Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat Teori Analisis Regresi

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat

Usaha peternakan merupakan suatu usaha produksi yang didasarkan pada proses biologis dari pertumbuhan ternak. Dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia, maka manusia ikut campur tangan langsung untuk mengendalikan dan menguasai pertumbuhan hewan ternak. Berdasarkan pola pemeliharaan usaha ternak, diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu peternak rakyat, peternak semi komersil dan peternak komersil. Dibandingkan dengan usaha peternakan hewan lainnya, beberapa keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, memiliki jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang tetap, pakan yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan, menghasilkan pedet yang bisa dijual jika jantan atau betina yang dapat menghasilkan susu Sudono, et al., 2003. Menurut Baqa 2003, perkembangan produksi susu di Indonesia berjalan lambat. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu 1 iklim tropis yang kurang sesuai dengan pengembangan komoditas susu; 2 masih rendahnya skala usaha pemilikan sapi oleh peternak, dimana rata-rata hanya 2-4 ekor; 3 kondisi kesehatan ternak serta kualitas genetik ternak yang rendah; 4 manajemen usaha ternak yang masih rendah dikarenakan kualitas sumberdaya manusia peternak yang juga rendah; 5 kesulitan bahan pakan ternak berkualitas; 6 masih kurangnya tenaga ahli yang membantu peternakan rakyat; 7 masih rendahnya kualitas susu yang dihasilkan; 8 kondisi infrastruktur transportasi yang kurang memadai, yang juga berpengaruh pada tingginya biaya transportasi; dan 9 masalah dalam pemasaran susu yang dihasilkan, dimana tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia masih rendah dan juga tingginya persaingan dengan susu impor.

2.2 Limbah Ternak

Menurut Gaur 1983 limbah merupakan bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber aktivitas manusia maupun proses alam yang belum atau tidak 26 memiliki nilai ekonomis. Limbah merupakan komponen penyebab pencemaran yang terdiri dari zat yang tidak mempunyai manfaat lagi bagi masyarakat, untuk mencegah pencemaran atau untuk pemanfaatan kembali diperlukan biaya dan teknologi. Sedangkan menurut Soeharji et al 1989, limbah adalah semua buangan yang bersifat padat, cair maupun gas, sejalan dengan definisi tersebut maka limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair maupun gas. Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari spesies ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Limbah ternak yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat feces dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg limbah padat feces Sihombing, 2000. Menurut Taiganides 1977 sapi perah mengeluarkan feces sebesar 9,4 dari bobot hidup. Peternakan sapi perah mempunyai potensi limbah yang sangat besar dibandingkan dengan peternakan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Perbandingan Bobot, Produksi Feces , dan Bahan Kering pada Peternakan Jenis ternak Bobot ternak kg Produksi feces kghari Bahan Kering Sapi Perah 640 50 14 Sapi Potong 520 29 12 Babi Dewasa 90 7 9 Domba 40 2 26 Ayam Petelur 2 0,1 26 Ayam Broiler 1 0,06 25 Sumber : Wahyuni 2009 Berdasarkan laporan ADB-GEF-UNDP 1998 satu ekor sapi perah mengeluarkan emisi gas methan sebanyak 56 kgekortahun, sedangkan sapi pedaging sebanyak 44 kg, kerbau 55 kg, kambing 8 kg, domba 5 kg, dan kuda 18 kg. Sedangkan menurut IPCC 1994 emisi methan kg CH 4 ekortahun dari pengelolaan feces untuk masing-masing ternak adalah sapi perah 27; sapi pedaging 2; babi 7; kerbau 3; kambing 0,37; domba 0,23; kuda 2,77; dan unggas ayam dan bebek 0,157. Data ini diasumsikan bahwa feces tersebut dikelola dengan cara dikeringkan dry sistem. 27 Feces ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada feces ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Sapi perah merupakan ternak ruminansia yang sangat potensial dalam menghasilkan biogas. Potensi limbah sapi perah dalam menghasilkan biogas memiliki nilai kalori yang sangat tinggi dibandingkan dengan limbah lainnya. Perbandingan nilai kalori biogas yang dihasilkan dari limbah dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Perbandingan Nilai Kalori Biogas dari Limbah Masyarakat Bahan Isian Nilai Kalori Biogas yang Dihasilkan Kilo Joule Kotoran Sapi 6513 Feces Sapi 5500-6000 Sampah Kota + Urea 5400-5500 Tinja Manusia 5000 Sampah dan Tinja Manusia 5450 Keterangan : Kotoran Sapi yaitu seluruh limbah yang dihasilkan oleh sapi baik tinja, urine, darah, air mandi, kuku dan sebagainya. Sumber : Wahyuni 2009

2.2.1 Pengolahan Limbah

Pengolahan limbah adalah suatu upaya pengurangan volume, konsentrasi dan tingkat bahaya limbah dengan jalan pengolahan fisik, kimia, hayati atau gabungan antara ketiganya. Kegiatan pengolahan limbah merupakan salah atu cara untuk mengendalikan pencemaran limbah, namun kegiatan untuk mengurangi jumlah limbah yang keluar juga merupakan salah satu langkah yang akan membantu menurunkan beban pencemaran. Menurut Soehardji et al 1989, cara-cara pengolahan limbah yang dapat dilakukan terdiri dari : 1. Reduksi limbah pada sumberdaya yaitu upaya preventif mereduksi volume, konsentrasi atau tingkat bahaya limbah yang dihasilkan dengan cara memperbaiki proses produksi, operasi dan pemeliharaan. 2. Pemanfaatan limbah, yang terdiri atas dua cara yaitu : 28 • Penggunaan kembali reuse yaitu pemanfaatan limbah yang mengalami pengolahan atau perubahan bentuk, digunakan kembali untuk penggunaan yang sama atau fungsi yang sama. Penggunaan kembali dapat dilakukan oleh tempat usaha bersangkutan. • Daur ulang recycle yaitu pemanfaatan kembali melalui proses fisika atau kimiawi. Daur ulang dapat melalui dua cara yaitu kembali ke proses semula menghasilkan produk lain.

2.3 Sejarah Perkembangan Biogas

Penelitian tentang biogas menggunakan feces hewan sudah dilakukan sejak tahun 1884. Negara Cina adalah negara yang menggunakan biogas sebagai bahan bakar utama, tahun 1975 instalasi biogas diperkenalkan di Cina. Tahun 1992, sekitar lima juta rumah tangga menggunakan instalasi biogas model sumur tembok dengan bahan baku feces dan manusia serta limbah pertanian. India mulai mengembangkan biogas sejak tahun 1981, pengembangan dilakukan oleh Departemen Sumber Energi non-Konvensional melalui program “The National Project on Biogas Development” dengan melakukan riset terhadap pengembangan model instalasi biogas. Reaktor biogas yang dikembangkan di Cina yaitu menggunakan model sumur tembok dan drum dengan bahan baku feces dan limbah pertanian. Tahun 1999 sekitar tiga juta rumah tangga di India menggunakan instalasi biogas. Teknologi biogas mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1970 an. Pada awalnya teknik pengolahan limbah dengan instalasi biogas dikembangkan di wilayah pedesaan, tetapi saat ini teknologi ini sudah mulai diterapkan di wilayah perkotaan. Pada tahun 1981, pengembangan instalasi biogas di Indonesia dikembangkan melalui proyek pengembangan biogas dengan dukungan dana dari Food and Agriculture Organization FAO dengan dibangun contoh instalasi biogas di beberapa provinsi Ditjen PPHP Deptan, 2008.

2.3.1 Pengertian Biogas

Biogas adalah campuran gas terutama methan yang mencakup 60-70 dan sisanya berupa CO2 dan lain-lain. Gas methan menjadi bagian terpenting dari biogas. Biogas terjadi dari hasil perombakanfermentasi bahan organik dalam keadaan anaerob Prihandana dan Hendroko, 2008. Jenis bahan organik yang 29 diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas disamping parameter- parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan dan kelembaban udara. Pada prinsipnya semua bahan organik dapat digunakan sebagai bahan penghasil biogas, seperti sisa-sisa buangan sampah organik, sisa hasil pertanian seperti kulit singkong, kulit kelapa sawit, batang pisang, jerami, tumbuhan air seperti enceng gondok dan feces dari hewan maupun manusia, namun demikian hanya bahan organik padat, cair homogeny seperti feces dan urine hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Proses fermentasi atau proses methanisasi menghasilkan gas methan dan sludge. Gas methan dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkit energi sedangkan sludge dapat digunakan sebagai kompos Hambali, 2007. Proses untuk mendapatkan biogas diawali dengan perombakan degradasi bahan organik yang berlangsung secara anaerobik sebagian besar akan menghasilkan gas methan yang memiliki sifat mudah terbakar dan karbondioksida Simamora et al, 2006. Gas yang dihasilkan dan terkumpul pada digester akan diuraikan melalui dua tahap dengan bantuan dua jenis bakteri. Tahap pertama, material organik akan didegradasikan menjadi asam lemah dengan bantuan bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan menguraikan sampah pada tingkat hidrolisis dan asidifikasi. Hidrolisis adalah penguraian senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang seperti lemak, protein, karbohidrat menjadi senyawa sederhana. Sedangkan asidifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa sederhana. Setelah material organik berubah menjadi asam, maka tahap kedua dari bakteri pembentuk metana seperti maethanococcus, methanosarcina, dan methano bacterium Prihandana Hendroko, 2008. Produksi gas methan dari reaktor tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 6500 KjNm 3 Hambali, 2007. Tabel 3 dapat dilihat kisaran komposisi biogas pada feces sapi dan campuran feces dengan sisa pertanian. 30 Tabel 3. Komposisi Biogas Pada Feces Sapi dan Campuran Feces serta Sisa Pertanian Jenis gas Biogas Feces Sapi Campuran Feces dan Sisa Pertanian Methan CH 4 65,7 54-70 Karbondioksida CO 2 27 45-27 Nitrogen N 2 2,3 0,5-3 Karbon monoksida CO 0,1 Oksigen O 2 0,1 6 Propena C 3 H 8 0,7 Hidrogen sulfida H 2 S 0 Sedikit Sumber : Simamora et al. 2009 Produksi biogas dapat digunakan untuk penerangan, memasak, penggantian bahan bakar dan juga pembangkit listrik. Pada tabel 4 nilai kesetaraan biogas untuk setiap 1 m 3 diaplikasikan untuk penggunaan biogas. Tabel 4. Nilai Kesetaraan Biogas dan Energi yang Dihasilkan Aplikasi 1 m 3 Biogas Setara Dengan Penerangan 60-100 watt lampu bohlam selama enam jam Memasak Dapat memasak tiga jenis masakan untuk keluarga 5-6 orang Pengganti bahan bakar tenaga kuda 0,7 kg minyak tanah dapat menjalankan satu motor tenaga kuda selama dua jam Pembangkit tenaga listrik Dapat menghasilkan 1,25 kwh listrik Sumber : Kristoterson dan Bakalders 1991 dalam Hambali 2007 Selain diaplikasikan untuk penerangan, memasak, penggantian bahan bakar dan pembangkit tenaga listrik, perbandingan biogas sebanyak 1 m 3 juga dapat dikonversikan pada bahan bakar lainnya. Menurut Wahyuni 2009 proses fermentasi anaerob akan menghasilkan biogas yang nilainya dapat dibandingkan dengan bahan bakar lain dalam setiap meter kubiknya. Pada tabel 5 dapat dilihat perbandingan biogas yang dikonversikan pada bahan bakar lain. 31 Tabel 5. Perbandingan Biogas 1 m 3 Dibandingkan dengan Bahan Bakar Lain Keterangan Bahan Bakar Lain 1 m 3 Biogas Elpiji 0,46 kg Minyak Tanah 0,62 liter Minyak Solar 0,52 liter Bensin 0,80 liter Gas Kota 1,50 m 3 Kayu Bakar 3,50 kg Sumber : Wahyuni 2009

2.3.2 Model Digester

Feces yang ditumpuk atau dikumpulkan dalam waktu tertentu akan menghasilkan gas methan, jika gas tidak ditampung maka akan hilang menguap ke udara. Bermacam konstruksi yang dibuat khusus penampung gas. Berdasarkan cara pengisiannya ada dua jenis reaktor pengolahan gas yaitu batch fedding dan continous fedding Simamora et al, 2006. 1. Batch fedding adalah jenis reaktor yang pengisian bahan organik campuran feces dan air dilakukan sekali sampai penuh, kemudian ditunggu sampai biogas dihasilkan. Setelah biogas tidak berproduksi lagi atau produksinya sangat rendah, isian digesternya dibongkar lalu diisi kembali dengan bahan organik baru. Gambar 2 merupakan model reaktor batch fedding. Gambar 2. Model Reaktor Batch Fedding 2. Continous fedding adalah jenis reaktor yang pengisian bahan baku organiknya dilakukan setiap hari dalam jumlah tertentu setelah biogas mulai berproduksi. Pengisian awal reaktor diisi penuh, lalu ditunggu sampai biogas berproduksi. Setelah berproduksi, pengisian bahan organik dilakukan secara kontinu setiap hari dengan jumlah tertentu. Ada dua model continous fedding yaitu model 32 tetap fixed dan model terapung floating. Perbedaan model ini adalah pengumpulan biogas yang dihasilkan. a. Model floating, pengumpul gasnya terapung diatas sumur pencerna sehingga kapasitasnya akan naik turun sesuai dengan produksi gas yang dihasilkan dan pemanfaatan gas untuk memasak. Reaktor model floating dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Model Reaktor Floating b. Model fixed disebut juga reaktor Cina karena reaktor ini dibuat pertama kali di Cina sekitar tahun 1930. Reaktor ini memiliki dua bagian yaitu digester sebagai tempat pencerna material biogas dan kubah sebagai rumah bagi bakteri pembentuk asam maupun bakteri pembentuk gas metana. Bagian pertama yaitu digester dapat dibuat dengan kedalaman tertentu menggunakan batu, batu bata atau beton, plastik atau fiber glass. Struktur yang digunakan harus kuat karena digunakan untuk menahan gas agar tidak terjadi kebocoran. Bagian kedua adalah kubah tetap mempunyai fungsi sebagai tempat mengumpul gas yang tidak bergerak. Model permanen ini memang membutuhkan modal yang lebih besar tetapi usia ekonominya lebih lama dengan perawatan yang mudah dan pengoperasian yang sederhana. Reaktor model fixed yang terbuat dari bahan fiber glass. memiliki keuntungan yaitu desain yang sederhana dalam hal perawatan dan konstruksi operasional, lebih ringan, tahan bocor, mudah diperbaiki, mudah dipindahkan dan aman. Reaktor model fixed terbuat dari fiber glass,semen, dan plastik dapat dilihat pada Gambar 4. 33 Gambar 4. Model Reaktor fixed

2.3.3 Teknik Pembuatan Biogas

Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik tertutup dari udara bebas untuk menghasilkan gas. Proses pembentukan biogas dalam reaktor berbahan semen model tetap kontinu akan memulai beberapa tahapan sebagai berikut Wahyuni, 2009 : 1. Menampung feces sapi di bak penampungan sementara Feces sapi yang bercampur dengan air cucian kandang ditampung didalam bak penampung sementara. Bak penampung sementara ini berfungsi untuk menghomogenkan bahan masukan. 2. Mengalirkan feces sapi ke reaktor Lumpur feces dialirkan ke reaktor melalui lubang pemasukan. Pada pengisian pertama, kran pengeluaran gas yang ada dipuncak kubah sebaiknya tidak disambungkan dulu ke pipa. Kran tersebut dibuka agar udara dalam reaktor terdesak keluar sehingga proses pemasukan lumpur feces lebih mudah. 3. Menambahkan starter Pada pemasukan pertama diperlukan lumpur feces dalam jumlah banyak sampai lubang reaktor terisi penuh. Untuk membangkitkan proses fermentasi bakteri anaerob pada pengisian pertama perlu menambahkan starter dan isi rumen 34 segar dari rumah potong hewan RPH sebanyak lima karung untuk kapasitas digester 3,5-5 m 3 . 4. Membuang gas yang pertama dihasilkan Hingga hari kedelapan, kran yang ada diatas kubah dibuka dan gasnya dibuang. Pembuangan ini disebabkan gas awal yang terbentuk didominasi CO 2 . Pada hari ke-10 hingga hari ke-14 pembentukan gas CH 4 54 dan CO 2 27 maka biogas akan menyala. Selanjutnya, biogas dapat dimanfaatkan untuk menyalakan kompor gas di dapur. 5. Memanfaatkan biogas yang sudah jadi Pada hari ke-14, gas sudah mulai terbentuk dan bisa digunakan untuk menghidupkan nyala api pada kompor. Mulai hari ke-14 kita sudah bisa menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti feces . Selanjutnya, reaktor terus diisi lumpur feces secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal. Proses pembuatan biogas juga menghasilkan sisa buangan lumpur yang digunakan sebagai pupuk organik. Komponen pada biodigester sangat bervariasi tergantung pada biodigester yang digunakan. Secara umum biodigester terdiri dari komponen-komponen utama sebagai berikut : 1. Saluran masuk fese segar Saluran ini digunakan untuk memasukkan campuran feces dan air ke dalam reaktor utama. Pencampuran ini berfungsi untuk memaksimalkan potensi biogas, memudahkan pengaliran, serta menghindari terbentuknya endapan pada saluran masuk. 2. Saluran keluar residu Saluran ini digunakan untuk mengeluarkan feces yang telah difermentasi oleh bakteri. Saluran ini bekerja berdasarkan prinsip kesetimbangan tekanan hidrostatik. Residu yang keluar pertama kali merupakan campuran feces dan air sludge masukan yang pertama setelah waktu retensi. Sludge yang keluar sangat baik untuk pupuk karena mengandung kadar nutrisi yang tinggi. 3. Katup pengamanan tekanan control valve Katup pengaman ini digunakan sebagai pengatur tekanan gas dalam biodigester. Katup pengaman ini menggunakan prinsip pipa T. bila tekanan gas 35 dalam saluran gas lebih tinggi dari kolom air, maka gas akan keluar melalui pipa T, sehingga tekanan dalam biodigester akan turun. 4. Sistem pengaduk Pengadukan dilakukan dengan berbagai cara, yaitu pengadukan mekanis, sirkulasi substrat biodigester, atau sirkulasi ulang produksi biogas ke atas biodigester menggunakan pompa. Pengadukan ini bertujuan untuk mengurangi pengendapan dan meningkatkan produktifitas biodigester karena kondisi substrat seragam. 5. Saluran gas Saluran gas ini disarankan terbuat dari bahan polimer untuk menghindari korosi. Untuk pembakaran gas pada tungku, pada ujung saluran pipa bisa disambung dengan pipa baja antikarat. 6. Tangki penyimpan gas Terdapat dua jenis tangki penyimpan gas, yaitu tangki bersatu dengan unit reaktor floating dome dan terpisah dengan reaktor fixed dome, untuk tangki terpisah, konstruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor dan tekanan dalam tangki seragam, serta dilengkapi H 2 S removal untuk mencegah korosi. Gambar 5. Bagan Reaktor Biogas Sederhana

2.4 Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Valuasi ekonomi adalah valuasi dalam bentuk nilai uang yang dimaksudkan untuk penyesuaian justification pengukuran penambahan gains dan kehilangan loss dari kegunaan lingkungan atau kesejahteraan Pearce dan Turner, 1990. Lebih lanjut diuraikan bahwa penentuannya didasarkan pada nilai hakiki dari sifat alamiah kegunaan lingkungan, yaitu kegunaan aktual dan potensial. Berdasarkan konsep tersebut Manungsihe 1993 secara eksplisit memformulasikan konsep dasar dari nilai ekonomi sumberdaya sebagai berikut : 36 NET = NG + BNG atau NET = [NGL + NGTL + NGO] + [BNG] Secara konseptual Nilai Ekonomi Total NET dari sumberdaya terdiri dari Nilai Guna NG dan Bukan Nilai Guna BNG. NG dapat diurai menjadi :Nilai Guna Langsung NGL, Nilai Guna Tidak Langsung NGTL dan Nilai Guna Opsi NGO. Valuasi ekonomi terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan yang berwawasan lingkungan menjadi sangat penting terutama kalau dikaitkan dengan opsi kebijakan dimana pertimbangan ekonomi menjadi dasar utama. Hal ini bisa dimengerti mengingat kajian ekonomi untuk mengukur tingkat kesejahteraan didasarkan pada harga pasar yang berlaku, sementara faktor lingkungan tidak memiliki pasar. Salah satu pendekatan valuasi ekonomi adalah analisis biaya-manfaat. Analisis biaya manfaat adalah suatu alat ekonomi yang memandu pengambil keputusan bagaimana mengalokasikan sumberdaya masyarakat dengan cara yang paling efisien Chutubtim, 2001, yakni yang didasarkan hasil estimasi perubahan kesejahteraan masyarakat dalam bentuk nilai uang. Dampak suatu kegiatan selalu dapat dinyatakan oleh kekuatan pasar, maka agar nilai uang dari dampak dapat merefleksikan secara akurat harga ekonominya perlu teknik valuasi yang cocok. Secara garis besar penentuan harga yang cocok untuk menilai dampak kegiatan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Penentuan Valuasi Ekonomi dari Barang dan Jasa Tidak Terdistorsi Terdistorsi dengan Intervensi Pemerintah Pasar Bersaing Sempurna Harga Pasar Harga bayangan Bukan Pasar Bersaing Harga Bayangan Harga bayangan Tanpa Kehadiran Pasar Pendekatan Revealed atau State Preference Sumber : Chutubtim 2001 Harga keseimbangan pasar bersaing sempurna yang mengindikasikan biaya sosial marjinal dan manfaat sosial marjinal dari proses produksi, harga pasar mampu merefleksikan secara akurat harga ekonomi dari sumberdaya yang dipakai, dan apabila terjadi pada pasar terdistorsi market failure harga pasar tidak mencerminkan secara akurat dari biaya dan manfaat marjinal serta menimbulkan alokasi sumberdaya yang tidak efisien. Harga bayangan merupakan 37 modifikasi harga suatu barang dan jasa apabila sumberdaya yang dipergunakan mendapat subsidi atau dikenakan pajak.

2.4.1 Metode Valuasi

Pearce dan Turner 1990 mengatakan untuk mengukur kerusakan lingkungan dapat diuraikan beberapa metode valuasi yaitu 1 valuasi langsung dan tidak langsung, 2 pendekatan harga hedonic Hedonic Price Approach = HPA, 3 metode valuasi kontingensi Contingent Valuation Method = CVM, 4 model biaya perjalanan Travel Cost Models = TCM dan 5 pendekatan kemauan membayar Willingness to Pay = WTP dan kemauan untuk menerima Willingness to Accept. Ada beberapa metode valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan yang telah dikembangkan oleh para ahli. Secara umum dibedakan menjadi Pearce dan Turner, 1990 : 1. Valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan berdasarkan manfaat Benefit Based Valuation a. Effect on Production EOP Pendekatan Produktivitas b. Loss of Earning LOE Human Capital Approach HCA c. Travel Cost d. Property Value e. Wage Differential f. Contingent Valuation Methode CVM 2. Valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan berdasarkan biaya Cost Based Valuation a. Replacement Cost b. Preventive Expenditure c. Relocation Cost d. Contingent Valuation Cost CVM 3. Alternatif Lain Metode Valuasi a. Benefit Transfer b. Analisis Input Output

2.4.2 CVM Contingent Valuation Method

Metode contingent valuation merupakan metode yang paling populer Yakin, 1997. Pendekatan CVM secara umum mengukur keinginan membayar 38 Willingness to Pay dengan mengeksplore preferensi dari konsumen. Pendekatan ini digunakan pada saat tidak ada pasar yang relevan terhadap barang dan jasa lingkungan. CVM menggunakan teknik survey untuk mengestimasi kesediaan membayar WTP atau kesediaan menerima atau Willingness to Accept WTA dalam kondisi pasar tertentu hipotesis, dimana kemudian responden diminta untuk menawar Mogas et al, 2006. Metode ini mengasumsikan bahwa masyarakat bisa mentransformasikan preferensi akan kualitas lingkungan ke dalam nilai moneter Hoevenagel, 1994. Berdasarkan asumsi ini, responden ditanya tentang : 1. Berapa jumlah uang maksimum yang bersedia andakeluarga anda bayar WTP untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan? 2. Berapa jumlah uang minimum yang bersedia andakeluarga anda terima WTA untuk menerima penurunan kualitas lingkungan? Daftar pertanyaan harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh transaksi yang memuaskan Hoevenagel, 1994. Transaksi memuaskan adalah sebuah transaksi dimana orang mengetahui sepenuhnya dan dapat mengidentifikasi keterkaitannya yang terbaik. Transaksi yang memuaskan akan menghasilkan nilai WTP yang valid dan reliable yang dapat digunakan misalnya untuk analisis biaya manfaat. Hoevenagel, 1994. Menurut Fischhoff dan Furby, 1988 dalam Hoevenagel 1994, suatu transaksi yang memuaskan hanya bisa terjadi jika barang, metode pembayaran dan pasar dapat didefinisikan dengan jelas dan dapat dimengerti dengan baik oleh individu. Hal ini berarti kuesioner harus mengandung 3 hal yaitu : 1 deskripsi tentang perubahan kualitas lingkungan, 2 deskripsi tentang metode pembayaran, 3 deskripsi tentang pasar hipotesis Hoevenagel, 1994. Pada prinsipnya pelaksanaan metode contingent valuation terdiri dari tiga komponen utama yaitu: 1 merancang dan membangun instrumen survei kuesioner, 2 administrasi survei, dan 3 interpretasi hasil survei. Menurut Krieger dan Hoehn 1999, keuntungan dari metode ini adalah apabila kuesioner didesain dengan baik dan jika responden bertanggungjawab dan bisa bekerjasama dengan baik, metode ini dapat mengungkapkan pilihan terhadap beberapa aspek kualitas lingkungan. Metode ini juga mempunyai kelemahan karena beberapa bias atau penyimpangan yang mungkin terjadi akibat beberapa 39 kondisi misalnya : 1 adanya kemungkinan bahwa responden tidak jujur terhadap pilihan mereka demi keuntungan pribadi, 2 desain kuesioner yang tidak sesuai dan metode kurang tepat, 3 kurangnya informasi yang dimiliki oleh responden dan pewawancara dalam masalah lingkungan yang diteliti, dan 4 kemungkinan adanya perbedaan yang nyata antara kesediaan membayar yang ditunjukkan responden dalam situasi hipótesis dan dalam situasi nyata. Willingness to Pay WTP adalah jumlah maksimum yang bersedia dibayarkan oleh seorang individu untuk suatu barang dan jasa tertentu yang diinginkannya. WTP juga dapat diukur dalam bentuk pertambahan pendapatan yang membuat seseorang tidak terpengaruh oleh perubahan-perubahan variabel- variabel eksogen yang ada di luar dirinya. Perubahan-perubahan eksogen terjadi karena adanya perubahan harga atau perubahan mutu sumberdaya. Akibatnya, konsep WTP sangat erat dikaitkan dengan konsep variasi mengkompensasi compensating variation dan variasi yang setara equivalent variation dalam teori permintaan. Dengan kata lain, WTP dapat diinterpretasikan sebagai jumlah maksimum yang bersedia dibayarkan seseorang untuk mencegah pengurangan dari sesuatu. Istilah WTP dapat membingungkan dalam sebuah paradigma yang bersifat non-ekonomi. Pengguna suatu barang atau jasa mungkin tidak suka untuk membayar suatu tarif tertentu, namun mereka bersedia untuk membayar jumlah ini daripada tidak dapat memperolehnya. Seseorang mungkin tidak suka untuk membayar harga gas yang mengalami kenaikan, namun ia terpaksa membayarnya atau tidak dapat memperoleh gas tersebut. Ada tiga cara untuk mengestimasi WTP: 1. Mengamati harga yang dibayar orang untuk barang dalam bermacam pasar misalnya pedagang air, membeli dari tetangga, membayar pajak setempat. 2. Mengamati pengeluaran individu atas uang, waktu dan tenaga untuk memperoleh barang-barang atau menghindari kerugian mereka. 3. Menanyakan orang secara langsung apakah mereka bersedia membayar untuk barang-barang atau jasa-jasa. 40

2.4.3 Teori Manfaat dan Biaya

Analisis biaya manfaat merupakan penerapan ekonomi kesejahteraan modern dan ditujukan untuk memperbaiki efisiensi ekonomi alokasi sumberdaya. Setiap proyek, program atau kebijksanaan baru yang diusulkan oleh masyarakat akan selalu mengarah pada aspek manfaat dan biaya. Dalam menilai manfaat absolute maupun relatif proyek-proyek, program, kebijaksanaan-kebijaksanaan, kiranya diperlukan suatu dasar perbandingan. Tolok ukur analisis biaya manfaat perlu diatasi pada hal-hal yang secara nyata diperjualbelikan Hufschmidt et al, 1987. Menurut Suparmoko 1997, manfaat dan biaya suatu proyek dapat dibedakan menjadi “manfaat dan biaya riil” real benefits and costs dan “manfaat dan biaya semu” pecuniary benefits and costs. Manfaat riil adalah manfaat yang timbul bagi pihak lain, sedangkan biaya riil adalah biaya yang sungguh-sungguh ada dalam masyarakat dan tidak diimbangi oleh pengurangan beban bagi pihak lain. Manfaat semu adalah manfaat yang timbul dari suatu proyek dan diterima oleh sekelompok orang tertentu, tetapi ada sekelompok orang lain yang menjadi menderita karena adanya proyek tersebut. Manfaat semu ini tidak diperhitungkan dalam perhitungan biaya dan manfaat proyek. Ada tiga macam perbedaan manfaat dari biaya riil menurut Suparmoko 1997, yaitu manfaat dan biaya langsung tidak langsung, manfaat dan biaya yang “tangible” yang dapat diraba dan yang “intangible” yang tidak dapat diraba serta manfaat dan biaya “internal” dan “eksternal”. a. Manfaat dan biaya langsung dan tidak langsung Manfaat dan biaya langsung primary benefits and primary cost adalah manfaat dan biaya yang dekat hubungannya dengan tujuan utama dari suatu proyek, sedangkan manfaat dan biaya tidak langsung secondary benefits and secondary cost dari suatu proyek lebih merupakan hasil sampingan dari proyek tersebut. b. Manfaat dan biaya yang “tangible” yang dapat diraba dan yang “intangible” yang tidak dapat diraba Istilah dapat diraba diterapkan bagi biaya dan manfaat yang dapat dinilai di pasar, sedangkan manfaat dan biaya yang tidak dapat dipasarkan adalah tidak dapat diraba. 41 c. Manfaat dan biaya “internal” dan “eksternal”. Suatu proyek menghasilkan manfaat dan biaya internal bila biaya dan manfaat tersebut dihasilkan terbatas pada tempat tertentu, sedangkan bila menghasilkan biaya dan manfaat pada tempat lain disebut manfaat dan biaya eksternal. Salah satu cara untuk melihat kelayakan investasi adalah dengan metode cash flow analysis. Metode ini dilakukan setelah komponen-komponen biaya dan manfaat tersebut dikelompokkan dan diperoleh nilainya. Komponen-komponen tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat atau penerimaan benefit:inflow dan biaya atau pengeluaran cost:outflow. Selisih antar keduanya disebut manfaat bersih net benefit, dan juga menggunakan beberapa penilaian kriteria kelayakan yaitu : Net Present Value NPV, internal Rate of Return IRR, dan Net Benefit Cost Ratio Net BC Grittinger, 1986

2.5 Teori Analisis Regresi

Analisis regresi adalah teknik statistika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan diantara variabel-variabel. Analisis regresi dapat digunakan untuk dua hal pokok, yaitu : a. Untuk memperoleh suatu persamaan dari garis yang menunjukkan persamaan hubungan antara dua variabel. Persamaan dan garis yang dihasilkan bisa berupa persamaan garis bentuk linier maupun nonlinier. b. Untuk menaksir suatu varibel yang disebut variabel tidak bebas terikat dengan variabel lain yang disebut variabel bebas berdasarkan hubungan yang dtunjukkan persamaan regresi tersebut. Berdasarkan amatan dan analisis data, penyelesaian regresi ini dapat berupa persamaan linier maupun nonlinier. Oleh karena itu analisis regresi ini terbagi atas regresi liniier dan regresi non linier, yang termasuk ke dalam regresi linier adalah regresi linier sederhana, regresi linier berganda dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk regresi non linier adalah regresi model parabola kuadratik, model parabola kubik, model eksponen, model geometrik, regresi logistik dan sebagainya. Model regresi merupakan komponen penting dalam beberapa analisis data dengan menggambarkan hubungan antara variabel respon dan satu atau beberapa variabel penjelas. Pada umumnya analisis regresi digunakan untuk 42 menganalisis data dengan variabel respon berupa data kuantitatif, akan tetapi sering juga ditemui kasus dengan variabel responnya bersifat kualitatif atau kategori, untuk mengatasi masalah tersebut maka dapat digunakan model regresi logistik. Pendekatan model persamaan regresi logistik digunakan karena dapat menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan peluangnya yang bersifat tidak linier, ketidaknormalan sebaran dari variabel terikat serta keragaman respon yang tidak konstan dan tidak dapat dijelaskan oleh model regresi linier biasa Agresti, 1990. Menurut Hosmer 1989, metode regresi logistik adalah suatu metode analisis statistika yang mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas berskala kategori atau interval, yang dimaksud dengan peubah kategorik yaitu peubah yang berupa data nominal dan ordinal. Menurut Kleinbaum 1994 regresi logistik merupakan pendekatan model matematika yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara beberapa variabel predictor X terhadap variabel respon yang bersifat dikotomus atau biner Y. Model regresi logistik diperlukan pada saat data respon bersifat kategorik variabel indicator karena aka nada beberapa permasalahan yang muncul yang tidak memungkinkan untuk tetap menggunakan regresi klasik. Kutner et al, 2004 Regresi logistik biner adalah salah satu metode statistika yang sering digunakan untuk mengklasifikasikan sejumlah pengamatan dengan respon biner ke dalam beberapa kelompok berdasarkan satu atau lebih variabel predictor. Melalui metode ini akan dihasilkan peluang dari masing-masing kategori respon yang akan dijadikan sebagai pedoman pengklasifikasian dan suatu pengamatan akan masuk kedalam respon kategori tertentu berdasarkan nilai peluang yang terbesar. Pada regresi logistik biner dikotomus, variabel responnya mempunyai dua kategori. Fenomena dimana variabel responnya dua bivariat dan masing- masing berkategorikan biner, dapat dianalisis menggunakan regresi logistik biner bivariat, dengan asumsi antar peubah respon biner terdapat dependensi. 43 Menurut Kuncoro 2001 regresi logistik cukup baik dan sering digunakan. Hal ini karena regresi logistik memiliki beberapa keuntungan dibandingkan regresi lainnya, yaitu : a. Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model. Artinya variabel penjelas tidak harus memiliki distribusi normal, linier, maupun memiliki varian yang sama dalam setiap grup. b. Variabel dalam regresi logistik dapat berupa campuran dari variabel kontinyu, diskrit dan dikotomis. c. Regresi logistik amat bermanfaat digunakan apabila distribusi respon atas variabel terikat diharapkan non linier dengan satu atau lebih variabel bebas.

2.6 Penelitian Sebelumnya