Faktor yang menyebabkan lemahnya penyelenggaraan peran wali kelas dalam bimbingan dan konseling.
3. Faktor yang menyebabkan lemahnya penyelenggaraan peran wali kelas dalam bimbingan dan konseling.
Setelah peneliti melakukan kegiatan pengumpulan data melalui wawancara, pengamatan dan studi dokumentasi dari bulan Oktober 2012 sampai dengan April 2013. Peneliti berusaha melakukan pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga wali kelas yang menjadi informan penelitian. Diperoleh gambaran bahwa wali kelas kurang memahami apa saja
sebenarnya kegiatan yang dilakukan guru BK, dalam menangani permasalahan siswa. Apabila terdapat siswa yang bermasalah masalah di kelas, umumnya wali kelas sendiri yang berupaya untuk melakukan pembinaan atau pembimbingan sendiri, sesuai dengan tingkat pemahaman wali kelas masing-masing. Namun jika wali kelas sudah tidak mampu lagi melakukan pembinaan, maka wali kelas akan mengambil inisiatif untuk dialih tangankan kepada guru BK. Umumnya siswa yang dialih tangankan tersebut, adalah siswa yang mengalami masalah berat atau siswa yang akan dikembalikan kepada orangtua atau dibuatkan surat rekomendasi pindah ke
sekolah lain. Sebagaimana yang dikemukakan oleh wali kelas XI IPS.1 EL yang mengatakan bahwa:
Pada umumnya, wali kelas lah yang melakukan bimbingan apabila siswa mengalami masalah di sekolah. Karena disamping wali kelas lebih memahami watak pada setiap anak dikelas, hal tersebut memamg merupakan tugas dan tanggung jawab wali kelas untuk menangani siswa bermasalah. Kalaupun ada siswa yang dialihtangankan kepada guru BK. Berarti siswa tersebut sudah benar-benar tidak dapat dibina lagi, dan umumnya jika wali kelas sudah menyebut guru BK, maka siswa sudah takut dan sadar kalau mereka sudah terancam untuk dikembalikan kepada orangtua atau dengan kata lain direkomendasikan pindah ke sekolah lain. (Wawancara, Kamis 17 Januari 2013)
Hal senada disampaikan oleh wali kelas XII IPA.2 DN yang mengemukakan bahwa:
Umumnya, wali kelas bekerjasama dengan guru BK jika akan merekomendasikan nama-nama siswa di kelas yang berhak mendapatkan beasiswa, karena selain siswa tersebut tidak mampu secara ekonomi wali kelas juga memberikan informasi kepada guru BK bahwa siswa yang direkomendasikan tersebut mempunyai kelakuan yang baik di kelas dan pantas untuk mendapatkan bantuan dari sekolah. (Wawancara, Selasa 22 Januari 2013)
Begitu juga dengan ungkapan dari wali kelas X.2 WR yang mengemukakan bahwa:
Pada awal masa orientasi siswa baru, seluruh siswa dikumpulkan di lapangan untuk mendengarkan guru BK mensosialisasikan mengenai BK, saya sendiri selaku wali kelas terus terang kurang mengerti tentang bimbingan dan konseling jadi saya belum pernah mensosialisaikan program bimbingan dan konseling kepada siswa. (Wawancara, Selasa 29 Januari 2013).
Dari ungkapan yang disampaikan ketiga wali kelas di atas, tergambar bahwa pemahaman wali kelas mengenai bimbingan dan konseling banyak yang keliru. Wali kelas umumnya masih menganggap bahwa penyelenggaraan bimbingan dan konseling, hanya ditujukan kepada siswa yang melanggar aturan sekolah dan pengurus administrasi sekolah. Untuk siswa yang berprestasi tidak pernah mendapatkan pelayanan bimbingan dan konseling. Hal ini pun dibenarkan oleh guru BK GS, yang mengatakan:
Sebagai guru BK saya menyadari bahwa komunikasi guru BK dengan wali kelas dalam hal penanganan siswa bermasalah masih sangat kurang, hal ini dikarenakan wali kelas kurang memahami peran guru BK di sekolah. Pendapat guru-guru bahwa bimbingan dan konseling adalah tempat anak-anak yang melanggar tata tertib sekolah saja. Selain itu, saya juga menyadari guru BK juga jarang memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada wali kelas maupun siswa, kalaupun dilaksanakan itupun secara indsidental, hal ini dikarenakan guru BK juga tidak ada jadwal masuk kelas tatap muka. (Wawancara bersama tiga orang guru BK di ruang bimbingan dan konseling, Selasa 22 januari 2013)
Dari deskripsi wawancara dengan guru BK tersebut, secara umum diperoleh informasi bahwa selain lemahnya pemahaman wali kelas mengenai BK. Hal ini memang disebabkan karena komunikasi fungsional
antara guru BK dengan wali kelas mengenai penanganan siswa bermasalah masih kurang. Ditambah lagi dengan tidak adanya jam khusus masuk kelas. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terungkap bahwa penanganan siswa bermasalah di sekolah, masih terbatas kepada siswa yang melanggar tata tertib sekolah seperti, siswa yang merokok, berkelahi dan tidak memakai atribut seragam sekolah dengan lengkap. Umumnya hanya masalah-masalah tersebut direkomendasikan wali kelas kepada guru BK. Selain itu juga, pemahaman dari guru BK sendiri tentang konsep bimbingan dan konseling dirasakan masih sangat lemah, hal ini terungkap dari hasil wawancara dengan guru BK GS:
Pengetahuan saya tentang bimbingan dan konseling sudah banyak yang ketinggalan, mungkin sekarang ilmu BK sudah berkembang tapi saya tidak mengikutinya lagi, ya maklum karena saya sudah tua, dan dua tahun lagi saya akan memasuki masa pensiun. (Wawancara, Senin 28 Januari 2013)
Tidak jauh berbeda dengan ungkapan di atas, guru BK MS juga mengatakan bahwa: Pengetahuan saya tentang perkembangan bimbingan dan
konseling masih terasa kurang, dalam penanganan siswa bermasalah di sekolah. Pada umumnya saya melakukan pembinaan bterhadap siswa direkomendasikan oleh wali kelas. Dalam proses pembinaan saya berupaya melalui nasehat dan memanggil orangtua wali, namun apabila nasehat sudah diberikan dan anak tidak mau berubah, maka saya akan mengirim siswa tersebut kepada wakil kepala sekolah untuk direkomendasikan pindah ke sekolah lain. Karena sekolah ini tidak menerima siswa yang tidak mau dibina. Entah yang saya lakukan itu benar atau tidak menurut ilmu bimbingan konseling. (Wawancara, 29 Januari 2013)
Deskripsi hasil wawancara dari kedua wali kelas di atas, secara umum dapat diperoleh gambaran bahwa, pemahaman guru BK sendiri Deskripsi hasil wawancara dari kedua wali kelas di atas, secara umum dapat diperoleh gambaran bahwa, pemahaman guru BK sendiri
Senior saya sesama guru BK di sini hampir memasuki masa pensiun, oleh karena itulah keduanya sudah sudah tidak begitu mengikuti perkembangan ilmu bimbingan dan konseling. Penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam penanganan siswa yang bermasalah, umumnya dilaksanakan menurut pengalaman mereka saja. Oleh karena itulah dari tahun ajaran 2011-2012 ini cukup banyak siswa yang dipindahkan ke sekolah lain atau di keluarkan karena guru BK belum berhasil membina siswa (Wawancara, Senin 7 Februari 2013).
Dari deskripsi wawancara di atas, diperoleh informasi bahwa tingkat pemahaman guru BK sendiri sudah mulai menurun karena sudah tidak mengikuti perkembangan ilmu bimbingan dan konseling. Selain itu kepala sekolah yang merupakan petugas utama organisasi bimbingan dan konseling di sekolah juga belum berupaya untuk melakukan pembinaan dalam rangka meningkatkan kompetensi guru BK. Hal ini jelas merupakan salah satu faktor penyebab lemahnya pengetahuan guru BK mengenai perkembangan bimbingan dan konseling. Sebagaimana keterangan dari guru BK MS yang mengatakan bahwa:
Belum tampak upaya pembinaan dari kepala sekolah yang langsung mengarah kepada guru BK, hal yang telah dilakukan kepala sekolah selama ini masih berupa wacana, tentang kegiatan sekolah untuk meningkatkan mutu pengajaran guru secara umum. Informasi itu-pun disampaikan oleh kepala sekolah pada saat upacara bendera pada hari senin, hal ini menurut saya terkait dengan pemahaman Belum tampak upaya pembinaan dari kepala sekolah yang langsung mengarah kepada guru BK, hal yang telah dilakukan kepala sekolah selama ini masih berupa wacana, tentang kegiatan sekolah untuk meningkatkan mutu pengajaran guru secara umum. Informasi itu-pun disampaikan oleh kepala sekolah pada saat upacara bendera pada hari senin, hal ini menurut saya terkait dengan pemahaman
Keterangan di atas didukung oleh guru BK GS yang mengatakan bahwa: Semenjak saya bertugas di sekolah ini, jarang sekali ada upaya
pembinaan khusus khusus yang dilakukan oleh kepala sekolah yang langsung mengarah kepada guru BK. Tetapi walaupun demikian untuk kegiatan BK di sekolah, kepala sekolah sangat mendukung kegiatan yang dilakukan oleh guru BK selama kegiatan itu dilakukan untuk kepentingan dan kemajuan sekolah. (Wawancara, 8 Februari 2013)
Tak jauh berbeda dengan ungkapan di atas, guru BK ER juga mengungkapkan bahwa:
Upaya pembinaan yang dilakukan kepala sekolah sudah pernah dilakukan namun belum pernah ada yang mengarah khusus kepada guru BK, peminaan masih bersifat insidental. Umumnya pembinaan yang dilakukan jika akan ada kegiataan tertentu saja (Wawancara, Selasa 8 Februari 2013)
Berdasarkan deskripsi wawancara dengan wali kelas di atas, diperoleh informasi bahwa, upaya pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kompetensi guru BK masih belum mengarah secara khusus kepada guru BK. Pembinaan yang dilakukan masih bersifat umum ditujukan kepada semua guru. Sedangkan pembinaan yang ditujukan secara khusus pada penyelenggaraan bimbingan dan konseling belum ada, hal ini sangat didasari oleh pemahaman kepala sekolah terhadap penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Oleh karena itulah melalui unjuk kerja guru BK yang kompeten dan profesional sangat diperlukan dalam rangka upaya penyelenggaraan bimbingan dan konseling.
Oleh karena itulah dari hasil penelitian selama di lapangan dapat disimpulkan bahwa, faktor-faktor yang menyebabkan kurang optimalnya peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di SMAN 1 Pariangan adalah: (1) lemahnya pemahaman wali kelas mengenai perannya dalam bimbingan dan konseling, (2) lemahnya komunikasi fungsional antara wali kelas dan guru BK, (3) kurangnya pemasyarakatan pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh guru BK, (4) belum adanya upaya yang maksimal dalam pembinaan dalam meningkatkan kompetensi guru BK, (5) tidak ada jam khusus masuk kelas yang diberikan untuk guru BK, dan (6) adanya acuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Sekolah sebagai acuan standar penanganan siswa bermasalah.