4.1.2 Uji lipat
Uji lipat merupakan salah satu pengujian sensori awal bertujuan untuk menentukan serta memastikan kekuatan gel dan elastisitas surimi oleh para
panelis Shaviklo, 2006. Berdasarkan hasil analisis Kruskal Wallis dapat diketahui nilai Asymsig 0,05 Hal ini dapat dikatakan bahwa perbedaan
frekuensi pencucian tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai pengujian uji lipat. Berikut adalah hasil pengujian uji lipat dapat dilihat pada
Gambar 5.
4,67
4,57
4,73
4,45 4,5
4,55 4,6
4,65 4,7
4,75
Pencucian 1 kali Pencucian 2 kali
Pencucian 3 kali
Gambar 5 Histogram nilai rata-rata uji lipat gel ikan nila merah Oreochromis sp
Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai frekuensi pencucian 2 kali menunjukkan nilai uji lipat yang terbesar yaitu, 4,73 sedangkan nilai terkecil
ditunjukkan oleh frekuensi pencucian 1 kali sebesar 4,57. Berdasarkan Gambar 5. dapat dilihat bahwa tendensi penilaian uji lipat terhadap produk gel ikan
mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya frekuensi pencucian. Uji lipat dapat dikaitkan dengan kemampuan elastisitas produk. Elastisitas produk sosis
atau produk berbasis gel dapat disebabkan oleh kandungan protein myofibril yaitu aktin dan miosin, kualitas air cucian, pH daging, temperatur air, kadar air,
kekuatan ionik dan tendensi hidrophilik Sonu, 1986.
4.1.3 Uji gigit
Uji gigit merupakan salah satu pengujian sensori awal bertujuan untuk mengevaluasi resiliensi dan elastisitas surimi oleh para panelis. Uji gigit dilakukan
dengan cara menggigit bagian contoh yang memiliki ketebalan ± 5 mm dengan menggunakan gigi bagian depan dan dikonversikan ke dalam tabel yang telah
disediakan Shaviklo, 2006. Berdasarkan hasil analisis Kruskal Wallis dapat diketahui nilai Asymsig 0,05 Hal ini dapat dikatakan bahwa perbedaan
frekuensi pencucian memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai pengujian uji gigit. Berikut adalah hasil pengujian uji lipat dapat dilihat pada Gambar 6.
8,47
b
7,27
a
7,53
a
6,6 6,8
7 7,2
7,4 7,6
7,8 8
8,2 8,4
8,6
Pencucian 1 kali Pencucian 2 kali
Pencucian 3 kali
Gambar 6 Histogram nilai rata-rata uji gigit gel ikan nila merah Oreochromis sp
Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda a,b menunjukkan berbeda nyata p0,05
Gambar 6 menunjukkan surimi dengan frekuensi pencucian 2 kali berbeda nyata dengan surimi frekuensi 1 kali dan 3 kali. Nilai frekuensi pencucian 2 kali
menunjukkan nilai uji gigit yang terbesar yaitu, 8,47 sedangkan nilai terkecil ditunjukkan oleh frekuensi pencucian 1 kali sebesar 7,27. Menurut Cross 1986
mengatakan bahwa prinsip pengujian atau evaluasi yang berkaitan dengan tekstur atau keempukan dapat dianalisis atau dieliminasi oleh para panelis yang dapat
dievaluasi saat itu juga. Panelis cenderung menyukai perlakuan pencucian kedua dengan nilai tertinggi uji gigit sebesar 8,47 yang tidak terlalu keras maupun tidak
terlalu lunak. Kondisi produk seperti ini dapat terjadi karena perbedaan jumlah jaringan daging, jumlah simpanan lemak, temperatur contoh dan lama waktu
produk tersebut diuji. Hal-hal ini biasanya saling berhubungan saat pengujian.
4.1.4 Protein larut garam
Protein larut garam adalah protein yang akan larut dalam larutan garam tertentu berupa protein miofibril. Berdasarkan hasil sidik ragam dapat diketaihui
nilai Asymsig 0,05 Hal ini dapat dikatakan bahwa perbedaan frekuensi pencucian tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai pengujian
protein larut garam. Berikut adalah hasil pengujian protein larut garam dapat dilihat pada Gambar 7.
5,13 6,67
6,92
1 2
3 4
5 6
7 8
Pencucian 1 kali Pencucian 2 kali
Pencucian 3 kali
Gambar 7 Histogram nilai rata-rata uji protein larut garam
surimi ikan nila merah Oreochromis sp
Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai frekuensi pencucian 1 kali menunjukkan nilai uji lipat yang terbesar yaitu, 6,92 sedangkan nilai terkecil
ditunjukkan oleh frekuensi pencucian 3 kali sebesar 5,13. Kandungan protein larut garam atau myofibril dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas air
pencucian antara lain kekuatan ionik atau konsentrasi garam inorganik, pH dan temperature. Kekuatan ionik air pencucian dapat menyebabkan daging akan
cenderung mengembang. Jika kekuatan ionik air tersebut kecil maka sel-sel daging akan mengembang sehingga sulit mengeluarkan air dari surimi akan
menyebabkan kandungan air surimi yang relatif tinggi Toyoda, 1992. Hal itulah yang diduga menyebabkan semakin banyak frekuensi pencucian akan
menurunkan protein larut garam pada surimi tersebut. Menurut Hossain 2004 mengatakan bahwa pada proses pencucian yang berlebihan setelah protein
sarkoplasmik telah dihilangkan dari daging. Pencucian selanjutnya akan
menyebabkan kehilangan lebih lanjut protein myofibril dari daging. Oleh karena itu, akan meningkatkan penggunaan air cucian dan treatment buangan air cucian
serta kehilangan protein myofibril lebih lanjut.
4.1.5 Kekuatan gel