3. Memotivasi diri sendiri Memotivasi diri sendiri berarti pada pencapaian dan pengejaran tujuan yang
diinginkan. Dengan motivasi yang tinggi seseorang dapat mencapai tujuan baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama.
4. Mengenali emosi orang lain Empati berarti paham dan peka terhadap perasaan-perasaan, pikiran-pikiran dan
keadaan orang lain. Termasuk di dalamnya memahami keadaan orang lain, kondisi emosi orang lain serta mengetahui apa yang orang lain butuhkan.
5. Membina hubungan Membina hubungan berarti menginspirasi, mempengaruhi kepercayaan dan
perasaan, mengembangkan kemampuan orang lain, serta menyelesaikan masalah bersama.
Aspek-aspek kecerdasan emosional yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek-aspek menurut Caruso 2002 yaitu: penerimaan emosi, penggunaan
emosi, pemahaman emosi dan pengaturan emosi.
2.3.3 Skala Pengukuran Kecerdasan Emosional
1. Mayer, Salovey-Caruso Test Battery Caruso, 2002 Adalah alat ukur yang terdiri dari empat aspek kecerdasan emosional yaitu
penerimaan emosi, penggunaan emosi, pemahaman emosi dan pengaturan emosi. Jumlah item dalam alat ukur ini ialah 35 item dengan empat skala item Sangat
setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju.
2. The Schutte Emotional Intelligence Scale Merupakan alat ukur yang dikembangkan oleh Schutte dan et.al 2001 terdiri dari
5 skala penilaian dengan jumlah item sebanyak 33 item. Mengukur empat aspek kecerdasan emosional, yaitu perceive, understand, regulate dan harness emotions.
3. Bar-On Emotional Quotient Inventory EQ-i Alat ukur ini dikembangkan oleh Bar-On dalam Conte, 2005. Terdiri dari 133
item yang mengukur lima aspek kecerdasan emosi: intrapersonal, interpersonal, adaptability, general mood dan stress management.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah MSCEIT Caruso, 2002 yang mengukur penerimaan emosi, penggunaan emosi, pemahaman emosi
dan pengaturan emosi.
2.3.4 Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kebahagiaan Pernikahan
Pasangan Suami Istri.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syeda Syahida Batool dan Ruhi Khalid yang menjadikan kecerdasan emosional sebagai prediktor kualitas pernikahan pasangan
di Pakistan menunjukkan bahwa, kecerdasan emosional memiliki 48 varians dalam penyesuaian pernikahan dan 56 bervariasi terhadap penyelesaian konflik.
Adwan Furnham dan Irene Christoforou 2007 juga menyatakan bahwa Emotional Intelligence menjadi prediktor positif kebahagiaan dengan total varians
36. Sejalan dengan hal itu, Furnham dan Petrides dalam Furnham Christoforou, 2007 memperoleh hasil bahwa, “Kecerdasan emosional menjadi
prediktor kebahagiaan dengan total varians diatas 50”.
2.4 Kerangka Berpikir
Menikah adalah ikatan lahir batin seorang laki-laki dan perempuan untuk mencapai tujuan utama yaitu kebahagiaan. Dengan menikah seseorang akan
memperoleh beragam manfaat baik secara fisik, psikologis maupun sosial. Pada kenyataannya tidak semua orang yang menikah memperoleh kebahagiaan sesuai
dengan apa yang diharapkan. Hal ini terbukti pada semakin meningkatnya angka perceraian setiap tahunnya.
Perceraian ini umumnya disebabkan oleh kondisi rumah tangga yang tidak bahagia. Ketidakbahagiaan ini dapat disebabkan oleh permasalahan komunikasi
dan kurangnya kecerdasan emosional. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Robert dalam Amato dan Previti, 2003 yang menunjukkan
bahwa secara konsisten permasalahan komunikasi memprediksi ketidakbahagiaan pasangan. Ketidakmampuan seseorang dalam mengontrol emosinya juga
berimplikasi pada ketidakbahagiaan pasangan. Beda halnya jika pasangan mengedepankan komunikasi efektif dan
memiliki kecerdasan emosional, maka tujuan pernikahan pasangan dalam
memperoleh kebahagiaan dapat terwujud. Dengan terjalinnya komunikasi efektif, kedua pasangan dapat memperoleh kebahagiaan dalam rumah tangganya, karena
komunikasi merupakan kunci suksesnya suatu hubungan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Othman 2011 yang meneliti tentang
kebahagiaan pasangan di Sharjah Emirate. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh jenis kelamin, pendidikan, laporan kesehatan diri, religiusitas, dan
komunikasi efektif terhadap kebahagiaan pasangan. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa komunikasi sangat kuat dalam menentukan kebahagiaan
pasangan sedangkan variabel lainnya memiliki hubungan yang rendah terhadap kebahagiaan pasangan. Terdapat tujuh aspek komunikasi efektif yang perlu
diperhatikan, seperti advice, assurance, positivity, openness, social networking dan sharing task.
Faktor lain yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kecerdasan emosional. Dalam hubungan pernikahan, kecerdasan emosional
sangatlah dibutuhkan, seperti kemampuan untuk mengidentifikasikan kondisi emosi yang dialami, menyadari, mengolah dan memahami kondisi emosional.
Dengan keempat aspek ini maka pasangan suami istri dapat saling memahami dan tidak mengedepankan egonya masing-masing. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Furnham dan Christoforou 2007 yang menyatakan bahwa Emotional Intelligence menjadi prediktor positif kebahagiaan dengan total varians
36. Kerangka berpikir seperti dipaparkan di atas selanjutnya dapat dilihat pada
bagan berikut: