirasakan mereka. Walaupun masih ada sebagian cina kebun sayur yang masih tergolong miskin. Pemukiman di Dusun VIII, terutama di Jalan Kebun Sayur telah menjadi Komplek bagi etnis Cina kebun sayur.

4.2.3 Informan Ke-III Nama

: Pak Aho Usia : 62 tahun Jenis kelamin : Laki-Laki Agama : Budha Status : Menikah Pekerjaan : Wiraswasta pengusaha Penghasilan : ± Rp 7.000.000.- Jumlah anak : 1 orang anak angkat Pak Aho merupakan keturunan cina kebun sayur kedua dari orangtuanya. Cerita mengenai kehidupan sosial maupun ekonomi Pak Aho tidak jauh berbeda dengan informan-informan sebelumnya. Kehidupan Pak Aho pun tidak lebih beruntung dari informan-informan sebelumnya. Ayahnya merupakan imigran yang Universitas Sumatera Utara berasal dari Tiongkok. Kemudian ayahnya mengaduh nasib di Sumatera Utara dengan menjadi kuli kontrak perkebunan tebu dan tembakau pada masa Kolonial Belanda. . Kehidupan sosial keluarga pak Aho tidaklah menyenangkan, karena pada masa itu etnis cina tidak bisa berekspresi mengeluarkan pendapat seperti sekarang ini. Ruang gerak orang-orang cina sangat dibatasi baik dari pemerintahan sendiri maupun pihak Belanda. Hal inilah yang semakin menguatkan argumen bahwa cina menjadi kaum minoritas pada saat itu. Pak Aho juga mengaku bahwa semasa dulunya ia tidak diijinkan mengenyam bangku sekolah oleh pihak Belanda. Alasannya karena ia merupakan keturunan imigran dari Tiongkok. Interaksi dengan masyarakat lainnya pun tidak dapat dirasakan olehnya. Mengenai kehidupan perekonomian Pak Aho juga sangat memprihatinkan. Walaupun ayahnya bekerja dengan pihak Belanda, bukan serta-merta menjadikan kebutuhan hidup sehari-hari mereka terpenuhi. Bahkan ia mengaku ibunya hanya dapat memberikan bubur serta sayur-sayuran saja. Perekonomian Pak Aho beserta keluarganya menjadikan pengalaman yang berat baginya. Kini, Pak Aho bisa bernafas lega. Kehidupan ayahnya dan ibunya dulu tidak perlu lagi dirasakan olehnya. Sekarang ia mempunyai usaha sendiri yang mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga kecilnya. Usaha pak Aho bergerak dibidang perabotan Furniture. Dari usahanya ini, ia telah dapat memberikan nafkah berkecukupan bagi keluarganya, bahkan toko perabotnya tersebut mempunyai 5 orang karyawan. Artinya, pak Aho sudah mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi orang lain. Universitas Sumatera Utara Konsep asimilasi perkawinan ternyata berlaku baginya. Ia menikahi wanita yang bersuku Jawa. Sehingga secara tidak langsung ia telah menyatukan 2 budaya yang berbeda kedalam satu ikatan perkawinan. Dari pernikahan beda agamanya itu, ia tidak dikarunia anak. Namun, ia setelah 8 tahun pernikahannya mereka memutuskan mengadopsi anak angkat. Pak Aho dan keluarga kecilnya dikenal ramah oleh masyarakat sekitar. Bukan perkawinan campuran saja yang ia lakoni, bahasa yang ia kuasai juga beraneka ragam. Ia menguasai bahasa Hokkien, Jawa, dan Batak. Semua itu ia dapat dari pembauran kepada masyarakat sekitar. Ia mengatakan bahwa masyarakat pribumi didaerah ini dahulunya sangat tidak menyukai jika adanya bangunan tempat peribadatan selain Mesjid atau Musholla. Namun, setelah konflik besar “demo cina” kuil dan vihara sudah banyak dibangun di sekitar Dusun VIII ini. Rumah peribadatan mereka sekarang berjumlah 5 gedung. Bangunan mewah serta ornamen yang menguatkan etnis cinanya tampak sepanjang Dusun VIII.

4.2.4 Informan Ke-IV