9
pesantren. Di sini diterima beberapa santri untuk tinggal di rumah pendirinya kyai.
9
Model B. Bentuk dasar model ini dilengkapi dengan suatu pondok yang terpisah, yaitu asrama tempat tinggal bagi para santri yang sekaligus
menjadi ruangan belajar sederhana. Pondok terdiri dari rumah-rumah kayubambu. Model ini memiliki semua komponen pondok pesantren
klasik kyai, santri, pondok dan masjid. Model C terdiri dari komponen klasik diperluas dengan suatu
madrasah, menunjukkan dorongan modernisasi. Madrasah dengan sistem kelas memberikan juga pelajaran umum. Kurikulumnya berorientasi
kepada sekolah-sekolah pemerintah yang resmi. Anak-anak yang tinggal di sekitar pondok pesantren maupun para santri mukim belajar di
madrasah sebagai alternatif terhadap sekolah pemerintah atau bahkan sekaligus mereka belajar di keduanya sekolah umummadrasah.
10
Model D. Disamping perluasan komponen pesantren klasik dengan sekolah formal madrasah banyak pula pesantren yang memiliki program
tambahan seperti keterampilan dan terapan bagi para santri dari desa-desa sekitar. Dalam sektor pertanian mereka memiliki keterampilan mengolah
lahan, empang, kebun, peternakan,. Juga ada kursus-kursus seperti elektronik, perbengkelan, pertukangan kayu, dan lain-lain.
11
Model E adalah jenis pesantren modern. Di samping sektor pendidikan
Islam klasik juga mencakup semua tingkat sekolah formal dari pendidikan dasar SD
hingga pendidikan tinggi PT. Juga diselenggarakan program keterampilan seperti:
usaha pertanian, kerajinan, perikanan, dan lain-lain. Pada pondok pesantren model E ini, para
santrinya turut mengelola pesantren dan mengorganisasi bentuk-bentuk swadaya koperasi. Program-program pendidikan yang berorientasi
lingkungan mendapat prioritas utama; pesantren mengambil prakarsa dan mengarahkan
kelompok-kelompok swadaya
di lingkungannya.
9
Manfred Ziemek, Op.Cit, h.104
10
Manfred Ziemek, Op.Cit, h.105
11
Manfred Ziemek, Op.Cit ,h.106
10
Komunikasi intensif dan program pendidikan bersama mengaitkan podok pesantren modern dengan pesantren yang lebih kecil, yang didirikan
dan dipimpin oleh para lulusan pesantren-pesantren induk.
12
3. Asal - Usul Pesantren
Mengenai asal-usul pesantren, para ilmuwan berbeda pendapat namun dapat dikelompokan menjadi dua; Pendapat pertama, pesantren
merupakan model dari system pendidikan islam yang kesamaan system pendidikan Hindu-Budha dengan system asramanya,Pigeud berpendapat
yang dikutib oleh Syukri Zarkasi dalam bukunya gontor dan pembaharuan pendidikan pesantren, bahwa pesantren adalah komunitas
independent yang menyendiri di tempat yang jauh dari kehidupan masyarakat dan banyak brmukim dipegunungan dan berasal dari lembaga
sejenis zaman pra-islam semacam mandala dan asrama. Pendapat kedua mengenai asal-usul pesantren,menyatakan bahwa
pesantren diadopsi dari lembaga pendidikan islam Timur Tengah.
13
4. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren
Sejarah mencatat bahwa kehadiran pesantren di Indonesia seiring dengan proses penyebaran agama Islam yang dipelopori oleh para wali
.Awalnya, pesantren merupakan pusat-pusat penyebaran islam oleh para wali sambungan system zawiyah, yang menurut Imam Bawani adalah
system pembelajaran atau transmisi keilmuan yang mula-mula diselengarakan
di dalam
secara berkelompok
berdasarkan diversifikasikan aliran sehingga pada tatanan selanjutnya mengkristal
menjadi aliran pemikiran agama school of thought .
14
Menurut riwayat yang mula-mula mendirikan pesantren adalah Maulana Malik Ibrahim.
Dipondok pesantren itulah beliau mendidik guru-guru agama serta mubalig-mubalig Islam yang menyiarkan agama Islam ke seluruh pulau
12
Manfred Ziemek, Op.Cit, h.106
13
Abdullah Syukri Zarkasyi, Opcit , Cet.ke 25, h.63-64
14
Imam Bawani dkk, Pesantren Buruh Pabrik , Yogjakarta : LKis ,2011, Cet 1, h 45.
11
Jawa.
15
Diperkuat oleh S.M.N Al-Attas yang dikutib oleh Mujamil Qamar bahwa Maulana Malik Ibrahim adalah penyebar Islam pertama Islam di
Jawa yang mengislamkan wilayah-wilayah pesisir utara Jawa, bahkan berkali-kali mencoba menyadarkan raja Hindu-Budha Majapahit.
Vikramavardhana berkuasa 788-8331386-1429 agar masuk Islam. Sementara diidentifikasikan bahwa pesantren mulai eksis sejak
munculnya masyarakat Islam di Nusantara. Tetapi pesantren yang dirintis oleh Maulana Malik Ibrahim belum jelas sistemnya, maka keberadaanya
pesantrenya masih dianggap spekulatif dan masih diragukan.
16
Sedangkan menurut Ahmad Janan dalam artikelnya memperkuat argument sebelumnya bahwa pesantren pertama kali berdiri adalah
dimasa walisongo syeikh Malik Ibrahim atau Syeikh Maulana Maghribi diangap pendiri pertama pesantren di pulau Jawa.Pada masa sebelumnya
sudah ada perguruan Hindu dan Buddha dengan system biara dan asrama sebagai pendidikan Islam. Isinya dirubah dari ajaran Hindu dan Buddha
menjadi ajaran Islam, dan namanya pun berganti menjadi pondok pesantren.
17
Pondok pesantren yang merupakan bapak dari pendidikan Islam di Indonesia, pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan formal di
Indonesia, sebelum pemerintahan kolonial Belanda memperkenalkan system pendidikan baratnya didirikan karena adanya tuntutan zaman, hal
ini dapat dilihat dari perjalanan historisnya, bahwa pesantren dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan
mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama dan da’i.
Tentang kehadiran pesantren secara pasti di Indonesia pertama kalinya, dimana dan siapa pendirinya, tidak dapat diperoleh keterangan
15
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta : Hidakarya Agung,1982,Cet 1, h 231
16
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta : Erlanga,2002 , hal 8.
17
.Ahmad Janan, Pondok Pesantren Dalam Perjalanan Sejarah.. Jurnal Pondok Pesantren. 55, 2008.
12
secara pasti. Berdasarkan hasil pendataan yang dilakasanakan oleh Departemen Agama Pada tahun 1984-1985 diperoleh keterangan bahwa
pesantren tertua didirikan pada tahun 1062 di Pamekasan Madura dengan nama pesantren Jan Tampes II. Akan tetapi hal ini juga diragukan, karena
tentunya ada pesantren Jan Tampes I yang lebih tua. Kendatipun demikian, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di
Indonesia yang peran sertanya tidak di ragukan lagi adalah sangat besar bagi perkembangan Islam di Nusantara.
18
Awal mulanya kehadiran pesantren itu, orang-orang yang masuk Islam ingin mengetahui lebih lanjut tentang ajaran agama Islam, orang
ingin bisa mengerj akan sembahyang, bisa berdo’a, bisa membaca al-
Quran. Dari sinilah tumbuh pendidikan agama Islam, pada mulanya mereka belajar di rumah-rumah, di langgar, di masjid dan kemudian
berkembang menjadi pondok pesantren. Kesan bahwa ajaran Islam di Jawa pada abad XVII dan XIX berada
di bawah bayang-bayang Walisongo bukanlah hal yang berlebih-lebihan, bahkan selama hampir lima abad setelah periode Walisongo pengaruh
mereka tetap terlihat jelas sampai sekarang. Pengaruh kuat Walisongo sepanjang abad-abad itu tampaknya bisa dipahami karena kesuksesan luar
biasa dalam meng-Islamkan Jawa secara damai dan rekonsiliasinya dengan nilai dan kebiasaan lokal.
Pendekatan Walisongo secara berkesinambungan dilanjutkan dakwahnya melalui institusionalisasi pesantren, kesalehan sebagai jalan
hidup santri, pemahaman yang jelas terhadap budaya asli. Salah seorang anak Jaka Tingkir, pangeran Benawa yang di perkirakan hidup pada awal
abad XVII di Kudus Jawa tengah menghabiskan seluruh hidupnya dengan menjadi guru Tarekat.
Meskipun memiliki trah ningrat, dia lebih menyukai kehidupan religius dari pada terlibat dalam kehidupan keluarganya. Pilihannya
tinggal di kota religius, Kudus, dan spesialisasinya dalam bidang tarekat
18
Hasbullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal,41.
13
benar-benar mirip dengan keadaan pendiri kota itu, sunan kudus, yang memiliki pengetahuan tantang Islam sangat mendalam sehingga disebut
Wali al- „Alim guru ilmu.
19
Seabad setelah periode Walisongo pada abad XVI, pengaruh Walisongo dikuatkan oleh Sultan Agung yang memerintah kerajaan
Mataram Yogyakarta, Jawa tengah, dari tahun 1613 hingga 1645.
20
Sultan Agung seorang pengusaha terbesar di Jawa setelah periode Majapahit dan
Demak, dikenal juga sebagai Sultan Abdurrahman dan Khalifatullah Sayyidin Panotogomo ing Tanah Jawi, yang berarti Khalifatullah atau
pemelihara danpembimbing agama di Pulau Jawa. Dia meresmikan tahun muslim Jawa baru yang di dasarkan pada peredaran rembulan pada skala
1555 dimulai pada bulan Maret 1633 M. Oleh karena itu tahun ini menjadi tahun pertama dari sistem penanggalan muslim Jawa baru, tahun
Islam 1043 H di mulai pada tanggal 8 juli 1633M, dan konsekuensinya tahun muslim Jawa baru dimulai pada hari yang sama.
21
Walisongo dalam dimensi sosio-religius selalu mengembangkan kwalitas ibadah dalam masyarakat, kemasyhuran mereka sebagaimana
para pemimpin keagamaan yang berpengaruh dilanjutkan dengan keutamaan ulama di mata para santri Jawa selama berabad-abad, sejak
Islam menjadi agama utama di Jawa kyai benar-benar memiliki status sosio-religius yang tinggi, setidaknya ada dua macam ulama setelah
periode walisongo. Pertama memegang posisi strategis dalam pemerintahan, yakni mereka yang hidup di bawah kedaulatan Sultan
Agung yang berperan sebagai orang Alim di sebuah pondok pesantren. Posisi ini baik diperoleh melalui pernikahan antar keluarga raja atau
melalui posisi yang ditawarkan kepada ulama yang diakui kualitasnya namun kebanyakan ulama adalah mereka yang betul-betul independen
19
Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain ke Nusantara, Jejak Intelektual ArsitekturPesantren, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, hal 70.
20
Abdurrahman M as’ud, Op.Cit, hal, 75.
21
Fahruddin, “Peran Pesantren Dalam Menjaga Keluhuran Akhlaq Remaja Di Era Modern
”, Skripsi pada UIN Malang 2011,h 34, tidak dipublikasikan.
14
dari penguasa dan tinggal di pedesaan. Di Jawa, Abad XVIII dapat disaksikan sebuah kesinambungan yang sama tentang pendekatan dan
misi Walisongo Da’i tangan ulama itu, bahkan di Madura pada awal abad XIX juga terlihat sama akan signifikansi Walisongo dalam kehidupan
social muslim. Dilaporkan bahwa sebelum kelahiran bayi Khalil Bangkalan 1891-
1925 M ayahnya H. Abd. Latif, seorang kyai di Bangkalan yang mempunyai lembaga pondok pesantren, memohon kepada Allah supaya
kelak bayinya menjadi wali terkenal seperti Sunan Gunung Jati, salah seorang walisongo di Jawa Barat. Menurut pemikiran para santri, doa
tampak selalu merupakan bagian yang esensial dalam kehidupan keagamaan mereka.
22
Mereka percaya bahwa berdoa selalu memiliki manfaat, karena Al-Quran memuat banyak ajaran tentang doa. Ketika
penguasa muslim Jawa cendrung menjadi pendukung ilmu pengetahuan Islam, tradisi akademik dalam masyarakat sangat tampak. Pada abad
XVII dan XVIII, tradisi orang Jawa melakukan perjalanan dalam rangka belajar di pondok pesantren terus tumbuh subur dengan munculnya
kelompok sarjana-sarjana muslim baru dan para sufi yang tersebar di seluruh Jawa, khusunya di daerah pesisir utara. Para santri pengelana
pergi dari satu pesantren ke pesantren lainnya dalam rangka menuntut ilmu pengetahuan dari seorang guru yang lebih terkenal. Bahwa tradisi ini
tumbuh subur mungkin dari fertilisasi cross-cultural proses perkawinan antar budaya dengan tradisi Islam dimana thalab al-ilmu mencari ilmu
merupakan sebuah ciri khas utama dari sistem pendidikan klasik dan banyak memberikan sumbangan terhadap persatuan Islam. Patut
diperhatikan bahwa tradisi menuntut ilmu pengetahuan di Jawa pada abad XVII hingga XIX di tunjukan secara jelas dengan adanya sebuah catatan
lokal yang ditulis pada seperempat pertama abad XIX yaitu kitab Tjentini.
23
22
Abdurrahman Mas’ud, Op.Cit , h.183
23
Abdurrahman Mas’ud.Op.Cit ,h.79.
15
Pada masa penjajahan kolonial Belanda, yaitu sekitar abad ke-XVII- an nama pesantren sebagai lembaga pendidikan rakyat terasa sangat
berbobot terutama dalam bidang penyiaran agama Islam. Kelahiran pesantren baru selalu diawali dengan cerita perang nilai antara pesantren
yang akan berdiri dengan masyarakat sekitarnya, dan diakhiri dengan kemenangan pihak pesantren sehingga pesantren dapat di terima untuk
hidup di sebuah masyarakat, dan kemudian menjadi panutan bagi masyarakat sekitarnya dalam bidang kehidupan moral.
Pesantren berhasil menjadikan dirinya sebagai pusat pergerakan pengembangan Islam, hal ini seperti yang diakui oleh Dr. Soebardi dan
Prof.Johns, yang di kutip oleh Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya ”tradisi pesantren”.
“Lembaga-lembaga pesantren itulah yang paling menentukan watak ke Islaman dari kerajaan-kerajaan Islam, dan yang memegang
peranan paling penting bagi penyabaran Islam sampai ke pelosokpelosok. Dari lembaga-lembaga pesantren itulah asal usul
sejumlah manuskrip tentang pengajaran Islam di Asia Tenggara yang tersedia secara terbatas, yang di kumpulkan oleh pengembara-
pengembara pertama dari perusahaan-perusahaan dagang Belanda dan Inggris sejak akhir abad ke 16. untuk dapat betul-betul
memahami sejarah Islamisasi di wilayah ini, kita harus mulai memperlajari lembagalembaga pesantren tersebut, karena lembaga
inilah yang menjadi anak panah penyebaran Islam di wilayah ini’’
24
Walaupun pada masa penjajahan, pondok pesantren mendapat tekanan dari pemerintah kolonial Belanda, pondok pesantren masih
bertahan terus dan tetap tegak berdiri, walaupun sebagian besar berada di pedesaan, Peranan pendidik dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tetap
diembannya. Telah banyak tokoh pejuang dan pahlawan-pahlawan kemerdekaan yang berasal dari pesantren. Dalam sejarah perjuangan
mengusir penjajahan di Indonesia, pondok pesantren banyak memberi
24
Zamakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren, LP3ES, Jakarta, h., 17-18.
16
andil dalam bidang pendidikan untuk memajukan dan mencerdaskan rakyat Indonesia. Perjuangan ini dimulai oleh Pangeran Sabrang Lor
Patih Unus, Trenggono, Fatahillah jaman kerajaan Demak yang berjuang mengusir Portugis abad ke 15, diteruskan masa Cik Ditiro,
Imam Bonjol, Hasanuddin, Pangeran Antasari, Pangeran Diponegoro, dan lain-lain sampai pada masa revolusi fisik tahun 1945.
25
Dalam perkembangannya, pondok pesantren sangat pesat, pada zaman Belanda saja jumlah pesantren di Indonesia besar kecil tercatat
sebanyak 20.000 buah.
26
Perkembangan selanjutnya mengalami pasang surut, ada daerah tertentu yang membuka pesantren baru, ada pula
pesantren di daerah lain yang bubar karena tidak begitu terawat lagi.
5. Tujuan Pondok Pesantren
Masing-masing pondok pesantren memiliki tujuan pendidikan yang berbeda, sering kali sesuai dengan falsafah dan karakter pendirinya.
Sekalipun begitu setiap pondok pesantren mengemban misi yang sama yakni dalam rangka mengembangkan dakwah Islam, selain itu di
karenakan pondok pesantren berada dalam lingkungan Indonesia, setiap pondok pesantren juga berkewajiban untuk mengembangkan cita-cita dan
tujuan kehidupan berbangsa sebagaimana tertuang dalam falsafah negara; Pancasila dan UUD 1945. Menurut Manfred Ziemek yang dikutib oleh
Mujamil Qamar dalam bukunya pesantren dari trasformasi metodologi menuju demokratisasi institusi tujuan pesantren adalah membentuk
kepribadian memantapkan
akhlak dan
melengkapinya dengan
pengetahuan.
27
Menurut Mastuhu yang dikutib oleh M,Dian Nafi dkk tujuan utama pendidikan pesantren adalah mencapai hikmah atau wisdom
kebijaksanaan berdasarkan pokok ajaran islam yaitu memahami dan
25
Nawawi, “Sejarah Dan Perkembangan Pesantren”, Jurnal Study Islam Dan Budaya, 2006.
26
Hasbullah. Op.Cit, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada hal,43.
27
Mujamil Qomar, Op. Cit, Jakarta : Erlanga,2002 , hal 4
17
meningkatkan tentang arti kehidupan serta merealisasikan semua peran- peran dan tangung jawab social.
28
Secara umum tujuan pendidikan pondok pesantren adalah membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian
Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi Muballigh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.
Sedangkan secara khusus tujuan pondok pesantren adalah mempersiapkan para santri untuk menjadi orang yang „alim dalam ilmu
agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta mengamalkan dalam masyarakat sebagaimana yang telah dikembangkan dalam pondok
pesantren Modern. Tujuan pendidikan pondok pesantren di atas senada dengan tujuan
pondok pesantren yang di paparkan oleh M. Arifin yang dikutip oleh Hasbullah dalam bukunya
”Kapita Selekta Pendidikan” Khusus dan Umum
29
Bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang berusaha menciptakan kader-kader Muballigh yang diharapkan dapat
meneruskan misinya dalam hal dakwah Islam disamping itu juga di harapkan bahwa mereka yang berstudi di pesantren menguasai betul ilmu-
ilmu ke-Islaman yang diajarkan oleh para kyai. Adapun tujuan pendidikan pondok pesantren, tidak boleh lepas dari
tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang No.2 tahun 1989 adalah untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan ”
28
M.Dian Nafi’ dkk, Praktis Pembelajaran Pesantren, Yogjakarta:Lkis Pelangi Aksaran,2007,cet 1, h, 49.
29
Hasbullah, Op.Cit ,hal, 44.
18
6. Pengertian Kultur Pesantren
Kamus Sosiologi Modern menyatakan bahwa kultur adalah totalitas dalam sebuah organisasi, way of life, termasuk nilai-nilai,
norma-norma dan karya-karya yang diwariskan antar generasi. Kultur merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh individu dan
kelompok yang dapat ditunjukkan oleh perilaku organisasi yang bersangkutan.
30
Secara sederhana, Deal 1985: 605 mendefinisikan kultur sekolah se
bagai satuan pendidikan dengan “cara kita berbuat di sini.’ Jika ditransformasi ke pesantren, maka definisi ini dapat kita kemukakan
menjadi „cara kita berprilaku di dalam atau sekitar pesantren.
31
Vygotsky menyatakan bahwa kemampuan kognitif seseorang berasal dari hubungan sosial dan kultur. Baik itu kultur individual maupun
hubungan pendidikan dengan perkembangan berperan penting dalam perkembangan kognitif karena memberi dasar untuk menyimpulkan
asumsi dasar tentang pembelajaran. Menurut Vygotsky, kultur bukan hanya memberi latar untuk pengembangan kognitif individual. Kultur
juga memberi simbol-simbol kultural perangkat psikologis dan anak belajar berpikir dengan bentuk penalaran ini.
32
Menurut Antropolog Clifford Geertz, salah satu ilmuwan Yang memberikan sumbangan penting dalam mendeskripsikan tentang
pengertian kultur Pesantren Mengemukakan bahwa kultur pesantren dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, ritual, mitos dan kebiasaan-
kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang pesantren,
33
atau suatu perilaku, nilai- nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan
30
Rika Rachmita Sujatma, “Pengembangan Kultur Sekolah”, Jurnal Pendidika, Jakarta, h
55, 2008.
31
H.M.Sulton Masyhud dan Moh.Khusnurdilo, .Manajement Pondok Pesantren, Diva Pustaka Jakarta ,2005 h, 26.
32
Zuhrati, Pengalaman Mengenai Peran Kultur, 2013, www..Zuhrati 10069.Blogspot.com,
33
Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: BIGRAF Publishing, 2000, h, 149.
19
penyesuaian dengan lingkungan dan sekaligus cara untuk me mandang persoalan dan memecahkannya.
Dan dari uraian diatas akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa kultur pesantren itu mengandung nilai-nilai, perilaku, pembiasaan, yang
dengan sengaja dibentuk atau diciptakan oleh pengasuh pesantren dalam pembinaan dan pendidikan pesantren untuk mencapai tujuan yang
diinginkan oleh lembaga pendidikan dalam pesantren tersebut.
7. Fungsi Kultur Pesantren
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, maka fungsi kultur pesantren adalah:
34
1 Sebagai identitas dan citra suatu lembaga pendidikan yang membedakan antara pesantren yang satu dengan pesantren yang lain.
Identitas ini terbentuk oleh berbagai faktor, seperti sejarah, kondisi, dan system nilai dilembaga tersebut.
2 Sebagai sumber, Kultur pesantren merupakan sumber inspirasi, kebanggaan dan sumber daya yang dapat dijadikan arah kebijakan
strategi lembaga pendidikan tersebut. 3 Sebagai pola perilaku , dimana kultur pesantren menentukan
batasbatas perilaku yang telah disepakati oleh seluruh warga pesantren.
4 Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan lingkungan.Dalam dunia yang berubah dengan amat pesat, kunci keberhasilan suatu
organisasi umum maupun lembaga pendidikan dalam meningkatkan efektivitasnya terletak pada fleksibilitas dan kemampuan inovatifnya.
Oleh karena itu lembaga pendidikan mau tidak mau harus berani melakukan perubahan guna peningkatan mutu lembaga tersebut. Dan
salah satu jalan untuk melaksanakan strategi perubahan tersebut adalah dengan merubah kultur dilembaga pendidikan itu.
34
Taliziduhu Ndraha, Budaya organisasi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003, 45
20
5 Sebagai tata nilai. Kultur pesantren merupakan gambaran perilaku yang diharapkan dari warga pesantren dalam mewujudkan tujuan
institusi pendidikan tersebut. Tata nilai yang dimaksud disini adalah aktualisasi dari keyakinan seseorang sebagai pemberian makna
terhadap pekerjaan dan sebagai pengabdian kepada Tuhan YME, karena perilaku yang luhur diajarkan menurut ajaran ketuhanan yang
diwujudkan melalui suatu pekerjaan.
8. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kultur Pesantren
Adapun yang faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kultur pesantren adalah sebagai berikut:
1 Faktor internal. a. Pendiri organisasi
Sumber kultur pesantren yang utama adalah para pendiri lembaga pendidikan itu. Dimana pembentukan institusi pendidikan oleh
pendirinya didasarkan pada visi dan misi para pendiri itu. Para pendiri institusi memandang dunia disekitarnya menurut nilai yang termuat
didalam hidupnya, latar belakang sosial,lingkungan dimana ia dibesarkan serta jenis dan tingkat pendidikan formal yang pernah
ditempuhnya.
35
b. Aspek- aspek lembaga pendidikan Adapun yang dimaksud aspek-aspek pendidikan disini adalah tenaga
pengajar, administrasi, manajerial, dan lingkungan dalam lembaga itu. Apabila suatu perubahan atau pengembangan lembaga pendidikan perlu
dilaksanakan dengan menerapkan beberapa kebijakan yang baru, maka strategi untuk implementasi kebijakan tersebut adalah dengan cara
merubah kultur dilembaga itu. Akan tetapi berhasil tidaknya perubahan kultur itu tergantung pada tepat tidaknya strategi lembaga pendidikan
tersebut dalam mengatur seluruh aspek lembaga pendidikan, seperti bentuk dan jenis kegiatan apa yang perlu dilakukan serta apa kegiatan
35
Taliziduhu Ndraha, Op.cit., hlm 49
21
pendukung yang perlu dilakukan. Kesemuanya itu harus tercakup dalam strategi lembaga pendidikan yang bersangkutan.
36
2 Faktor eksternal Kiranya masih relevan untuk menekankan bahwa pesatnya perkembagan
IPTEK yang perkembangannya melalu pergeseran paradigma sehingga hal ini berdampak sangat kuat terhadap berbagai bidang kehidupan,
termasuk pada dunia pendidikan. Dengan demikian, dunia pendidikan dituntut oleh masyarakat agar dapat menyesuaikan dengan perubahan itu
dan hal tersebut akhirnya berpengaruh pada kebijakan pesantren yang diimplementasikan melalui kultur pesantren.
B. Pengertian Karakter Dan Unsur-Unsurnya
1. Pengertian Karakter
Dilihat dari asal katanya, “karakter” merupakan sebuah konsep yang berasal dari kata Yunani “charassein”, yang berarti mengukir sehingga terbentuk
sebuah pola. Memiliki suatu karakter yang baik, tidak dapat diturunkan begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan
pendidikan. Dalam bahasa Arab karakter dikenal dengan istilah “akhlaq”, yang merupakan jama’ dari kata “khuluqun” yang secara linguistik diartikan dengan
budi pekeri, perangai, tingkah laku atau tabiat, tatakrama, sopan santun, adab dan tindakan Saebani dan Hamid, 2010:13. Ibn Miskawai W. 421H1030 M
sebagai pakar akhlaq terkemuka menyatkaan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
37
Sedangkan karakter menurut Simon Philips yang dikutib oleh Fathul M
u’in dalam bukunya Pendidikan
36
Taliziduhu Ndraha, Op.cit., hlm 51
37
Sri Wahyuni Tanshzil, Model Pembinaan Pendidikan Karakter Pada Lingkungan Pondok Pesantren Dalam Membangun Kemandirian Dan Disiplin Santri.. Jurnal Penelitian Pendidikan |
Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 .h 5.
22
Karakter adalah kumpulan tata nilai menuju suatu system, yang melandasi pemikiran, sikap, dan prilaku yang ditampilan.
38
2
.
Unsur-Unsur Karakter
Ada beberapa unsur dimensi manusia secara psikologis dan sosiologis yang mempengaruhi unsur-unsur terbentuknya karakter pada manusia.Unsur-
unsur ini kadang juga menunjukan bagaimana karakter seseorang .Unsur-unsur tersebut antara lain, sikap, emosi, kepercayaan dan kebiasaan.
1.Sikap Sikap seseorang biasanya adalah merupakan bagian dari karakternya
bahkan diangap sebagai cerminan karakter seseorang
tersebut. Tentu tidak
selamanya benar, tetapi dalam hal tertentu sikap seseorang terhadap sesuatu yang ada dihadapanya, biasanya menunjukan bagaimana karakternya.
2.Emosi Kata emosi berasal dari kata emovere dalam bahasa latin yang berarti
berarti luar dan movere artinya bergerak. Emosi adalah bumbu kehidupan sebab tanpa emosi ,kehidupan manusia akan terasa hambar.Manusia selalu
hidup dengan berfikir dan merasa, oleh karena itu emosi merupakan salah satu bagian dari karakter.
3.Kepercayaan Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari factor
sosiopsikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu “benar” atau “ salah” atas dasar
bukti, sugesti otoritas, pengalaman, dan intuisi sangatlah penting untuk membangun watak dan karakter manusia.
4.Kebiasaan dan Kemauan
38
Fathul Mu’in ,Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik Dan Praktik, Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,2011 h,160
23
Kebiasaan adalah komponen konotatif dari factor sosiopsikologis. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara
otomatis, tidak direncanakan. Ia merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi berkali-kali.
Setiap orang mempunyai kebiasaan yang berbeda dalam menangapi stimulus tertentu. Kebiasaan memberikan pola perilaku yang dapat diramalkan.
Sementara kemauan merupakan kondisi yang sangat mencerminkan karakter seseorang ,jadi kebiasaan dan kemauan adalah bagian dari unsur-unsur karakter.
5.Konsepsi Diri Hal penting lainya yang berkaitan dengan pembangunan karakter adalah
konsepsi diri. Konsepsi diri penting karena biasanya tidak semua orang acuh pada dirinya. Orang yang sukses biasanya adalah orang yang sadar bagaimana
membentuk watak dan karakternya
.
39
C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Adapun peneliti mendapatkan inspirasi dari penelitian terdahulu yang relevan adalah: Kultur pesantren dalam membentuk sumber daya manusia studi
kasus di Pondok pesantren Nurul jadid Paiton Probolinggo,yang di tulis oleh saudara Zainuddin dari Uin Malang 2009. Skripsi menjelaskan tentang kultur
budaya pesantren yang membentuk sumber daya manusia yang ada di dalam pesantren, bisa sumber daya santri, ustad maupun kyai sendiri.skripsi ini
menekankan pengaruh kultur pesantren terhadap etos kerja dari sumber daya manusia adapun perbedaan dari skripsi penulis adalah ,penulis menekankan
pembentukan karakter santri dari kultur pesantren. Dan penulis mendapatkan
inspirasi penulisan kultur pesantren dari skripsi ini. Budaya
Pesantren: Persimpangan
antara Keindonesaan
dan Keislaman,Jurnal Pesantren ditulis oleh Saidi .Sumber kompas. Didalam jurnal
ini, pesantren dalam prakteknya, pesantren memiliki wilayah intern, dan ekstern yang keduanya tak bisa dipisahkan. Karena memuat semangat keislaman, dan
39
Fathul Mu’in, Op,Cit, h, 168-179