Pengusahaan Lahan Sawah Analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah : studi kasus Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat

9 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengusahaan Lahan Sawah

Pengusahaan atau penggarapan lahan merupakan lahan yang secara langsung diusahakan atau digarap oleh petani, baik milik pribadi maupun melalui sewa, bagi hasil, gadai atau kombinasinya Rachmat, 1996. Pengertian pengusahaan berbeda dengan pengertian pemilikan maupun penguasaan lahan. Pemilikan lahan merupakan lahan yang dimiliki secara sah berdasarkan hukum yang berlaku, baik yang diusahakan maupun tidak diusahakan oleh petani, sedangkan penguasaan lahan merupakan lahan yang dikuasai, baik milik pribadi maupun melalui sewa, bagi hasil, gadai atau kombinasinya yang diusahakan maupun tidak diusahakan oleh petani. Susilowati dan Suryani 1996 serta Suhartini dan Mintoro 1996 mengutarakan hal yang serupa mengenai pemahaman pola pemilikan dan pengusahaan lahan. Pola pemilikan lahan pertanian menggambarkan keadaan pemilikan faktor produksi utama dalam produksi pertanian. Keadaan pemilikan lahan sering dijadikan suatu indikator bagi tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan walaupun belum mencerminkan keadaan yang sebenarnya bagi tingkat kesejahteraan itu sendiri. Namun demikian, pola pemilikan lahan dapat dijadikan gambaran tentang pemerataan penguasaan faktor produksi utama di sektor pertanian yang dapat dijadikan sumber pendapatan bagi pemiliknya. Pada pola pengusahaan lebih ditekankan pada pemanfaatan secara langsung sumberdaya lahan untuk usahatani yang dilakukan oleh rumah tangga petani RTP. Perbandingan antara tingkat pemilikan lahan dengan tingkat pengusahaan lahan dapat menunjukkan gambaran mengenai kemampuan RTP dalam mengusahakannya. Di samping itu, dengan melihat pola pengusahaan lahan dapat dilihat suatu gambaran mengenai adanya transaksi pelepasan lahan dari pemilik lahan kepada penggarap, sehingga penggarap dapat aktif dalam kegiatan produksi sebagai bagian dari kegiatan ekonomi pedesaan. Adanya transaksi pelepasan lahan dari pemilik ke penggarap akan menciptakan suatu sistem pasar lahan di pedesaan dan terciptanya suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan kerja antara petani pemilik lahan dengan penggarap Saleh dan Zakaria, 1996. 10 Sumaryanto 1996 memasukan hak pengusahaan atau penggarapan bersama hak kepemilikan dalam cakupan hak penguasaan. Hak pengusahaan merupakan salah satu produk kelembagaan sehingga dinamikanya berkaitan erat dengan perubahan nilai, norma atau hukum yang dianut dan berlaku dalam suatu komunitas. Dibandingkan dengan hak kepemilikan, derajat okupasi hak pengusahaan lebih rendah. Pemilik mempunyai hak dan kewenangan untuk menjual, menukarkan, menghibahkan atau mewariskan lahannya itu kepada orang lain, sedangkan penggarap pada hakekatnya hanyalah memiliki hak untuk mengelola atau menggarap lahan tersebut sebagaimana diatur dalam sistem kelembagaan yang lazim dianut dalam komunitas tersebut. Sugiarto 1996 dan Syukur dkk 1996 membagi sistem kelembagaan pengusahaan lahan menjadi empat bagian, yakni : sistem sewa-menyewa, sistem bagi hasil, sistem gadai dan sistem kombinasi. Sistem sewa merupakan pengalihan hak garap kepada orang lain dengan imbalan yang pada umumnya berupa uang tunai kepada pemilik lahan. Besarnya tingkat sewa biasanya ditentukan sesuai dengan harga pasar lahan setempat. Selanjutnya setelah transaksi sewa terjadi maka pengelolaan atas lahan dan risikonya sepenuhnya menjadi tanggungjawab penyewa. Sistem sakap atau bagi hasil merupakan pengalihan hak garap kepada orang lain, dimana antara pemilik dan penggarap terjadi ikatan pengusahaan usahatani dan pembagian produksi. Dalam sistem sakap, pemilik lahan menyediakan lahan sedangkan penggarap menyediakan tenaga kerja sepenuhnya. Siapa yang menanggung sarana produksi dan bagaimana pembagian hasil produksi tergantung dari tradisi setempat dan perjanjian sebelumnya. Sistem gadai merupakan pengalihan hak garap kepada orang lain yang sifatnya lebih sebagai jaminan atas pinjaman pemilik lahan terhadap penggarap. Dibandingkan dengan sewa, penetapan besarnya nilai lahan pada gadai tidaklah selugas sewa dan sangat tergantung kepada lamanya pemilik lahan mampu mengembalikan pinjamannya. Pada umumnya pemilik uang dalam hal ini sebagai penggarap atau yang mengusahakan lahan tersebut sebagai penentu harga. Sistem kombinasi merupakan sistem modifikasi bentuk pengusahaan lahan, seperti : pemilik-penyewa, pemilik-penyakap, pemilik-penggadai, penyewa-penyakap, penyewa-penggadai, penyakap-penggadai dan lain sebagainya. 11 Pemahaman serupa mengenai perbedaan konsep antara pengusahaan lahan sawah dengan pemilikan lahan sawah atau penguasaan lahan sawah juga digunakan di Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang. Perbedaannya, penelitian ini lebih difokuskan kepada pemahaman mengenai pengusahaan lahan sawah petani padi. Selain itu, pemahaman mengenai sistem kelembagaan pengusahaan lahan sawah yang berlaku juga diperhatikan lebih mendalam oleh peneliti. Hal tersebut dilakukan agar diketahui sistem kelembagaan mana yang paling dominan digunakan di Desa Gempol Kolot. Secara keseluruhan, sistem kelembagaan yang berlaku di Desa Gempol Kolot terbagi menjadi empat bagian, yakni sistem sewa-menyewa, sistem bagi hasil sakap, sistem gadai dan sistem kombinasi.

2.2. Perbandingan Pendapatan Usahatani Lahan Sawah dengan

Dokumen yang terkait

Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Intensitas Penggunaan Lahan Basah Di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus : Desa Wonosari, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang)

0 35 110

Faktor -Faktor Yang Berhubungan Dengan Risiko Kejadian ISPA Pada Balita Di Desa Koto Kaciak Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman Propinsi Sumatera Barat Tahun 2000

2 43 107

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditi padi serta kecenderungan konversi lahan sawah (Studi kasus di Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat)

0 8 141

Analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani wortel di Kabupaten Tegal kasus di Desa Rembul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah

12 62 103

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Pendapatan dan Efisiensi Produksi pada Pengusahaan Penggilingan Padi di Kabupaten Karawang

4 78 213

Analisis pendapatan usahatani padi dan faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk menanam padi hibrida (Studi kasus kecamatan Cibuaya, kabupaten Karawang, Jawa Barat)

4 32 175

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya Terhadap Pendapatan Petani (Studi kasus: Desa Kondangjaya, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang)

2 5 256

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TIMUR Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan Pendapatan Di Provinsi Jawa Timur (Tahun 2011-2015).

0 2 13

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan pengrajin kulit (Studi Kasus Kabupaten Magetan Provinsi Jawa Timur) AWAL

1 0 15

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian Studi Kasus : Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar IMG 20151104 0001

0 0 1