Pengelolaan Limbah Potensi Limbah

perah, sehingga dapat dikatakan bahwa kebutuhan instalasi biogas untuk Kecamatan Cisarua adalah yang berkapasitas 5 m 3 karena memiliki daya tampung 3-7 ekor. Tabel 11 Jumlah Satuan Ternak dan Potensi Limbah Peternakan di Desa Kecamatan Cisarua Jumlah Ternak ST Satuan Ternak Desa Baru Tegal Baru Sireum Tirta Kencana Bina Warga Sapi Betina 135,0 223,0 130,0 41,0 Sapi Dara 19,0 33,0 40,5 12,5 Pedet Betina 8,7 15,7 5,7 3,2 Pedet Jantan 5,7 10,7 5,2 3,2 Jantan 12 bulan 16,5 Jumlah ST 184,9 282,4 181,4 59,9 Potensi Limbah Kghari 5.535 8.472 5.442 1.797 Sumber : Data Primer diolah 2011 Ket : Sapi Betina = 1 ST ; Sapi dara dan Jantan = 0,5 ST ; Pedet Betina dan Jantan = 0,25 ST Dari tabel 11 dapat dihitung berapa kebutuhan instalasi biogas jika dihitung berdasarkan instalasi biogas berkapasitas 5 m 3 yang memiliki volume 180 kg feces, maka kebutuhan instalasi biogas dilihat dari potensi limbah yang dihasilkan di setiap desa yaitu untuk desa Baru Tegal dibutuhkan 37 instalasi biogas, desa 47 instalasi biogas, Tirta Kencana 30 instalasi biogas dan Bina Warga 10 instalasi biogas. Total instalasi biogas yang dibutuhkan di Kecamatan Cisarua adalah 124 unit instalasi. Sehingga dapat disimpulkan instalasi biogas yang sudah ada masih kurang dari kebutuhan, sehingga diperlukan partisipasi masyarakat untuk mengadakan instalasi biogas secara mandiri.

4.4.1 Pengelolaan Limbah

Pengusahaan sapi perah selain menghasilkan susu dan pedet juga menghasilkan limbah. Limbah pada peternakan sapi perah diantaranya feces, urine, air limbah dari proses pemandian sapi dan pembersihan kandang. Jika limbah tersebut tidak dikelola dengan baik maka akan mencemari lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maksudi 1993 dan Haryati 2003 menyatakan bahwa dampak dari adanya limbah sapi perah yang tidak terkelola adalah bau dan penyakit infeksi saluran pernapasan atas ISPA yang mencapai 63. Lokasi peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah kandang sapi berada bersebelahan dengan rumah peternak dan pemukiman penduduk sehingga 62 banyak penduduk lain yang mengeluhkan bau dari feces sapi. Haryati 2003 mengatakan bahwa penduduk yang tinggal 0 sampai dengan 50 meter dari lokasi kandang merasa paling terganggu sedangkan lebih dari 50 meter tidak terlalu terganggu. Pengelolaan limbah harus dilakukan dengan baik agar dampak negatif dari limbah seperti bau dan penyakit ISPA terhindar. Salah satu alternatif pengelolaan limbah yang cukup efektif dalam mengurangi bau yaitu dengan menggunakan instalasi biogas, selain itu juga peternak mendapatkan keuntungan lebih yaitu mengubah limbah nya menjadi energi alternatif yang digunakan sebagai pengganti gas elpiji untuk memasak, dan sisa hasil dari pengolahan menggunakan instalasi biogas juga dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos. Pengelolaan limbah pada tempat penelitian dibagi menjadi 3 cara yaitu 1 feces segar dikumpulkan dalam karung lalu dijual langsung ke pengepul 1 minggu sekali dengan harga Rp 5.000,- per karung, 2 feces segar dan air limbah dari pemandian sapi dan pembersihan kandang mengalir langsung ke selokan, 3 feces segar dan air limbah dari pemandian sapi dan pembersihan kandang mengalir ke dalam instalasi biogas. Cara peternak mengelola limbah ternak pada empat lokasi penelitian di Kecamatan Cisarua hampir sama yaitu peternak yang sudah dipasang instalasi biogas mengalirkan limbah ke dalam instalasi, dan peternak yang tidak memiliki instalasi biogas mengalirkan limbah cairnya ke selokan dan limbah padatnnya di masukkan ke dalam karung lalu dijual. Limbah yang diolah melalui instalasi biogas memberikan produk sampingan berupa sludge yang jika diproses lebih lanjut bisa menjadi pupuk organik cair dan padat. Pada peternakan di Kecamatan Cisarua pemanfaatan sludge tidak diolah menjadi pupuk organik cair maupun padat. Sludge berupa kompos yang dihasilkan di masukkan ke dalam karung lalu dijual kepada perusahaan perkebunan dengan harga Rp 150,- per kg. Biasanya peternak yang mengumpulkan sludge ke dalam karung adalah peternak yang tidak mempunyai lahan lagi disekitarnya sedangkan peternak yang kandangnya dekat dengan kebun hijauan makanan ternak langsung dialirkan ke kebun hijauannya. tidak adanya pengolahan sludge menjadi pupuk organik cair dan padat dikarenakan tidak 63 adanya waktu dan keahlian peternak untuk melakukan pengolahan pada sludge menjadi pupuk organik cair dan padat. Dilihat dari pengelolaan limbahnya, komposisi responden yang sudah dan belum memiliki instalasi biogas disajikan pada tabel 12. Tabel 12 Komposisi Responden yang Sudah dan Belum Memiliki Instalasi biogas No Kategori Jumlah peternak Orang Persentase 1 Belum 19 67,87 2 Sudah 9 32,14 Sumber : Data Primer Diolah 2011 Pada tabel 12 terlihat sebanyak 19 responden 67.86 belum memiliki instalasi biogas. Responden peternak yang belum memiliki instalasi biogas, limbahnya dibuat pupuk kompos dengan cara dimasukkan ke dalam karung dan juga dialirkan ke kebun rumput. Hal ini menunjukkan masih banyak peternak yang belum mengolah limbah nya dengan menggunakan instalasi biogas sejalan dengan data kebutuhan instalasi biogas dan jumlah instalasi yang diberikan oleh Kementrian Lingkungan Hidup KLH yang jauh mencukupi yaitu kebutuhan 124 unit instalasi biogas 5 m 3 baru terpasang 37 unit instalasi biogas 5 m 3 . Sejak tahun 2007 peternak mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat berupa instalasi biogas skala 5 m 3 dan 7 m 3 . Sampai saat ini bantuan instalasi biogas 5 m 3 di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua yaitu kelompok peternak Baru Tegal , Bina Warga dan Baru Sireum dengan jumlah peternak setiap kelompoknya 11, 12 dan 6 peternak yang memiliki instalasi biogas skala 5 m 3 , sedangkan di Desa Tugu Selatan jumlah anggota yang tergabung dalam kelompok Tirta Kencana yang memiliki instalasi biogas berjumlah 8 peternak. Dan bantuan instalasi biogas 7 m 3 di Desa Baru Sireum sebanyak 2 peternak. 64 Gambar 7. Cara Pengelolaan Limbah Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Cisarua

4.4.2 Teknologi Instalasi biogas