Tabel 2  Spesifikasi persyaratan mutu lada putih
Sumber: SNI 1995
2.5.5   Bawang putih Allium sativum
Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan citarasa  produk  yang  dihasilkan.  Bawang  putih  mengandung  senyawa  allisin,
yang dapat menentukan bau khas bawang putih. Bawang putih juga mengandung beberapa  vitamin  seperti  thiamin,  niasin,  riboflavin,  asam  askorbat,  vitamin  B,
vitamin  C.  Namun  mengandung  β-karoten  yang  merupakan  bentuk  vitamin  A dalam jumlah yang sedikit Wibowo, 1999.
No Jenis uji
Satuan Persyaratan
Mutu I Mutu II
1 Cemaran binatang
- Bebas dari serangga
hidup maupun mati serta bagian-bagian
yang berasal dari binatang
Bebas dari serangga hidup
maupun mati serta bagian-
bagian yang berasal dari
binatang
2 Warna
- Putih kekuning-
kuningan Putih
kekuning- kuningan,
putih keabu- abuan atau
putih kecoklat- coklatan
3 Kadar  benda  asing,
bb Maks. 1,0
Maks. 1,0 4
Kadar  biji  enteng, bb
Maks. 2.0 Maks. 3,0
5 Kadar
cemaran kapang, bb
Maks. 1,0 Maks.1,0
6 Kadar  lada  berwarna
kehitam-hitaman. bb
Maks. 1.0 Maks. 2.0
7 Kadar air, bb
Maks. 13.0 Maks.14,0
8 Kadar piperin, bb
Dicantumkan sesuai dengan hasil analisa
Dicantumkan sesuai dengan
hasil analisa
9 Kadar  minyak  atsiri,
vb Dicantumkan sesuai
dengan hasil analisa Dicantumkan
sesuai dengan hasil analisa
2.5.6 Bawang merah Allium ascalonicum L.
Bawang  merah  umumnya  digunakan  sebagai  bumbu  masak.  Bawang merah memiliki kandungan kimia sebagian besar terdiri dari air sekitar 80-85,
protein sebesar 1,5, lemak sebesar 0,3 dan karbohidrat sebesar 9,2. Selain itu,  umbi  bawang  merah  juga  terdapat  suatu  senyawa  yang  mengandung  ikatan
asam amino yang tidak berbau, tidak berwarna dan dapat larut dalam air. Ikatan asam  amino  ini  disebut  dengan  allin  yang  karena  sesuatu  hal  berubah  menjadi
allicin Wibowo, 1999.
2.5.7  Jahe Zingiber officinale
Jahe  dapat  digunakan  sebagai  sebagai  bumbu  masak,  pemberi  aroma berbagai makanan dan minuman serta bahan obat-obatan tradisional. dan aneka
keperluan  lainnya.  Kegunaan  jahe  antara  lain  dapat  merangsang  kelenjar pencernaan, baik untuk membangkitkan nafsu makan dan pencernaan. Sifat khas
jahe  disebabkan  terdapatnya  kandungan  minyak  atsiri  dan  oleoresin  jahe. Minyak  atsiri  menyebabkan  aroma  harum  jahe,  sedangkan  oleoresin
menyebabkan  rasa  pedas.  Kandungan  minyak  atsiri  dalam  jahe  kering  sekitar 1-3.  Komponen  utama  minyak  atsiri  jahe  yang  menyebabkan  bau  harum
adalah zingiberen dan zingiberol. Oleoresin jahe banyak mengandung komponen pembentuk  rasa  pedas  yang  tidak  menguap.  Komponen  dalam  oleoresin  jahe
terdiri  atas  gingerol  dan  zingiberen,  shagaol,  minyak  atsiri  dan  resin.  Pemberi rasa pedas dalam jahe yang utama adalah zingerol.  Bagian tumbuhan jahe yang
digunakan  adalah  rimpang.  Kandungan  kimia  dari  rimpang  jahe  yaitu  minyak atsiri  yang  terdiri  dari  senyawa-senyawa  seskuiterpen,  zingiberen,  zingeron,
oleoresin,  kamfena,  limonen,  borneol,  sineol,  sitral,  zingiberal,  felandren. Disamping itu terdapat juga pati, damar, asam-asam organik seperti asam malat
dan  asam  oksalat,  Vitamin  A,  B,  dan  C,  serta  senyawa  flavonoid  dan  polifenol
Matondang, 2008. 2.6  Emulsi
Emulsi  adalah  suatu  disperse  atau  suspense  cairan  dalam  cairan  yang  lain dengan  molekul-molekul  kedua  cairan  tersebut  tidak  saling  berbaur  tetapi  saling
antagonistik.  Pada  suatu  emulsi  terdapat  tiga  bagian  utama,  yaitu  bagian  yang terdispersi terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari lemak dikenal dengan
fase  diskontinu,  bagian  kedua  disebut  media  pendispersi  dikenal  sebagai  fase kontinu  yang  biasanya  terdiri  dari  air  dan  bagian  ketiga  adalah  emulsifier  yang
berfungsi menjaga agar butir minyak tadi tetap tersuspensi di dalam air. Senyawa ini
molekulnya mempunyai
afinitas terhadap
kedua cairan
tersebut Winarno, 1997.
Pada  perkembangannya  memang  diketahui  bahwa  sosis  merupakan  emulsi minyak dalam air ow. Dalam emulsi sosis, lemak atau minyak berperan sebagai
fase diskontinyu sedangkan air berperan sebagai fase kontinyu dan protein sebagai emulsifier.  Kriteria  terpenting  dalam  pembuatan  sosis  adalah  kestabilan  emulsi.
Suatu emulsi dikatakan stabil apabila partikel-partikel yang terdispersi tidak atau sedikit  mempunyai  kecenderungan  untuk  bersatu  lagi  sehingga  terbentuk  lapisan
yang terpisah Wilson, 1981. Daya  kerja  emulsifier  terutama  disebabkan  oleh  bentuk  molekulnya  yang
dapat terikat  baik  pada  minyak  maupun  air.  Bila emulsifier tersebut  lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air maka dapat lebih membantu terjadinya disperse
minyak dalam air. Sebaliknya bila emulsifier lebih larut dalam minyak terjadilah emulsi  air  dalam  minyak.  Cara  kerja  dari  emulsifier  yakni  bila  butir-butir  lemak
telah  terpisah  karena  adanya  tenaga  mekanik  pengocokan,  maka  butir-butir lemak  yang  terdispersi  tersebut  segera  terselubungi  oleh  selaput  tipis  emulsifier.
Bagian  molekul  emulsifier  yang  non  polar  larut  dalam  lapisan  luar  butir-butir lemak
sedangkan bagian
yang polar
menghadap kepelarutan
air Winarno,  1997.  Berikut  adalah  gambar  emulsi  minyak  dalam  air  dapat  dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 2  Emulsi minyak dalam air
Sumber : Anonim, 2008
Partikel lemak biasanya berukuran subselular yang tersuspensi dalam protein. Hal ini dapat terjadi karena adanya ikatan hidrophilik yang saling berikatan dalam
air dan ikatan lipophilik yang saling berikatan dalam lemak. Protein sarkoplasma dan myofibril dapat membentuk emulsifikasi. Protein myofibril akan lebih dahulu
diserap  ke  dalam  permukaan  lemak  atau  air.  Protein  myofibril,  myosin,  akan terpisah  dari  aktin  di  dalam  protein  yang  siap  untuk  diserap.  Ketika  protein
myofibril  terlibat  dalam  proses  emulsifikasi,  protein  tersebut  akan  kehilangan kemampuan  untuk  mengikat  air.  Ketika partikel  lemak  tersebut  diselubungi  oleh
protein maka emulsi tersebut sudah terbentuk, emulsi ini akan stabil ketika terjadi denaturasi  protein  pada  saat  pemasakan.  Protein  myofibril  akan  membentuk  gel
yang kompak sedangkan protein sarkoplasmik akan membentuk gel  yang lemah. Oleh karena itu, protein sarkoplasmik tidak berkontribusi dalam kestabilan produk
Price, 1986. Protein  myofibril  berfungsi  untuk  mengikat  air  dalam  pembesaran  struktur
protein. Kemampuan mengikat air akan meningkat dengan meningkatnya jumlah muatan negative seperti meningkatnya pH di bawah titik isoelektik. Penambahan
garam  dan  alkali  phosphates  akan  meningkatkan  pembesaran  struktur  protein. Gerakan  mekanikal  selama  meningkatnya  pembesaran  struktur  protein  akan
membantu  ekstraksi  protein  terlarut  yang  membentuk  permukaan  lemak. Pembesaran  dan  eksrtraksi  protein  akan  lebih  efektif  pada  temperature  dingin
sekitar 3 C Rust, 1986.
Salah  satu  bahan  pengemulsi  adalah  isolat  soy  protein  ISP  atau  isolat protein  kedelai  adalah  produk  dari  protein  kedelai  bebas  lemak  atau  berlemak
rendah  yang  diolah  sedemikian  rupa  sehingga  kandunan  proteinnya  tinggi. Menurut definisinya, kandungan protein pada isolat protein kedelai minimum 95
. Isolat protein kedelai sangat dibutuhkan dalam industi pangan, karena banyak sekali digunakan untuk formulasi berbagai jenis makanan. Yang diinginkan dari
isolat  protein  kedelai  adalah  sifat  fungsional  proteinnya.  Sifat  ini  menentukan pemakaian  atau  fungsi  produk  tersebut  dalam  biaya,  nutrisi  dan  proses.    Isolat
soy protein memberikan emulsifikasi dan viskositas yang tinggi serta stabil pada konsentrasi  garam  yang  tinggi  dalam  proses  brining.  Selain  itu,  isolat  soy
protein  dapat  digunakan  untuk  menggantikan  porsi  protein  larut  garam,  bahan
pengikat lemak dan air, menstabilkan emulsi dan menjaga struktur protein pada masakan daging isolat soy protein  mengandung pengikat air dan lemak sebagai
pembentuk tekstur produk emulsi Young, 1980. Struktur  isolat  soy  protein  mengandung  sedikitnya  80  protein  yang
terdiri dari globulin, conglycinin dan glycinin. Conglycinin merupakan kuartener trimerik glycoprotein dengan berat molekuler 141 sampai 171 kdaltons, tersusun
dari  tiga  subunit  yang  terikat  oleh  interaksi  hydrophobic.  Conglycin  memiliki dua  rangkaian  intramolekular  disulfide  dan  mengandung  5  karbohidrat.
Dengan  demikian,  conglycinin  mengandung  amphiphilik  untuk  membentuk aktivitas  permukaan  dan  ikatan  rasa  yang  baik.  Glicinin  terdiri  dari  dua  unit,
6-hydrophobical  yang  berasosiasi  dengan  bagian  rantai  acidic  disulfide  dan subunit  dasar.  Amidasi  dari  jumlah  residu  aspartic  dan  glutamic  untuk  tingkat
kelarutan  alkali  dari  subunits  dasar.  Subunit  acidic  mempunyai  rata-rata  satu sampai  tiga  ikatan  disulfide  pel  mole  dan  lebih  stabil  terhadap  panas  daripada
subunit  dasar  serta  mempunyai  satu  sampai  dua  residu  cystein.  Glicinin mengandung  dua  unsur,  gugus  thiol  bebas  yang  terdapat  pada  permukaan  dan
dapat  dilibatkan  dalam  pertukaran  thiol-disulfida.  Contohnya,  dalam  gelatin formasi dari intermolekuler-disulfida menghasilkan ikatan yang meningkat, tapi
menyebabkan polimerisasi dan mengurangi kemampuan ekstraksi dan kelarutan Kinsella, 1979.
2.7   Selongsong