Analysis of Willingness to Pay (WTP) Farmers Procurement of Installation on Biogas In Traditional Dairy Farm Waste Management (Case: Sub-District Cisarua Bogor).

(1)

ANALISIS

WILLINGNESS TO PAY

(WTP) PETERNAK

TERHADAP PENGADAAN INSTALASI BIOGAS

PADA PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN

SAPI PERAH RAKYAT

(Kasus : Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor)

LINDA AFIATI SALAMAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Willingness To Pay

(WTP) Peternak Terhadap Pengadaan Instalasi Biogas Pada Pengelolaan Limbah Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2011

Linda Afiati Salamah NRP. P052090191


(3)

ABSTRACT

LINDA AFIATI SALAMAH. Analysis of Willingness to Pay (WTP) Farmers Procurement of Installation on Biogas In Traditional Dairy Farm Waste Management (Case: Sub-District Cisarua Bogor). Supervised by AKHMAD ARIF AMIN and SRI MULATSIH.

One of the common problems of the traditional dairy farm is the wastes. Livestock waste, if not managed properly, can cause a decline in environmental quality. Biogas technology is one solution to waste treatment, which also generate economic benefits. Based on that fact, in the year 2007-2008, the government ran a biogas installation providing program, free of charge, to the traditional dairy farmers in sub-district Cisarua, Bogor. However, from a total of 98 farmers in the area, only 39 of them got the installation and the programs apparently had been stopped. Therefore, the procurement of biogas installations for the rest of the farmers, relies on the economic participation of the farmers. Farmers' willingness to pay provision of biogas installations will be exchanged for better environmental quality and economic benefits from the biogas. Based on the results of the study just as much as 46.4% of farmers who are willing to pay for the procurement of biogas installations.

Keywords: Willingness to Pay, Installation Biogas, Traditional Dairy Farm


(4)

RINGKASAN

LINDA AFIATI SALAMAH. Analisis Willingness to Pay (WTP) Peternak Terhadap Pengadaan Instalasi Biogas Pada Pengelolaan Limbah Peternakan Sapi Perah Rakyat (kasus:Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh AKHMAD ARIF AMIN dan SRI MULATSIH.

Salah satu permasalahan umum pada peternakan sapi perah rakyat adalah pada pengelolaan limbah ternaknya. Limbah peternakan, jika tidak dikelola dengan baik, dapat menyebabkan turunnya kualitas lingkungan. Teknologi biogas merupakan salah satu solusi pengolahan limbah, disamping juga membawa manfaat secara ekonomi. Berdasar pada fakta itu, pada tahun 2007-2008, pemerintah mengadakan program bantuan instalasi biogas secara cuma-cuma pada peternak sapi perah rakyat di Kecamatan Cisarua-Bogor sebanyak 37 unit dengan digester 5 m3 dan 2 unit dengan digester 7 m3, namun program bantuan tersebut sudah tidak berjalan lagi. Oleh karena itu, pengadaan instalasi biogas bergantung pada peternak tersebut untuk berinvestasi. Biaya investasi dalam pengadaan instalasi biogas yang dikeluarkan oleh peternak tergantung dari kesediaan membayar peternak dalam pengadaan instalasi biogas. Besaran kesediaan membayar (Willingness to Pay) sangat dipengaruhi oleh aspek demografi yang mencakup pendidikan, tingkat pendapatan, umur dan jenis kelamin dan preferensi individu atas barang/jasa yang ditawarkan (Day et al, 2000). Selain itu mau atau tidaknya masyarakat membayar juga akan sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya manfaat yang akan mereka peroleh jika mereka diminta membayar sejumlah uang.

Berdasarkan hasil penelitian peternak sapi perah rakyat di Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor 68% termasuk ke dalam kategori berumur produktif yaitu 40 tahun sampai 55 tahun, sebesar 64 % tingkat pendidikannya rendah hanya sampai SD, dan sebagian besar memiliki pendapatan dari usaha ternak per bulan sebesar Rp 1.600.000-Rp 2.000.000 dan sebesar 32,14% responden peternak memiliki pendapatan selain dari usaha ternak. Hanya sebanyak 46,4% peternak yang bersedia membayar pengadaan instalasi biogas, faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan peternak bersedia membayar dalam pengadaan instalasi biogas adalah pendapatan selain dari usaha ternak per bulan. Sedangkan


(5)

faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya WTP peternak dalam pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah ternak adalah pendidikan, pendapatan selain usaha ternak, jumlah ternak induk dan nilai tawar. Berdasarkan nilai estimasi rerata WTP dapat dikatakan bahwa peternak tidak dapat ikut berpartisipasi secara finansial dalam pengadaan instalasi biogas, oleh karena itu dibutuhkan intervensi pemerintah dalam hal pengadaan instalasi biogas.

Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial usaha biogas limbah peternakan dari tiga bahan digester: plastik, semen dan fiber glass dan dua skenario yaitu pada skenario pertama biaya pengadaan instalasi biogas dari hibah Pemerintah Pusat dan skenario kedua instalasi biogas, peternak membeli kredit dari dana bergulir. Hasilnya dapat disimpulkan bahwa pada skenario pertama dan kedua menunjukkan pengusahaan biogas limbah peternakan layak untuk dilaksanakan, hal ini dilihat dari nilai NPV, IRR dan Net B/C dari tiga bahan digester. Dilihat dari bahan digesternya, pada skenario pertama instalasi biogas dengan digester berbahan fiber glass sangat layak dilaksanakan karena memiliki nilai NPV, IRR dan Net B/C lebih tinggi dibandingkan digester berbahan plastik dan semen yaitu NPV Rp 15.910.786; IRR 44% dan Net B/C 3,06. Sedangkan pada skenario kedua digester berbahan plastik sangat layak dilaksanakan karena memiliki nilai NPV, IRR dan Net B/C lebih tinggi dibandingkan digester berbahan semen dan fiber glass yaitu NPV Rp 9.813.189; IRR 27% dan Net B/C 1,92.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

ANALISIS

WILLINGNESS TO PAY

(WTP) PETERNAK

TERHADAP PENGADAAN INSTALASI BIOGAS

PADA PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN

SAPI PERAH RAKYAT

(Kasus : Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor)

LINDA AFIATI SALAMAH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

(9)

Judul Tesis : Analisis Willingness to Pay (WTP) Peternak Terhadap Pengadaan Instalasi Biogas Pada Pengelolaan Limbah Peternakan Sapi Perah Rakyat (kasus:Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor)

Nama : Linda Afiati Salamah

NRP : P052090191

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. drh. Akhmad Arif Amin Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Agr.

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

 


(10)

UCAPAN

 

TERIMA

 

KASIH

 

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor.

Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. drh. Akhmad Arif Amin dan Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Agr selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas curahan waktu, kesabaran, saran dan arahan serta petunjuk yang diberikan kepada penulis selama pembimbingan sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S dan Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Program S2 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. Harsono dan Ir. Sri Adriati sebagai pakde dan bude terbaik yang memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan Sekolah Pascasarjana IPB, Fatwi Zandos dan Pak Eko, penyuluh peternakan di Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor atas bantuannya, dan juga rekan-rekan Program Studi PSL Sekolah Pascasarjana IPB Angkatan Tahun 2009 serta semua pihak yang telah membantu penelitian ini.

Akhirnya, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada suamiku tersayang Umar Mukhtar Kusumanegara dan buah hati kami, Haafidz atas pengorbanan dan pengertiannya sehingga seluruh rangkaian tugas-tugas akhir jenjang Magister Sains ini dapat diselesaikan. Kepada Ibu dan Bapak (alm) tercinta, serta Ibu dan Bapak mertua, diucapkan terima kasih atas dukungan dan semangat yang diberikan. Khususnya untuk Ibu mertua yang selalu setia menemani ke kampus dan menjaga buah hati kami pada saat bimbingan maupun ujian.


(11)

PRAKATA

 

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Tesis berjudul “Analisis Willingness to Pay (WTP) Peternak Terhadap Pengadaan Instalasi Biogas Pada Pengelolaan Limbah Peternakan Sapi Perah Rakyat (kasus:Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor)” ini menguraikan tentang karakteristik peternak di Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor, dan juga mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi WTP Peternak dalam pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah ternak.

Akhirnya, disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Semoga hasil-hasil penelitian yang dituangkan dalam tesis ini dapat dimanfaatkan.

Bogor, Desember 2011

Linda Afiati Salamah


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 1984. Penulis merupakan anak tunggal dari ayah Priyandanu (alm.) dan Ibu Siti Amiroh. Tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri 66 Jakarta Selatan dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran di Jatinangor. Tahun 2007 penulis bekerja di CV. Puri Bunga Seruni sebagai Supervisor Managerial Rental Tanaman Hias. Tahun 2008 penulis aktif di Yayasan Bina Bangsa Indonesia sebagai volunteer kegiatan perbaikan lingkungan, dan menjadi penyuluh pemanfaatan sampah rumah tangga menjadi kompos. Tahun 2009 penulis meneruskan pendidikan di Institut Pertanian Bogor program studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pemikiran ... 2

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat ... 8

2.2 Limbah Ternak ... 9

2.2.1 Pengolahan Limbah ... 10

2.3 Sejarah Perkembangan Biogas ... 11

2.3.1 Pengertian Biogas ... 12

2.3.2 Model Digester ... 14

2.3.3 Teknik Pembuatan Biogas ... 16

2.4 Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan ... 18

2.4.1 Metode Valuasi ... 20

2.4.2 CVM ... 21

2.4.3 Teori Manfaat dan Biaya ... 23

2.5 Teori Analisis Regresi ... 24

2.6 Penelitian Sebelumnya ... 26

III. METODE PENELITAN ... 29

3.1 Lokasi dan Waktu penelitian ... 29

3.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 29

3.3 Pengumpulan Data ... 29

3.4 Pengolahan dan Analisis Data ... 29

3.4.1 Analisis Deskriptif ... 30

3.4.1.1 Karakteristik Peternak ... 30

3.4.1.2 Kegiatan Peternakan ... 30

3.4.2 Analisis Regresi ... 30

3.4.2.1 Menganalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar ... 30

3.4.2.2 Menganalisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya WTP ... 31

3.4.3 Analisis CVM ... 32

3.5 Analisis Kelayakan Finansial ... 33


(14)

IV. GAMBARAN UMUM ... 37

4.1 Keadaan Umum ... 37

4.2 Kegiatan Peternakan ... 38

4.3 Manajemen Usaha Sapi Perah ... 39

4.3.1 Pakan ... 39

4.3.2 Produktivitas Sapi Perah ... 41

4.3.2.1 Kegiatan Pemerahan ... 42

4.3.2.2 Pencegahan Penyakit ... 42

4.3.2.3 Perkawinan ... 43

4.3.3 Teknik Pembuatan Kandang ... 43

4.4 Potensi Limbah ... 44

4.4.1 Pengelolaan Limbah ... 45

4.4.2 Teknologi Instalasi Biogas ... 48

4.4.3 Teknik Operasional Biogas ... 51

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

5.1 Karakteristik Peternak ... 55

5.2 Analisis Kesediaan Membayar Peternak ... 57

5.3 Estimasi Nilai Rerata WTP ... 60

5.4 Simulasi Kebijakan ... 64

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

6.1. Kesimpulan ... 70

6.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(15)

DAFTAR TABEL

 

Halaman 1 Perbandingan Bobot, Produksi Kotoran dan Bahan Kering Pada

Limbah Peternakan ... 9

2 Perbandingan Nilai Kalori Biogas dari Limbah Masyarakat ... 10

3 Komposisi Biogas (%) pada Kotoran Sapid an Campuran Kotoran Ternak serta Sisa Pertanian ... 13

4 Nilai Kesetaraan Biogas dan Energi yang Dihasilkan ... 13

5 Perbandingan Biogas 1 m3 Dibandingkan dengan Bahan Bakar Lain ... 14

6 Penentuan Valuasi Ekonomi dari barang dan Jasa ... 19

7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 38

8 Jenis Ternak yang Terdapat di Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor Tahun 2004-2007 ... 38

9 Jumlah Anggota dan Populasi Sapi Perah KUD Giri Tani Desember Tahun 2010 ... 39

10 Pemberian Susu/hari/pedet ... 41

11 Jumlah Satuan Ternak dan Potensi Limbah Peternakan di Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor ... 45

12 Komposisi Responden yang Sudah dan Belum Memiliki Instalasi Biogas ... 47

13 Hasil Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Biogas ... 51

14 Komposisi Biogas dari Proses Biologi ... 53

15 Karakteristik Peternak ... 55

16 Jumlah Responden Peternak yang Bersedia dan Tidak Bersedia Membayar dalam Pengadaan Instalasi Biogas ... 58

17 Koefisien Peubah Berpengaruh Terhadap Kesediaan Membayar ... 59

18 Komposisi Peternak yang Bersedia Membayar Versus Pendapatan Selain Usaha Ternak ... 59

19 Koefisien Peubah Berpengaruh Terhadap WTP ... 60

20 Komposisi Responden Peternak yang Bersedia Membayar Versus Nilai Tawar ... 62

21 Estimasi WTP ... 63

22 Penerimaan Hasil Biogas dan Sludge Tahun I ... 65

23 Rekapitulasi Biaya Investasi Pada Pengusahaan Biogas Limbah Peternakan Tiap Digester ... 66


(16)

24 Total Penyusutan dari Barang Investasi Tiap Digester ... 66 25 Rekapitulasi Reinvestasi ... 67 26 Biaya Operasional Tahun I yang Dikeluarkan pada Pengusahaan

Biogas Limbah Peternakan ... 67 27 Hasil Kriteria Kelayakan Investasi Skenario I Tiap Digester ... 68 28 Hasil Kriteria Kelayakan Investasi Skenario 2 Tiap Digester ... 68  

                                       


(17)

DAFTAR GAMBAR 

 

               Halaman 

1   Kerangka pemikiran penelitian. ...      6 

2  Model Reaktor Batch Fedding ...    13 

3   Model Reaktor Floating ...    14 

4  Model Reaktor Fixed ...    15 

5  Bagan Reaktor Biogas Sederhana ...    17  

6  Kandang Sapi ...    37 

7   Cara Pengelolaan Limbah Peternakan Sapi Perah  ...    43 

8  Instalasi Biogas dan Kompor Gas ...    45 

9  Kurva Estimasi WTP ...    58 

                                   


(18)

DAFTAR LAMPIRAN 

               Halaman 

1   Kuisioner Penelitian ...      76 

2   Data Karakteristik ...      92 

3   Variabel yang dipergunakan dalam Regresi Logistik ...      93 

4  Regresi Logistik Biner ...      94 

5  Variabel yang dipergunakan dalam Regresi Linier ...      95 

6  Regresi Linier Berganda ...      96 

7  Proyeksi Laba Rugi Pengusahaan Biogas Digester Plastik ...      97 

8  Proyeksi Laba Rugi Pengusahaan Biogas Digester Semen ...      98 

9  Proyeksi Laba Rugi Pengusahaan Biogas Digester Fiber glass ...      99 

10 Cash Flow Usaha Biogas Digester Plastik (Hibah) ...    100 

11 Cash Flow Usaha Biogas Digester Semen (Hibah) ...    101 

12 Cash Flow Usaha Biogas Digester Fiber glass (HIbah) ...    102 

13 Cash Flow Usaha Biogas Digester Plastik (Dana Bergulir) ...    103 

14 Cash Flow Usaha Biogas Digester Semen (Dana Bergulir) ...    104 

15 Cash Flow Usaha Biogas Digester Fiber glass (Dana Bergulir) ...    105 

           

 

 

 

 


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha peternakan tradisional yang didominasi oleh peternak rakyat dengan skala relatif kecil. Produksi susu dalam negeri masih tergantung dari peternakan sapi perah rakyat dengan sekitar 110 ribu peternak dengan 377 ribu sapi (Ditjen Peternakan, 2008), dan rata-rata produksi harian 1185 ton susu segar yang dipasarkan ke Industri Pengolahan Susu (IPS) melalui koperasi (Sulistiyanto, 2008). Produksi susu dalam negeri masih jauh dari harapan. Konsumsi susu perkapita Indonesia pada tahun 2007 sekitar 7,12 kg/tahun yang berarti total konsumsi 200 juta rakyat Indonesia adalah 3.955 ton/hari(Badan Pusat Statistik, 2008). Hal ini akan terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya populasi manusia. Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah 235 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,2 persen per tahun sejak tahun 2000.

Kabupaten Bogor berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan susu nasional melalui pengembangan usaha peternakan sapi perah. Beberapa wilayah di Kabupaten Bogor memiliki agroklimat dan perilaku sosial budaya yang sesuai untuk peternakan sapi perah, diantaranya adalah Kecamatan Cisarua dan Megamendung yang terletak pada ketinggian antara 600-1.100 m diatas permukaan laut dengan suhu berkisar antara 17,85o-23,91oC (rata-rata 20oC).

Usaha peternakan sapi perah didaerah tersebut memiliki peluang pasar yang cukup besar karena didukung oleh keberadaan PT. Cisarua Mountain Dairy (Cimory) yang menampung susu segar produksi peternak rakyat untuk diolah menjadi susu cair olahan. Pada tahun 2009 kedua kecamatan ini memberikan kontribusi sebesar 28,76 persen dari keseluruhan populasi sapi perah di Kabupaten Bogor sebesar 7.131 ekor (Disnakkan Kab. Bogor, 2009).

Kecamatan Megamendung, Cisarua dan Ciawi merupakan daerah target program pengembangan usaha sapi perah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Jumlah populasi sapi perah pada tahun 2013 diharapkan mencapai 6000 ekor.


(20)

Meningkatnya populasi sapi perah berbanding lurus dengan peningkatan limbah yang dihasilkan. Limbah ternak yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan dan mengurangi nilai estetika dan kesehatan lingkungan. Hal ini mendorong pemerintah daerah untuk mulai memikirkan pengelolaan limbah yang efektif dan efisien bagi peternak.

Salah satu alternatif teknologi pengelolaan limbah yang efektif adalah teknologi biogas. Selain dapat mengurangi masalah lingkungan, peternak juga mendapatkan hasil berupa biogas yang bisa digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak dan lumpur buangan (sludge) yang dapat dijadikan pupuk. Tingginya konsumsi energi dunia mengakibatkan harga minyak dunia semakin tinggi. Melalui PP No. 5 Tahun 2006 perihal kebijakan Energi Nasional, pemerintah Indonesia mulai mengembangkan sumber energi alternatif terbarukan, salah satunya yaitu pengembangan biogas. Usaha peternakan sapi perah berpotensi tinggi untuk memproduksi biogas.

Pada tahun 2007-2008 Kecamatan Cisarua telah mendapatkan bantuan instalasi biogas dari Kementerian Lingkungan Hidup sebanyak 37 unit dengan digester 5 m3 dan 2 unit dengan digester 7 m3. Jumlah instalasi biogas tersebut masih jauh dari cukup untuk menampung limbah sapi perah di Kecamatan Cisarua mengingat populasi sapi perah yang akan terus bertambah. Bantuan dari Kementerian Lingkungan Hidup tidak berlanjut sehingga dibutuhkannya investasi dalam pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah ternak oleh peternak itu sendiri.

Selama ini instalasi biogas diberikan oleh Pemerintah secara hibah sehingga biaya investasi dalam pengadaan instalasi biogas yang dikeluarkan oleh peternak tergantung dari kesediaan membayar peternak dalam pengadaan instalasi biogas. Oleh sebab itu dibutuhkan penelitian yang mengkaji kesediaan membayar peternak dalam pengadaan instalasi biogas pada pengelolaan limbah peternakan. Menurut Jesdapipat; Duberstein et al, 2003 kesediaan membayar (Willingness To Pay) adalah besaran uang yang bersedia dibayarkan oleh seseorang/individu untuk mendapatkan barang/jasa layanan. Besaran WTP sangat dipengaruhi oleh aspek demografi yang mencakup pendidikan, tingkat pendapatan, umur dan jenis kelamin dan preferensi individu atas barang/jasa yang ditawarkan (Day et al,


(21)

2000). Selain itu mau atau tidaknya masyarakat membayar juga akan sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya manfaat yang akan mereka peroleh jika mereka diminta membayar sejumlah uang.

1.2Kerangka Pemikiran

Usaha peternakan sapi perah rakyat disamping memberikan dampak positif yaitu sebagai sumber penghasilan, peternakan juga berpeluang untuk mencemari lingkungan sebagai dampak negatif. Penanganan limbah yang kurang baik dapat menimbulkan masalah lingkungan. Pemilihan sistem penanganan limbah ternak tergantung kepada beberapa faktor seperti biaya, potensinya untuk mencemari air dan udara, keperluan tenaga kerja, pertimbangan lokasi, pertimbangan area pembuangan dan selera operator (Vanderholm, 1979). Penanganan limbah ternak yang baik akan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.

Seekor sapi laktasi yang mempunyai bobot badan 450 kg menghasilkan limbah berupa kotoran dan urine kurang lebih sebanyak 30 kg per ekor per hari (Sudono, et al.,2003). Menurut Maksudi (1993) limbah ternak dalam arti sempit dapat dikatakan sebagai kotoran atau tinja dan urine ternak, yang biasa disebut manure. Feces sapi perah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk (fertilizer) dan penghasil biogas atau bio fuel.

.Limbah peternakan berpotensi mencemari air dan udara. Menurut Haryati (2003) yang melakukan pengamatan di sentra sapi perah Kebon Pedes Kota Bogor menyatakan bahwa dampak lingkungan hidup akibat dari adanya kegiatan peternakan sapi perah adalah terdapat gangguan bau, kebisingan, kesehatan, sanitasi lingkungan dan kenyamanan lingkungan.

Limbah peternakan berupa feces dan urine dari proses pencernaan ternak ruminansia menghasilkan gas methan (CH4) yang cukup tinggi. Gas methan ini adalah salah satu gas yang ikut berperan terhadap pemanasan global dan perusakan ozon (Forster et al, 2007). Disisi lain gas methan sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi pengganti bahan bakar fosil.

Pengelolaan limbah dengan menggunakan instalasi biogas akan memberikan keuntungan bagi peternak yaitu berupa biogas yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak dan pupuk matang yang dapat langsung dialirkan ke lahan hijauan makanan ternak. Menurut Simamora et al (2005) kualitas feces


(22)

sapi perah sisa dari proses biogas lebih baik dibandingkan dengan feces sapi perah yang langsung dialirkan ke kebun rumput. Teknologi biogas dapat meningkatkan nilai manfaat dari limbah, namun pembangunan instalasi biogas membutuhkan investasi dari peternak.

Menurut Zahid (1997) yang melakukan pengamatan tentang perilaku peternak sapi perah terhadap pengelolaan limbah pada anggota KPS Bogor, menyebutkan bahwa kesadaran tentang pengelolaan limbah telah ada dan bernilai positif, faktor pengetahuan memberikan respon yang terbesar dibandingkan dengan kebutuhan terhadap limbah, pembinaan, pengalaman berusaha dan umur, namun secara keseluruhan tindakan nyata responden dalam pengelolaan limbah ternak tergolong buruk sampai sedang, hal ini diduga karena tidak adanya arahan dan tekanan sosial dari masyarakat, selanjutnya dikatakan bahwa yang dimaksud tekanan sosial adalah kesadaran keseluruhan masyarakat di sekitar peternakan baik itu peternak maupun masyarakat lainnya untuk melakukan tekanan agar pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan baik.

Pengelolaan limbah peternakan sapi perah menjadi biogas diharapkan dapat menjadi energi alternatif di pedesaan. Menurut Mulyani (2008) proyek pengembangan instalasi biogas sebagai energi alternatif berbasis individu maupun kelompok layak untuk dilaksanakan dan dikembangkan. Namun pengadaan instalasi biogas membutuhkan investasi dari peternak. Selama ini instalasi biogas diberikan oleh Pemerintah secara hibah sehingga biaya investasi dalam pengadaan instalasi biogas yang dikeluarkan oleh peternak tergantung dari kesediaan membayar peternak dalam pengadaan instalasi biogas. Berdasarkan latar belakang tersebut diperlukan penelitian tentang Analisis Willingness To Pay (WTP) peternak terhadap pengadaan instalasi biogas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Skema kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

1.3Perumusan Masalah

Permasalahan pengembangan peternakan sapi perah rakyat yaitu pada pengelolaan limbah ternaknya. Teknologi biogas merupakan teknologi yang dapat meningkatkan nilai dari limbah menjadi biogas dan sludge selain itu juga limbah


(23)

keuntungan diantaranya yaitu mengurangi bau, mengurangi emisi methan, mengurangi bibit kuman, dan mengurangi pathogen. Tahun 2007-2008 Kecamatan Cisarua telah mendapatkan bantuan instalasi biogas dari Pemerintah, namun bantuan tersebut tidak berlanjut sedangkan populasi ternak semakin bertambah, apalagi Kecamatan Cisarua merupakan daerah target program pengembangan usaha sapi perah oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, pada tahun 2013 populasi sapi perah diharapkan berjumlah 6000 ekor. Oleh karena itu pengadaan instalasi biogas bergantung pada peternak itu sendiri.

Selama ini instalasi biogas diberikan oleh Pemerintah secara hibah sehingga biaya investasi dalam pengadaan instalasi biogas yang dikeluarkan oleh peternak tergantung dari kesediaan membayar (Willingness To Pay) peternak dalam pengadaan instalasi biogas. Besaran WTP sangat dipengaruhi oleh aspek demografi yang mencakup pendidikan, tingkat pendapatan, umur dan jenis kelamin dan preferensi individu atas barang/jasa yang ditawarkan (Day et al, 2000). Selain itu mau atau tidaknya masyarakat membayar juga akan sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya manfaat yang akan mereka peroleh jika mereka diminta membayar sejumlah uang. Sehingga penelitian ini merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik peternak di peternakan sapi perah rakyat Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) peternak dalam pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai WTP peternak dalam

pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah?

4. Bagaimana kelayakan pengusahaan biogas limbah peternakan dengan menggunakan asumsi?

1.4Tujuan Penelitian

1. Mengkaji karakteristik peternak di peternakan sapi perah rakyat Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor.

2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan bersedia membayar peternak dalam pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah.


(24)

3. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) peternak dalam pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah.

4. Mengkaji kelayakan pengusahaan biogas limbah peternakan dengan menggunakan asumsi.

1.5Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi tentang kesediaan membayar (WTP) peternak terhadap pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah ternak di peternakan sapi perah rakyat Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor.

2. Sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam merumuskan kebijakan tentang pengelolaan limbah peternakan sapi perah


(25)

Kegiatan Peternakan Sapi Perah

Susu Daging

Limbah

Berpotensi Mencemari air dan

udara

Pengolahan limbah dengan

Bio

Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir

gas Investasi Kesediaan Membayar Investasi Mengkaji Karakteristik Peternak di peternakan sapi perah rakyat Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor Kebijakan Pengadaan Instalasi biogas Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) dari peternak dalam pengadaan instalasi biogas Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP dari Peternak sapi perah dalam pengadaan instalasi biogas Mengkaji kelayakan pengusahaan biogas limbah peternakan dengan menggunakan asumsi


(26)

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat

Usaha peternakan merupakan suatu usaha produksi yang didasarkan pada proses biologis dari pertumbuhan ternak. Dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia, maka manusia ikut campur tangan langsung untuk mengendalikan dan menguasai pertumbuhan hewan ternak. Berdasarkan pola pemeliharaan usaha ternak, diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu peternak rakyat, peternak semi komersil dan peternak komersil.

Dibandingkan dengan usaha peternakan hewan lainnya, beberapa keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, memiliki jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang tetap, pakan yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan, menghasilkan pedet yang bisa dijual jika jantan atau betina yang dapat

menghasilkan susu (Sudono, et al., 2003).

Menurut Baqa (2003), perkembangan produksi susu di Indonesia berjalan lambat. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu (1) iklim tropis yang kurang sesuai dengan pengembangan komoditas susu; (2) masih rendahnya skala usaha pemilikan sapi oleh peternak, dimana rata-rata hanya 2-4 ekor; (3) kondisi kesehatan ternak serta kualitas genetik ternak yang rendah; (4) manajemen usaha ternak yang masih rendah dikarenakan kualitas sumberdaya manusia peternak yang juga rendah; (5) kesulitan bahan pakan ternak berkualitas; (6) masih kurangnya tenaga ahli yang membantu peternakan rakyat; (7) masih rendahnya kualitas susu yang dihasilkan; (8) kondisi infrastruktur transportasi yang kurang memadai, yang juga berpengaruh pada tingginya biaya transportasi; dan (9) masalah dalam pemasaran susu yang dihasilkan, dimana tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia masih rendah dan juga tingginya persaingan dengan susu impor.

2.2Limbah Ternak

Menurut Gaur (1983) limbah merupakan bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber aktivitas manusia maupun proses alam yang belum atau tidak


(27)

memiliki nilai ekonomis. Limbah merupakan komponen penyebab pencemaran yang terdiri dari zat yang tidak mempunyai manfaat lagi bagi masyarakat, untuk mencegah pencemaran atau untuk pemanfaatan kembali diperlukan biaya dan teknologi. Sedangkan menurut Soeharji et al (1989), limbah adalah semua buangan yang bersifat padat, cair maupun gas, sejalan dengan definisi tersebut maka limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair maupun gas.

Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari spesies ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Limbah ternak yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feces) dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg limbah padat (feces) (Sihombing, 2000). Menurut Taiganides (1977) sapi perah mengeluarkan feces sebesar 9,4% dari bobot hidup. Peternakan sapi perah mempunyai potensi limbah yang sangat besar dibandingkan dengan peternakan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Perbandingan Bobot, Produksi Feces , dan Bahan Kering pada

Peternakan

Jenis ternak Bobot ternak (kg)

Produksi feces (kg/hari)

Bahan Kering (%)

Sapi Perah 640 50 14

Sapi Potong 520 29 12

Babi Dewasa 90 7 9

Domba 40 2 26

Ayam Petelur 2 0,1 26

Ayam Broiler 1 0,06 25

Sumber : Wahyuni (2009)

Berdasarkan laporan ADB-GEF-UNDP (1998) satu ekor sapi perah mengeluarkan emisi gas methan sebanyak 56 kg/ekor/tahun, sedangkan sapi pedaging sebanyak 44 kg, kerbau 55 kg, kambing 8 kg, domba 5 kg, dan kuda 18 kg. Sedangkan menurut IPCC (1994) emisi methan (kg CH4/ekor/tahun) dari pengelolaan feces untuk masing-masing ternak adalah sapi perah 27; sapi pedaging 2; babi 7; kerbau 3; kambing 0,37; domba 0,23; kuda 2,77; dan unggas (ayam dan bebek) 0,157. Data ini diasumsikan bahwa feces tersebut dikelola dengan cara dikeringkan (dry sistem).


(28)

Feces ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada feces ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Sapi perah merupakan ternak ruminansia yang sangat potensial dalam menghasilkan biogas. Potensi limbah sapi perah dalam menghasilkan biogas memiliki nilai kalori yang sangat tinggi dibandingkan dengan limbah lainnya. Perbandingan nilai kalori biogas yang dihasilkan dari limbah dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan Nilai Kalori Biogas dari Limbah Masyarakat

Bahan Isian Nilai Kalori Biogas yang Dihasilkan

(Kilo Joule)

Kotoran Sapi* 6513

Feces Sapi 5500-6000

Sampah Kota + Urea 5400-5500

Tinja Manusia 5000

Sampah dan Tinja Manusia 5450

Keterangan : * Kotoran Sapi yaitu seluruh limbah yang dihasilkan oleh sapi baik tinja, urine, darah, air mandi, kuku dan sebagainya.

Sumber : Wahyuni (2009)

2.2.1Pengolahan Limbah

Pengolahan limbah adalah suatu upaya pengurangan volume, konsentrasi dan tingkat bahaya limbah dengan jalan pengolahan fisik, kimia, hayati atau gabungan antara ketiganya. Kegiatan pengolahan limbah merupakan salah atu cara untuk mengendalikan pencemaran limbah, namun kegiatan untuk mengurangi jumlah limbah yang keluar juga merupakan salah satu langkah yang akan membantu menurunkan beban pencemaran.

Menurut Soehardji et al (1989), cara-cara pengolahan limbah yang dapat dilakukan terdiri dari :

1. Reduksi limbah pada sumberdaya yaitu upaya preventif mereduksi volume, konsentrasi atau tingkat bahaya limbah yang dihasilkan dengan cara memperbaiki proses produksi, operasi dan pemeliharaan.


(29)

• Penggunaan kembali (reuse) yaitu pemanfaatan limbah yang mengalami pengolahan atau perubahan bentuk, digunakan kembali untuk penggunaan yang sama atau fungsi yang sama. Penggunaan kembali dapat dilakukan oleh tempat usaha bersangkutan.

• Daur ulang (recycle) yaitu pemanfaatan kembali melalui proses fisika atau kimiawi. Daur ulang dapat melalui dua cara yaitu kembali ke proses semula menghasilkan produk lain.

2.3Sejarah Perkembangan Biogas

Penelitian tentang biogas menggunakan feces hewan sudah dilakukan sejak tahun 1884. Negara Cina adalah negara yang menggunakan biogas sebagai bahan bakar utama, tahun 1975 instalasi biogas diperkenalkan di Cina. Tahun 1992, sekitar lima juta rumah tangga menggunakan instalasi biogas model sumur tembok dengan bahan baku feces dan manusia serta limbah pertanian. India mulai mengembangkan biogas sejak tahun 1981, pengembangan dilakukan oleh Departemen Sumber Energi non-Konvensional melalui program “The National Project on Biogas Development” dengan melakukan riset terhadap pengembangan model instalasi biogas. Reaktor biogas yang dikembangkan di Cina yaitu menggunakan model sumur tembok dan drum dengan bahan baku feces dan limbah pertanian. Tahun 1999 sekitar tiga juta rumah tangga di India menggunakan instalasi biogas.

Teknologi biogas mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1970 an. Pada awalnya teknik pengolahan limbah dengan instalasi biogas dikembangkan di wilayah pedesaan, tetapi saat ini teknologi ini sudah mulai diterapkan di wilayah perkotaan. Pada tahun 1981, pengembangan instalasi biogas di Indonesia dikembangkan melalui proyek pengembangan biogas dengan dukungan dana dari

Food and Agriculture Organization (FAO) dengan dibangun contoh instalasi biogas di beberapa provinsi (Ditjen PPHP Deptan, 2008).

2.3.1Pengertian Biogas

Biogas adalah campuran gas terutama methan yang mencakup 60-70% dan sisanya berupa CO2 dan lain-lain. Gas methan menjadi bagian terpenting dari biogas. Biogas terjadi dari hasil perombakan/fermentasi bahan organik dalam keadaan anaerob (Prihandana dan Hendroko, 2008). Jenis bahan organik yang


(30)

diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas disamping parameter-parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan dan kelembaban udara. Pada prinsipnya semua bahan organik dapat digunakan sebagai bahan penghasil biogas, seperti sisa-sisa buangan (sampah) organik, sisa hasil pertanian seperti kulit singkong, kulit kelapa sawit, batang pisang, jerami, tumbuhan air seperti enceng gondok dan feces dari hewan maupun manusia, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogeny seperti feces dan urine hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Proses fermentasi atau proses methanisasi menghasilkan gas methan dan sludge. Gas methan dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkit energi sedangkan sludge dapat digunakan sebagai kompos (Hambali, 2007).

Proses untuk mendapatkan biogas diawali dengan perombakan (degradasi) bahan organik yang berlangsung secara anaerobik sebagian besar akan menghasilkan gas methan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbondioksida (Simamora et al, 2006). Gas yang dihasilkan dan terkumpul pada digester akan diuraikan melalui dua tahap dengan bantuan dua jenis bakteri. Tahap pertama, material organik akan didegradasikan menjadi asam lemah dengan bantuan bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan menguraikan sampah pada tingkat hidrolisis dan asidifikasi. Hidrolisis adalah penguraian senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang seperti lemak, protein, karbohidrat menjadi senyawa sederhana. Sedangkan asidifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa sederhana. Setelah material organik berubah menjadi asam, maka tahap kedua dari bakteri pembentuk metana seperti maethanococcus, methanosarcina, dan methano bacterium (Prihandana & Hendroko, 2008). Produksi gas methan dari reaktor tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 6500 Kj/Nm3 (Hambali, 2007). Tabel 3 dapat dilihat kisaran komposisi biogas pada feces sapi dan campuran feces dengan sisa pertanian.


(31)

Tabel 3. Komposisi Biogas (%) Pada Feces Sapi dan Campuran Feces serta Sisa Pertanian

Jenis gas

Biogas (%)

Feces Sapi Campuran Feces dan Sisa Pertanian

Methan (CH4) 65,7 54-70

Karbondioksida (CO2) 27 45-27

Nitrogen (N2) 2,3 0,5-3

Karbon monoksida (CO) 0 0,1

Oksigen (O2) 0,1 6

Propena (C3H8) 0,7 0

Hidrogen sulfida (H2S) 0 Sedikit

Sumber : Simamora et al. (2009)

Produksi biogas dapat digunakan untuk penerangan, memasak, penggantian bahan bakar dan juga pembangkit listrik. Pada tabel 4 nilai kesetaraan biogas untuk setiap 1 m3 diaplikasikan untuk penggunaan biogas.

Tabel 4. Nilai Kesetaraan Biogas dan Energi yang Dihasilkan

Aplikasi 1 m3 Biogas Setara Dengan

Penerangan 60-100 watt lampu bohlam selama enam jam

Memasak Dapat memasak tiga jenis masakan untuk

keluarga (5-6 orang)

Pengganti bahan bakar tenaga kuda 0,7 kg minyak tanah dapat menjalankan satu motor tenaga kuda selama dua jam

Pembangkit tenaga listrik Dapat menghasilkan 1,25 kwh listrik Sumber : Kristoterson dan Bakalders 1991 dalam Hambali (2007)

Selain diaplikasikan untuk penerangan, memasak, penggantian bahan bakar dan pembangkit tenaga listrik, perbandingan biogas sebanyak 1 m3 juga dapat dikonversikan pada bahan bakar lainnya. Menurut Wahyuni (2009) proses fermentasi anaerob akan menghasilkan biogas yang nilainya dapat dibandingkan dengan bahan bakar lain dalam setiap meter kubiknya. Pada tabel 5 dapat dilihat perbandingan biogas yang dikonversikan pada bahan bakar lain.


(32)

Tabel 5. Perbandingan Biogas 1 m3 Dibandingkan dengan Bahan Bakar Lain Keterangan Bahan Bakar Lain

1 m3 Biogas

Elpiji 0,46 kg

Minyak Tanah 0,62 liter Minyak Solar 0,52 liter Bensin 0,80 liter Gas Kota 1,50 m3 Kayu Bakar 3,50 kg Sumber : Wahyuni (2009)

2.3.2 Model Digester

Feces yang ditumpuk atau dikumpulkan dalam waktu tertentu akan menghasilkan gas methan, jika gas tidak ditampung maka akan hilang menguap ke udara. Bermacam konstruksi yang dibuat khusus penampung gas. Berdasarkan cara pengisiannya ada dua jenis reaktor (pengolahan gas) yaitu batch fedding dan

continous fedding (Simamora et al, 2006).

1. Batch fedding adalah jenis reaktor yang pengisian bahan organik (campuran feces dan air) dilakukan sekali sampai penuh, kemudian ditunggu sampai biogas dihasilkan. Setelah biogas tidak berproduksi lagi atau produksinya sangat rendah, isian digesternya dibongkar lalu diisi kembali dengan bahan organik baru. Gambar 2 merupakan model reaktor batch fedding.

Gambar 2. Model Reaktor Batch Fedding

2. Continous fedding adalah jenis reaktor yang pengisian bahan baku organiknya dilakukan setiap hari dalam jumlah tertentu setelah biogas mulai berproduksi. Pengisian awal reaktor diisi penuh, lalu ditunggu sampai biogas berproduksi. Setelah berproduksi, pengisian bahan organik dilakukan secara kontinu setiap hari dengan jumlah tertentu. Ada dua model continous fedding yaitu model


(33)

tetap (fixed) dan model terapung (floating). Perbedaan model ini adalah pengumpulan biogas yang dihasilkan.

a. Model floating, pengumpul gasnya terapung diatas sumur pencerna sehingga kapasitasnya akan naik turun sesuai dengan produksi gas yang dihasilkan dan pemanfaatan gas untuk memasak. Reaktor model floating

dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Model Reaktor Floating

b. Model fixed disebut juga reaktor Cina karena reaktor ini dibuat pertama kali di Cina sekitar tahun 1930. Reaktor ini memiliki dua bagian yaitu digester sebagai tempat pencerna material biogas dan kubah sebagai rumah bagi bakteri pembentuk asam maupun bakteri pembentuk gas metana. Bagian pertama yaitu digester dapat dibuat dengan kedalaman tertentu menggunakan batu, batu bata atau beton, plastik atau fiber glass. Struktur yang digunakan harus kuat karena digunakan untuk menahan gas agar tidak terjadi kebocoran. Bagian kedua adalah kubah tetap mempunyai fungsi sebagai tempat mengumpul gas yang tidak bergerak. Model permanen ini memang membutuhkan modal yang lebih besar tetapi usia ekonominya lebih lama dengan perawatan yang mudah dan pengoperasian yang sederhana. Reaktor model fixed yang terbuat dari bahan fiber glass. memiliki keuntungan yaitu desain yang sederhana dalam hal perawatan dan konstruksi operasional, lebih ringan, tahan bocor, mudah diperbaiki, mudah dipindahkan dan aman. Reaktor model fixed terbuat dari fiber glass,semen, dan plastik dapat dilihat pada Gambar 4.


(34)

Gambar 4. Model Reaktor fixed 2.3.3 Teknik Pembuatan Biogas

Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas. Proses pembentukan biogas dalam reaktor berbahan semen model tetap kontinu akan memulai beberapa tahapan sebagai berikut (Wahyuni, 2009) :

1. Menampung feces sapi di bak penampungan sementara

Feces sapi yang bercampur dengan air cucian kandang ditampung didalam bak penampung sementara. Bak penampung sementara ini berfungsi untuk menghomogenkan bahan masukan.

2. Mengalirkan feces sapi ke reaktor

Lumpur feces dialirkan ke reaktor melalui lubang pemasukan. Pada pengisian pertama, kran pengeluaran gas yang ada dipuncak kubah sebaiknya tidak disambungkan dulu ke pipa. Kran tersebut dibuka agar udara dalam reaktor terdesak keluar sehingga proses pemasukan lumpur feces lebih mudah.

3. Menambahkan starter

Pada pemasukan pertama diperlukan lumpur feces dalam jumlah banyak sampai lubang reaktor terisi penuh. Untuk membangkitkan proses fermentasi bakteri anaerob pada pengisian pertama perlu menambahkan starter dan isi rumen


(35)

segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak lima karung untuk kapasitas digester 3,5-5 m3.

4. Membuang gas yang pertama dihasilkan

Hingga hari kedelapan, kran yang ada diatas kubah dibuka dan gasnya dibuang. Pembuangan ini disebabkan gas awal yang terbentuk didominasi CO2. Pada hari ke-10 hingga hari ke-14 pembentukan gas CH4 54% dan CO2 27% maka biogas akan menyala. Selanjutnya, biogas dapat dimanfaatkan untuk menyalakan kompor gas di dapur.

5. Memanfaatkan biogas yang sudah jadi

Pada hari ke-14, gas sudah mulai terbentuk dan bisa digunakan untuk menghidupkan nyala api pada kompor. Mulai hari ke-14 kita sudah bisa menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti feces . Selanjutnya, reaktor terus diisi lumpur feces secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal. Proses pembuatan biogas juga menghasilkan sisa buangan lumpur yang digunakan sebagai pupuk organik. Komponen pada biodigester sangat bervariasi tergantung pada biodigester yang digunakan. Secara umum biodigester terdiri dari komponen-komponen utama sebagai berikut :

1. Saluran masuk fese segar

Saluran ini digunakan untuk memasukkan campuran feces dan air ke dalam reaktor utama. Pencampuran ini berfungsi untuk memaksimalkan potensi biogas, memudahkan pengaliran, serta menghindari terbentuknya endapan pada saluran masuk.

2. Saluran keluar residu

Saluran ini digunakan untuk mengeluarkan feces yang telah difermentasi oleh bakteri. Saluran ini bekerja berdasarkan prinsip kesetimbangan tekanan hidrostatik. Residu yang keluar pertama kali merupakan campuran feces dan air (sludge) masukan yang pertama setelah waktu retensi. Sludge yang keluar sangat baik untuk pupuk karena mengandung kadar nutrisi yang tinggi.

3. Katup pengamanan tekanan (control valve)

Katup pengaman ini digunakan sebagai pengatur tekanan gas dalam biodigester. Katup pengaman ini menggunakan prinsip pipa T. bila tekanan gas


(36)

dalam saluran gas lebih tinggi dari kolom air, maka gas akan keluar melalui pipa T, sehingga tekanan dalam biodigester akan turun.

4. Sistem pengaduk

Pengadukan dilakukan dengan berbagai cara, yaitu pengadukan mekanis, sirkulasi substrat biodigester, atau sirkulasi ulang produksi biogas ke atas biodigester menggunakan pompa. Pengadukan ini bertujuan untuk mengurangi pengendapan dan meningkatkan produktifitas biodigester karena kondisi substrat seragam.

5. Saluran gas

Saluran gas ini disarankan terbuat dari bahan polimer untuk menghindari korosi. Untuk pembakaran gas pada tungku, pada ujung saluran pipa bisa disambung dengan pipa baja antikarat.

6. Tangki penyimpan gas

Terdapat dua jenis tangki penyimpan gas, yaitu tangki bersatu dengan unit reaktor (floating dome) dan terpisah dengan reaktor (fixed dome), untuk tangki terpisah, konstruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor dan tekanan dalam tangki seragam, serta dilengkapi H2S removal untuk mencegah korosi.

Gambar 5. Bagan Reaktor Biogas Sederhana 2.4Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Valuasi ekonomi adalah valuasi dalam bentuk nilai uang yang dimaksudkan untuk penyesuaian (justification) pengukuran penambahan (gains) dan kehilangan (loss) dari kegunaan lingkungan atau kesejahteraan (Pearce dan Turner, 1990). Lebih lanjut diuraikan bahwa penentuannya didasarkan pada nilai hakiki dari sifat alamiah kegunaan lingkungan, yaitu kegunaan aktual dan potensial. Berdasarkan konsep tersebut Manungsihe (1993) secara eksplisit memformulasikan konsep dasar dari nilai ekonomi sumberdaya sebagai berikut :


(37)

NET = NG + BNG

atau NET = [NGL + NGTL + NGO] + [BNG]

Secara konseptual Nilai Ekonomi Total (NET) dari sumberdaya terdiri dari Nilai Guna (NG) dan Bukan Nilai Guna (BNG). NG dapat diurai menjadi :Nilai Guna Langsung (NGL), Nilai Guna Tidak Langsung (NGTL) dan Nilai Guna Opsi (NGO).

Valuasi ekonomi terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan yang berwawasan lingkungan menjadi sangat penting terutama kalau dikaitkan dengan opsi kebijakan dimana pertimbangan ekonomi menjadi dasar utama. Hal ini bisa dimengerti mengingat kajian ekonomi untuk mengukur tingkat kesejahteraan didasarkan pada harga pasar yang berlaku, sementara faktor lingkungan tidak memiliki pasar.

Salah satu pendekatan valuasi ekonomi adalah analisis biaya-manfaat. Analisis biaya manfaat adalah suatu alat ekonomi yang memandu pengambil keputusan bagaimana mengalokasikan sumberdaya masyarakat dengan cara yang paling efisien (Chutubtim, 2001), yakni yang didasarkan hasil estimasi perubahan kesejahteraan masyarakat dalam bentuk nilai uang. Dampak suatu kegiatan selalu dapat dinyatakan oleh kekuatan pasar, maka agar nilai uang dari dampak dapat merefleksikan secara akurat harga ekonominya perlu teknik valuasi yang cocok. Secara garis besar penentuan harga yang cocok untuk menilai dampak kegiatan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Penentuan Valuasi Ekonomi dari Barang dan Jasa

Tidak Terdistorsi Terdistorsi (dengan Intervensi

Pemerintah) Pasar Bersaing Sempurna Harga Pasar Harga bayangan Bukan Pasar Bersaing Harga Bayangan Harga bayangan Tanpa Kehadiran Pasar Pendekatan Revealed atau State Preference

Sumber : Chutubtim (2001)

Harga keseimbangan pasar bersaing sempurna yang mengindikasikan biaya sosial marjinal dan manfaat sosial marjinal dari proses produksi, harga pasar mampu merefleksikan secara akurat harga ekonomi dari sumberdaya yang dipakai, dan apabila terjadi pada pasar terdistorsi (market failure) harga pasar tidak mencerminkan secara akurat dari biaya dan manfaat marjinal serta menimbulkan alokasi sumberdaya yang tidak efisien. Harga bayangan merupakan


(38)

modifikasi harga suatu barang dan jasa apabila sumberdaya yang dipergunakan mendapat subsidi atau dikenakan pajak.

2.4.1 Metode Valuasi

Pearce dan Turner (1990) mengatakan untuk mengukur kerusakan lingkungan dapat diuraikan beberapa metode valuasi yaitu 1) valuasi langsung dan tidak langsung, 2) pendekatan harga hedonic (Hedonic Price Approach = HPA), 3) metode valuasi kontingensi (Contingent Valuation Method = CVM), 4) model biaya perjalanan (Travel Cost Models = TCM) dan 5) pendekatan kemauan membayar (Willingness to Pay = WTP) dan kemauan untuk menerima (Willingness to Accept). Ada beberapa metode valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan yang telah dikembangkan oleh para ahli. Secara umum dibedakan menjadi (Pearce dan Turner, 1990) :

1. Valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan berdasarkan manfaat (Benefit Based Valuation)

a. Effect on Production (EOP) / Pendekatan Produktivitas b. Loss of Earning (LOE) / Human Capital Approach (HCA) c. Travel Cost

d. Property Value

e. Wage Differential

f. Contingent Valuation Methode (CVM)

2. Valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan berdasarkan biaya (Cost Based Valuation)

a. Replacement Cost

b. Preventive Expenditure

c. Relocation Cost

d. Contingent Valuation Cost (CVM) 3. Alternatif Lain Metode Valuasi

a. Benefit Transfer

b. Analisis Input Output

2.4.2 CVM (Contingent Valuation Method)

Metode contingent valuation merupakan metode yang paling populer (Yakin, 1997). Pendekatan CVM secara umum mengukur keinginan membayar


(39)

(Willingness to Pay) dengan mengeksplore preferensi dari konsumen. Pendekatan ini digunakan pada saat tidak ada pasar yang relevan terhadap barang dan jasa lingkungan. CVM menggunakan teknik survey untuk mengestimasi kesediaan membayar (WTP) atau kesediaan menerima atau Willingness to Accept (WTA) dalam kondisi pasar tertentu (hipotesis), dimana kemudian responden diminta untuk menawar (Mogas et al, 2006). Metode ini mengasumsikan bahwa masyarakat bisa mentransformasikan preferensi akan kualitas lingkungan ke dalam nilai moneter (Hoevenagel, 1994). Berdasarkan asumsi ini, responden ditanya tentang :

1. Berapa jumlah uang maksimum yang bersedia anda/keluarga anda bayar (WTP) untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan?

2. Berapa jumlah uang minimum yang bersedia anda/keluarga anda terima (WTA) untuk menerima penurunan kualitas lingkungan?

Daftar pertanyaan harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh transaksi yang memuaskan (Hoevenagel, 1994). Transaksi memuaskan adalah sebuah transaksi dimana orang mengetahui sepenuhnya dan dapat mengidentifikasi keterkaitannya yang terbaik. Transaksi yang memuaskan akan menghasilkan nilai WTP yang valid dan reliable yang dapat digunakan misalnya untuk analisis biaya manfaat. (Hoevenagel, 1994). Menurut Fischhoff dan Furby, 1988 dalam Hoevenagel (1994), suatu transaksi yang memuaskan hanya bisa terjadi jika barang, metode pembayaran dan pasar dapat didefinisikan dengan jelas dan dapat dimengerti dengan baik oleh individu. Hal ini berarti kuesioner harus mengandung 3 hal yaitu : 1) deskripsi tentang perubahan kualitas lingkungan, 2) deskripsi tentang metode pembayaran, 3) deskripsi tentang pasar (hipotesis) (Hoevenagel, 1994). Pada prinsipnya pelaksanaan metode contingent valuation

terdiri dari tiga komponen utama yaitu: 1) merancang dan membangun instrumen survei (kuesioner), 2) administrasi survei, dan 3) interpretasi hasil survei.

Menurut Krieger dan Hoehn (1999), keuntungan dari metode ini adalah apabila kuesioner didesain dengan baik dan jika responden bertanggungjawab dan bisa bekerjasama dengan baik, metode ini dapat mengungkapkan pilihan terhadap beberapa aspek kualitas lingkungan. Metode ini juga mempunyai kelemahan karena beberapa bias atau penyimpangan yang mungkin terjadi akibat beberapa


(40)

kondisi misalnya : 1) adanya kemungkinan bahwa responden tidak jujur terhadap pilihan mereka demi keuntungan pribadi, 2) desain kuesioner yang tidak sesuai dan metode kurang tepat, 3) kurangnya informasi yang dimiliki oleh responden dan pewawancara dalam masalah lingkungan yang diteliti, dan 4) kemungkinan adanya perbedaan yang nyata antara kesediaan membayar yang ditunjukkan responden dalam situasi hipótesis dan dalam situasi nyata.

Willingness to Pay (WTP) adalah jumlah maksimum yang bersedia dibayarkan oleh seorang individu untuk suatu barang dan jasa tertentu yang diinginkannya. WTP juga dapat diukur dalam bentuk pertambahan pendapatan yang membuat seseorang tidak terpengaruh oleh perubahan-perubahan variabel-variabel eksogen yang ada di luar dirinya. Perubahan-perubahan eksogen terjadi karena adanya perubahan harga atau perubahan mutu sumberdaya. Akibatnya, konsep WTP sangat erat dikaitkan dengan konsep variasi mengkompensasi (compensating variation) dan variasi yang setara (equivalent variation) dalam teori permintaan. Dengan kata lain, WTP dapat diinterpretasikan sebagai jumlah maksimum yang bersedia dibayarkan seseorang untuk mencegah pengurangan dari sesuatu.

Istilah WTP dapat membingungkan dalam sebuah paradigma yang bersifat non-ekonomi. Pengguna suatu barang atau jasa mungkin tidak suka untuk membayar suatu tarif tertentu, namun mereka bersedia untuk membayar jumlah ini daripada tidak dapat memperolehnya. Seseorang mungkin tidak suka untuk membayar harga gas yang mengalami kenaikan, namun ia terpaksa membayarnya atau tidak dapat memperoleh gas tersebut. Ada tiga cara untuk mengestimasi WTP:

1. Mengamati harga yang dibayar orang untuk barang dalam bermacam pasar (misalnya pedagang air, membeli dari tetangga, membayar pajak setempat). 2. Mengamati pengeluaran individu atas uang, waktu dan tenaga untuk

memperoleh barang-barang atau menghindari kerugian mereka.

3. Menanyakan orang secara langsung apakah mereka bersedia membayar untuk barang-barang atau jasa-jasa.


(41)

2.4.3 Teori Manfaat dan Biaya

Analisis biaya manfaat merupakan penerapan ekonomi kesejahteraan modern

dan ditujukan untuk memperbaiki efisiensi ekonomi alokasi sumberdaya. Setiap proyek, program atau kebijksanaan baru yang diusulkan oleh masyarakat akan selalu mengarah pada aspek manfaat dan biaya. Dalam menilai manfaat absolute maupun relatif proyek-proyek, program, kebijaksanaan-kebijaksanaan, kiranya diperlukan suatu dasar perbandingan. Tolok ukur analisis biaya manfaat perlu diatasi pada hal-hal yang secara nyata diperjualbelikan (Hufschmidt et al, 1987).

Menurut Suparmoko (1997), manfaat dan biaya suatu proyek dapat dibedakan menjadi “manfaat dan biaya riil” (real benefits and costs) dan “manfaat dan biaya semu” (pecuniary benefits and costs). Manfaat riil adalah manfaat yang timbul bagi pihak lain, sedangkan biaya riil adalah biaya yang sungguh-sungguh ada dalam masyarakat dan tidak diimbangi oleh pengurangan beban bagi pihak lain. Manfaat semu adalah manfaat yang timbul dari suatu proyek dan diterima oleh sekelompok orang tertentu, tetapi ada sekelompok orang lain yang menjadi menderita karena adanya proyek tersebut. Manfaat semu ini tidak diperhitungkan dalam perhitungan biaya dan manfaat proyek.

Ada tiga macam perbedaan manfaat dari biaya riil menurut Suparmoko (1997), yaitu manfaat dan biaya langsung tidak langsung, manfaat dan biaya yang “tangible” (yang dapat diraba) dan yang “intangible” (yang tidak dapat diraba) serta manfaat dan biaya “internal” dan “eksternal”.

a. Manfaat dan biaya langsung dan tidak langsung

Manfaat dan biaya langsung (primary benefits and primary cost) adalah manfaat dan biaya yang dekat hubungannya dengan tujuan utama dari suatu proyek, sedangkan manfaat dan biaya tidak langsung (secondary benefits and secondary cost) dari suatu proyek lebih merupakan hasil sampingan dari proyek tersebut.

b. Manfaat dan biaya yang “tangible” (yang dapat diraba) dan yang “intangible” (yang tidak dapat diraba)

Istilah dapat diraba diterapkan bagi biaya dan manfaat yang dapat dinilai di pasar, sedangkan manfaat dan biaya yang tidak dapat dipasarkan adalah tidak dapat diraba.


(42)

c. Manfaat dan biaya “internal” dan “eksternal”.

Suatu proyek menghasilkan manfaat dan biaya internal bila biaya dan manfaat tersebut dihasilkan terbatas pada tempat tertentu, sedangkan bila menghasilkan biaya dan manfaat pada tempat lain disebut manfaat dan biaya eksternal.

Salah satu cara untuk melihat kelayakan investasi adalah dengan metode cash flow analysis. Metode ini dilakukan setelah komponen-komponen biaya dan manfaat tersebut dikelompokkan dan diperoleh nilainya. Komponen-komponen tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat atau penerimaan (benefit:inflow) dan biaya atau pengeluaran (cost:outflow). Selisih antar keduanya disebut manfaat bersih (net benefit), dan juga menggunakan beberapa penilaian kriteria kelayakan yaitu : Net Present Value (NPV), internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) (Grittinger, 1986)

2.5Teori Analisis Regresi

Analisis regresi adalah teknik statistika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan diantara variabel-variabel. Analisis regresi dapat digunakan untuk dua hal pokok, yaitu :

a. Untuk memperoleh suatu persamaan dari garis yang menunjukkan persamaan hubungan antara dua variabel. Persamaan dan garis yang dihasilkan bisa berupa persamaan garis bentuk linier maupun nonlinier. b. Untuk menaksir suatu varibel yang disebut variabel tidak bebas (terikat)

dengan variabel lain yang disebut variabel bebas berdasarkan hubungan yang dtunjukkan persamaan regresi tersebut.

Berdasarkan amatan dan analisis data, penyelesaian regresi ini dapat berupa persamaan linier maupun nonlinier. Oleh karena itu analisis regresi ini terbagi atas regresi liniier dan regresi non linier, yang termasuk ke dalam regresi linier adalah regresi linier sederhana, regresi linier berganda dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk regresi non linier adalah regresi model parabola kuadratik, model parabola kubik, model eksponen, model geometrik, regresi logistik dan sebagainya. Model regresi merupakan komponen penting dalam beberapa analisis data dengan menggambarkan hubungan antara variabel respon dan satu atau beberapa variabel penjelas. Pada umumnya analisis regresi digunakan untuk


(43)

menganalisis data dengan variabel respon berupa data kuantitatif, akan tetapi sering juga ditemui kasus dengan variabel responnya bersifat kualitatif atau kategori, untuk mengatasi masalah tersebut maka dapat digunakan model regresi logistik.

Pendekatan model persamaan regresi logistik digunakan karena dapat menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan peluangnya yang bersifat tidak linier, ketidaknormalan sebaran dari variabel terikat serta keragaman respon yang tidak konstan dan tidak dapat dijelaskan oleh model regresi linier biasa (Agresti, 1990). Menurut Hosmer (1989), metode regresi logistik adalah suatu metode analisis statistika yang mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas berskala kategori atau interval, yang dimaksud dengan peubah kategorik yaitu peubah yang berupa data nominal dan ordinal.

Menurut Kleinbaum (1994) regresi logistik merupakan pendekatan model matematika yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara beberapa variabel predictor X terhadap variabel respon yang bersifat dikotomus atau biner Y. Model regresi logistik diperlukan pada saat data respon bersifat kategorik (variabel indicator) karena aka nada beberapa permasalahan yang muncul yang tidak memungkinkan untuk tetap menggunakan regresi klasik. (Kutner et al,

2004)

Regresi logistik biner adalah salah satu metode statistika yang sering digunakan untuk mengklasifikasikan sejumlah pengamatan dengan respon biner ke dalam beberapa kelompok berdasarkan satu atau lebih variabel predictor. Melalui metode ini akan dihasilkan peluang dari masing-masing kategori respon yang akan dijadikan sebagai pedoman pengklasifikasian dan suatu pengamatan akan masuk kedalam respon kategori tertentu berdasarkan nilai peluang yang terbesar. Pada regresi logistik biner (dikotomus), variabel responnya mempunyai dua kategori. Fenomena dimana variabel responnya dua (bivariat) dan masing-masing berkategorikan biner, dapat dianalisis menggunakan regresi logistik biner bivariat, dengan asumsi antar peubah respon biner terdapat dependensi.


(44)

Menurut Kuncoro (2001) regresi logistik cukup baik dan sering digunakan. Hal ini karena regresi logistik memiliki beberapa keuntungan dibandingkan regresi lainnya, yaitu :

a. Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model. Artinya variabel penjelas tidak harus memiliki distribusi normal, linier, maupun memiliki varian yang sama dalam setiap grup.

b. Variabel dalam regresi logistik dapat berupa campuran dari variabel kontinyu, diskrit dan dikotomis.

c. Regresi logistik amat bermanfaat digunakan apabila distribusi respon atas variabel terikat diharapkan non linier dengan satu atau lebih variabel bebas.

2.6Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai topik peternakan sudah banyak dilakukan, diantaranya yaitu Nugraha (2006) dengan topik pengendalian mutu lingkungan, Ridwan (2006) dengan topik model agribisnis peternakan sapi perah berkelanjutan pada kawasan pariwisata di Kabupaten Bogor, Maksudi (1993) dengan topik dampak lingkungan, dan Nadjib (1990) dengan topik performans usaha peternakan sapi perah rakyat dalam wilayah dataran rendah dan dataran tinggi pada beberapa skala usaha di Kabupaten Bogor.

Penelitian sebelumnya mengenai perhitungan kelayakan finansial pengembangan instalasi biogas sudah ada yang melakukan yaitu diantaranya penelitian yang telah dilakukan oleh Mulyani (2008) dengan topik Analisis Kelayakan Pengembangan Biogas Sebagai Energi Alternatif Berbasis Individu dan Kelompok Peternak. Penelitian ini menyebutkan bahwa instalasi pengolahan limbah (reaktor biogas) terbuat dari semen dan fiber glass, reaktor biogas dari bahan fiber glass lebih efektif dan produksi gasnya lebih baik. Studi di empat wilayah baik secara individu maupun kelompok, dengan memanfaatkan pupuk organik cair maupun padat sangat membantu meningkatkan pendapatan peternak. Hasil analisis kelayakan finansial dengan kapasitas biodigester 5 m3 dan 17 m3 dengan tingkat suku bunga 17 % menunjukkan proyek pengembangan instalasi biogas layak untuk dilaksanakan dan dikembangkan. Alternatif kebijakan untuk


(45)

pengembangan usaha adalah: (1) meningkatkan produktivitas, (2) memperluas jaringan pemasaran, (3) memanfaatkan jasa perbankan untuk pengembangan usaha, (4) meningkatkan pengetahuan manajemen usaha, (5) mempertahankan dan menjaga mutu produk yang dihasilkan, (6) penguatan anggota peternak dengan kelompok, (7) memasyarakatkan biogas sebagai energi alternatif dan (8) meningkatkan teknologi produksi dan mutu produk.

Riesti (2010) menyatakan bahwa 1) pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dilihat dari aspek non finansial layak diusahakan yaitu dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial lingkungan kecuali dilihat dari aspek manajemen dan hukum tidak layak hal ini dapat dilihat dari bentuk usaha, struktur organisasi, pembukuan, administrasi dan izin usaha yang belum dimiliki oleh peternak, 2) pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas; pengusahaan sapi perah; dan pengusahaan biogas dengan pemanfaatan limbah pada pengusahaan sapi perah dilihat dari aspek finansial pada kondisi normal layak dijalankan. Hal ini sesuai dengan kriteria dengan NPV masing-masing yaitu Rp 82.401.004,07;Rp 45.497.751,50; dan Rp 36.864.132,91. Sedangkan IRR; Net B/C; dan PP pada pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas yaitu 23%; 2,20; dan 5 tahun 1 bulan. IRR; Net B/C; dan PP pada pengusahaan sapi perah yaitu 16%; 1,63; dan 5 tahun 8 bulan. IRR; Net B/C; dan PP pada pengusahaan biogas dengan pemanfaatan limbah pada pengusahaan sapi perah yaitu 95%; 9,73; dan 2 tahun 9 bulan. 3) kegiatan pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dari jenis resiko yang dihadapi yaitu produksi susu menghasilkan NPV yang diharapkan sebesar Rp 69.190.067 sedangkan koefisien variasi 1,03.

Penelitian sebelumnya menggunakan CVM diantaranya penelitian yaitu Syakya (2005) dengan topik Analisis WTP dan Strategi Pengembangan Objek Wisata Pantai Lampuuk Di Nangroe Aceh Darussalam, Muniarti (2006) dengan topik Analisis WTP Pengelolaan Sampah Pasar Tradisional Kota Bogor, dan Hudayanti (2007) dengan topik Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesediaan (WTP) Pengusahaan Tahu dalam Pembangunan dan Operasional IPAL Biogas (Kasus Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Barat).


(46)

III. METODE PENELITIAN

3.1Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Sapi Perah Rakyat Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor selama dua bulan yaitu Februari-Maret 2011.

3.2Teknik dan Pengambilan Sampel

Teknik dan pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan metode random sampling dari 4 kelompok peternak di Kecamatan Cisarua desa Baru Tegal, Baru Sireum, Tirta Kencana, dan Bina Warga. Jumlah peternak anggota kelompok peternak yang mempunyai ternak sapi perah berjumlah 98 peternak dari total keseluruhan jumlah anggota yaitu 108 peternak. Sampel diambil 30% dari populasi yang memiliki ternak sapi perah. Gay dan Diehl mengemukakan bahwa untuk penelitian deskriptif minimal diambil sampel 10 % dari populasi (Sanusi, 2003).

3.3Pengumpulan Data

Data Primer. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden. Data primer tersebut meliputi 1) Karakteristik sosial demografi dan ekonomi responden, 2) Pendapat responden tentang pengolahan limbah peternakan menggunakan instalasi biogas, 3) Besarnya WTP dari responden dalam pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah. Data ini digunakan sebagai pendukung analisis Contingent Valuation Method (CVM).

Data Sekunder. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait dengan pengolahan limbah peternakan menggunakan instalasi biogas. Instansi-instansi tersebut diantaranya Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, KUD Giri Tani, Kecamatan Cisarua. Data sekunder juga diperoleh dari literatur-literatur yang sesuai dengan topik.

3.4 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dengan bantuan Microsoft Excel dan Minitab 14.

3.4.1 Analisis Deskriptif

3.4.1.1Karakteristik Peternak di Peternakan Sapi Perah Rakyat Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor


(47)

Analisis karakteristik peternak dengan cara deskriptif melalui pengamatan di lapangan. Kondisi sosio demografi dan ekonomi keluarga peternak, parameter dalam analisis ini terdiri dari: (1) umur peternak, (2) tingkat pendidikan peternak, (3) jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam usaha ternak, (4) pengalaman beternak (5) pendapatan peternak dari usaha ternak sapi perah/bulan, (6) persentase Sapi Laktasi. Variabel ini dianalisis menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan cara menginterpretasikan kondisi dan parameter tersebut dalam tabel sebaran frekuensi. Penentuan jarak interval menurut Walpole (1995) adalah sebagai berikut:

………. (2.1)

3.4.1.2Kegiatan Peternakan Sapi Perah rakyat di Kecamatan Cisarua

Parameter analisis meliputi populasi ternak sapi perah, jumlah kepemilikan ternak, manajemen usaha sapi perah dan potensi limbah. Variabel ini dianalisis secara deskriptif kuantitatif yaitu dengan menginterpretasikan kondisi dan variabel tersebut dalam tabel frekuensi.

3.4.2 Analisis Regresi

3.4.2.1Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Kesediaan Membayar Peternak

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui peluang peternak bersedia membayar dalam pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik biner. Model umum dari regresi logistik dengan variabel respon bersifat biner (dichotomous) adalah (Drapper dan Smith, 1992) :

p = 1/{1+e -(βo+βixi)} ………(1.1)

dimana: p : peluang kejadian pada kondisi x, nilainya antara 0 dan 1 (0≤p≤1) x : peubah bebas (penduga)

e : bilangan natural bernilai 2,7182

β0 : intersep

βi : koefisien fungsi logit

i : jumlah variabel bebas yang dianalisis Persamaan di atas bisa dimodifikasi menjadi :

p* = ln{p/(1- p)} =β0+βix………(1.2)

Model regresi logistik biner, nilai Y mengikuti sebaran Bernoulli, yang nilai


(1)

Lampiran 10. Cash flow Usaha Biogas Limbah Peternakan dengan Digester Plastik (Hibah) INFLOW

Penjualan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Biogas 2214000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 Sludge 3780000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000

Nilai Sisa 10000000

TOTAL INFLOW 5994000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 18622000 OUTFLOW

A. Biaya Investasi

Tanah 10000000

Instalasi Biogas 2500000 2500000 2500000

Biaya Pemasangan 500000 500000 500000

Peralatan

Kompor Biogas 300000 300000

Selang 125000 125000 125000 125000 125000

Pipa Paralon 1120000 1120000 1120000 1120000 1120000

Cangkul 70000 70000 70000 70000 70000

Sekop 70000 70000 70000 70000 70000

Total Investasi 11685000 0 0 1385000 3000000 0 1385000 0 300000 4385000 0 0 1385000 0 0

B. Biaya Operasional

Upah Tenaga Kerja 2700000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000

Biaya PBB 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000

Peralatan Kebersihan

Ember Plastik 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500

Sapu Lidi 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000

Gayung 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000

Total Biaya Operasional 2780500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 TOTAL OUTFLOW 14465500 3680500 3680500 5065500 6680500 3680500 5065500 3680500 3980500 8065500 3680500 3680500 5065500 3680500 3680500 Pajak Usaha 25% 303583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 NET BENEFIT -8775083.3 3980917 3980917 2595917 980916.7 3980917 2595917 3980917 3680917 -404083.3 3980917 3980917 2595917 3980917 13980917 Df 12% 0.892857143 0.797194 0.71178 0.635518 0.567427 0.506631 0.452349 0.403883 0.36061 0.321973 0.287476 0.256675 0.229174 0.20462 0.182696 PV/Tahun -7834895.804 3173562 2833538 1649752 556598.5 2016856 1174261 1607825 1327375 -130104 1144418 1021802 594917.1 814574.4 2554261

NPV 12504742.41

IRR 37%

PV positif 20469742.23

PV negatif -7964999.812

Net B/C 2.56996142


(2)

Ke-Lampiran 11. Cash flow Usaha Biogas Limbah Peternakan Dengan Digester Semen (Hibah) INFLOW

Penjualan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Biogas 2214000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 Sludge 3780000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000

Nilai Sisa 10000000

TOTAL INFLOW 5994000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 18622000 OUTFLOW

A. Biaya Investasi

Tanah 10000000

Instalasi Biogas 4000000 4000000

Biaya Pemasangan 500000 500000

Peralatan

Kompor Biogas 300000 300000

Selang 125000 125000 125000 125000 125000

Pipa Paralon 1120000 1120000 1120000 1120000 1120000

Cangkul 70000 70000 70000 70000 70000

Sekop 70000 70000 70000 70000 70000

Total Investasi 11685000 0 0 1385000 0 0 1385000 0 300000 5885000 0 0 1385000 0 0

B. Biaya Operasional

Upah Tenaga Kerja 2700000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000

Biaya PBB 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000

Peralatan Kebersihan

Ember Plastik 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500

Sapu Lidi 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000

Gayung 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000

Total Biaya Operasional 2780500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 TOTAL OUTFLOW 14465500 3680500 3680500 5065500 3680500 3680500 5065500 3680500 3980500 9565500 3680500 3680500 5065500 3680500 3680500 Pajak Usaha 25% 341083 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 NET BENEFIT -8812583 3943417 3943417 2558417 3943417 3943417 2558417 3943417 3643417 -1941583 3943417 3943417 2558417 3943417 13943417 Df 12% 0.892857143 0.797194 0.71178 0.635518 0.567427 0.506631 0.452349 0.403883 0.36061 0.321973 0.287476 0.256675 0.229174 0.20462 0.182696 PV/Tahun -7868377.679 3143668 2806846 1625920 2237601 1997858 1157298 1592680 1313853 -625137.9 1133638 1012177 586323.1 806901.2 2547410

NPV 13468655.98

IRR 40%

PV positif 21962171.51

PV negatif -8493515.538

Net B/C 2.585757501


(3)

Ke-Lampiran 12. Cash flow Usaha Biogas Limbah Peternakan Dengan Digester Fiber Glass (Hibah)

INFLOW

Penjualan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Biogas 2214000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 Sludge 3780000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000

Nilai Sisa 10000000

TOTAL INFLOW 5994000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 18622000 OUTFLOW

Biaya Investasi

Tanah 10000000

Instalasi Biogas 15000000

Biaya Pemasangan 500000

Peralatan

Kompor Biogas 300000 300000

Selang 125000 125000 125000 125000 125000

Pipa Paralon 1120000 1120000 1120000 1120000 1120000

Cangkul 70000 70000 70000 70000 70000

Sekop 70000 70000 70000 70000 70000

Total Investasi 11685000 0 0 1385000 0 0 1385000 0 300000 1385000 0 0 1385000 0 0

Biaya Operasional

Upah Tenaga Kerja 2700000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000

Biaya PBB 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000

Peralatan Kebersihan

Ember Plastik 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500

Sapu Lidi 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000

Gayung 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000

Total Biaya Operasional 2780500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 TOTAL OUTFLOW 14465500 3680500 3680500 5065500 3680500 3680500 5065500 3680500 3980500 5065500 3680500 3680500 5065500 3680500 3680500 Pajak Usaha 25% 195250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 NET BENEFIT -8666750 4089250 4089250 2704250 4089250 4089250 2704250 4089250 3789250 2704250 4089250 4089250 2704250 4089250 14089250 Df 12% 0.892857143 0.7971939 0.71178 0.635518 0.567427 0.506631 0.452349 0.403883 0.36061 0.321973 0.287476 0.256675 0.229174 0.20462 0.182696 PV/Tahun -7738169.643 3259925.1 2910647 1718600 2320350 2071741 1223265 1651579 1366442 870696.1 1175562 1049609 619744.3 836741.6 2574053

NPV 15910786.12

IRR 44%

PV positif 23648955.76

PV negatif -7738169.643

Net B/C 3.06


(4)

Ke-Lampiran 13. Cash flow Usaha Biogas Limbah Peternakan dengan Digester Plastik (Dana Bergulir) INFLOW

Penjualan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Biogas 2214000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 Sludge 3780000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000

Nilai Sisa 10000000

TOTAL INFLOW 5994000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 18622000 OUTFLOW

A. Biaya Investasi

Tanah 10000000

Instalasi Biogas 2500000 2500000 2500000

Biaya Pemasangan 500000 500000 500000

Peralatan

Kompor Biogas 300000 300000

Selang 125000 125000 125000 125000 125000

Pipa Paralon 1120000 1120000 1120000 1120000 1120000

Cangkul 70000 70000 70000 70000 70000

Sekop 70000 70000 70000 70000 70000

Total Investasi 14685000 0 0 1385000 3000000 0 1385000 300000 0 4385000 0 0 1385000 0 0

B. Biaya Operasional

Upah Tenaga Kerja 2700000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000

Biaya PBB 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000

Peralatan Kebersihan

Ember Plastik 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500

Sapu Lidi 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000

Gayung 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000

Total Biaya Operasional 2780500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 TOTAL OUTFLOW 17465500 3680500 3680500 5065500 6680500 3680500 5065500 3980500 3680500 8065500 3680500 3680500 5065500 3680500 3680500 Pajak Usaha 25% 303583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 960583.3 NET BENEFIT -11775083.3 3980917 3980917 2595917 980916.7 3980917 2595917 3680917 3980917 -404083.3 3980917 3980917 2595917 3980917 13980917 Df 12% 0.892857143 0.797194 0.71178 0.635518 0.567427 0.506631 0.452349 0.403883 0.36061 0.321973 0.287476 0.256675 0.229174 0.20462 0.182696 PV/Tahun -10513467.23 3173562 2833538 1649752 556598.5 2016856 1174261 1486661 1435558 -130104 1144418 1021802 594917.1 814574.4 2554261

NPV 9813189.02

IRR 27%

PV positif 20456760.26

PV negatif -10643571.24

Net B/C 1.921982745


(5)

Ke-Lampiran 14. Cash flow Usaha Biogas Limbah Peternakan dengan Digester Semen (Dana Bergulir) INFLOW

Penjualan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Biogas 2214000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 Sludge 3780000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000

Nilai Sisa 10000000

TOTAL INFLOW 5994000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 18622000 OUTFLOW

A. Biaya Investasi

Tanah 10000000

Instalasi Biogas 4000000 4000000

Biaya Pemasangan 500000 500000

Peralatan

Kompor Biogas 300000 300000

Selang 125000 125000 125000 125000 125000

Pipa Paralon 1120000 1120000 1120000 1120000 1120000

Cangkul 70000 70000 70000 70000 70000

Sekop 70000 70000 70000 70000 70000

Total Investasi 16185000 0 0 1385000 0 0 1385000 0 300000 5885000 0 0 1385000 0 0

B. Biaya Operasional

Upah Tenaga Kerja 2700000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000

Biaya PBB 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000

Peralatan Kebersihan

Ember Plastik 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500

Sapu Lidi 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000

Gayung 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000

Total Biaya Operasional 2780500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 TOTAL OUTFLOW 18965500 3680500 3680500 5065500 3680500 3680500 5065500 3680500 3980500 9565500 3680500 3680500 5065500 3680500 3680500 Pajak Usaha 25% 341083 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 998083.3 NET BENEFIT -13312583 3943417 3943417 2558417 3943417 3943417 2558417 3943417 3643417 -1941583 3943417 3943417 2558417 3943417 13943417 Df 12% 0.892857143 0.797194 0.71178 0.635518 0.567427 0.506631 0.452349 0.403883 0.36061 0.321973 0.287476 0.256675 0.229174 0.20462 0.182696 PV/Tahun -11886234.82 3143668 2806846 1625920 2237601 1997858 1157298 1592680 1313853 -625137.9 1133638 1012177 586323.1 806901.2 2547410

NPV 9450798.83

IRR 25%

PV positif 21962171.51

PV negatif -12511372.68

Net B/C 1.755376654


(6)

Ke-Lampiran 15. Cash flow Usaha Biogas Limbah Peternakan Dengan Digester Fiber Glass (Dana Bergulir)

INFLOW

Penjualan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Biogas 2214000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 2952000 Sludge 3780000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000 5670000

Nilai Sisa 10000000

TOTAL INFLOW 5994000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 8622000 18622000 OUTFLOW

Biaya Investasi

Tanah 10000000

Instalasi Biogas 15000000

Biaya Pemasangan 500000

Peralatan

Kompor Biogas 300000 300000

Selang 125000 125000 125000 125000 125000

Pipa Paralon 1120000 1120000 1120000 1120000 1120000

Cangkul 70000 70000 70000 70000 70000

Sekop 70000 70000 70000 70000 70000

Total Investasi 27185000 0 0 1385000 0 0 1385000 0 300000 1385000 0 0 1385000 0 0

Biaya Operasional

Upah Tenaga Kerja 2700000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000 3600000

Biaya PBB 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000

Peralatan Kebersihan

Ember Plastik 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500 10500

Sapu Lidi 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000

Gayung 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000

Total Biaya Operasional 2780500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 3680500 TOTAL OUTFLOW 29965500 3680500 3680500 5065500 3680500 3680500 5065500 3680500 3980500 5065500 3680500 3680500 5065500 3680500 3680500 Pajak Usaha 25% 195250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 852250 NET BENEFIT -24166750 4089250 4089250 2704250 4089250 4089250 2704250 4089250 3789250 2704250 4089250 4089250 2704250 4089250 14089250 Df 12% 0.892857143 0.797194 0.71178 0.635518 0.567427 0.506631 0.452349 0.403883 0.36061 0.321973 0.287476 0.256675 0.229174 0.20462 0.182696 PV/Tahun -21577455.36 3259925 2910647 1718600 2320350 2071741 1223265 1651579 1366442 870696.1 1175562 1049609 619744.3 836741.6 2574053

NPV 2071500.40

IRR 14%

PV positif 23648955.76

PV negatif -21577455.36

Net B/C 1.10