56 Kondisi bercabangnya usahatani petani padi sawah ke jamur merang
dikarenakan bahan dasar dari jamur merang adalah jerami sisa padi yang berasal dari lahan sawahnya sendiri. Penggunaan lahan jamur merang tergabung pada area
pemukiman penduduk yaitu area pekarangan rumah. Penjualan hasil jamur merang dilakukan secara tidak langsung melalui penadah atau distributor yang
pada akhirnya dikirim ke luar kota. Pada sektor peternakan, kegiatan usahatani ditujukan untuk peneluran dan pembesaran. Penggunaan kandang juga terdapat
pada area pekarangan rumah. Komoditi peternakan yang diusahakan oleh peternak, antara lain : ayam kampung, ayam broiler, bebek, kambing, domba dan
burung walet. Adapun produk yang dihasilkan yakni daging bebek ayam kambing domba dengan rata-rata 12.000 kg per tahun, air liur burung walet 2,64
kg per tahun dan pengolahan telur asin. Penjualan hasil peternakan dilakukan secara langsung kepada konsumen atau pengecer.
5.4. Karakteristik Responden
Gambaran umum responden diperoleh berdasarkan data pribadi petani Lampiran 3. Deskripsi karakteristik petani responden dapat dilihat dari beberapa
kriteria, antara lain : umur, pendidikan, pengalaman, tanggungan keluarga, luas pengusahaan lahan sawah dan status pengusahaan lahan sawah.
1 Umur
Sebaran responden berdasarkan umur Tabel 10 menunjukkan bahwa petani yang melakukan pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot sebagian
besar terdapat pada usia produktif menjelang tua yaitu 41-50 tahun, dengan presentase 44,3 persen. Hal ini dikarenakan pada kelompok umur tersebut,
sebagian besar petani baru memperoleh warisan lahan sawah dari orang tuanya.
Tabel 10. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Umur
pada Tahun 2010
Umur tahun Frekuensi orang
Presentase
≤
40 14 20,0
41-50 31 44,3
51-60 20 28,6
60 5 7,10
Jumlah 70 100,0
57 2
Lama pendidikan petani Tingkat pendidikan rendah merupakan salah satu hal yang masih melekat
pada karakteristik petani di Indonesia pada umumnya. Rata-rata lama pendidikan petani di Indonesia adalah
≤6 tahun. Sebaran petani responden Desa Gempol Kolot berdasarkan lama pendidikan petani padi Tabel 11 menunjukkan bahwa
lebih dari sebagian jumlah petani responden 57,2 persen memiliki lama pendidikan pada rentang 4-6 tahun. Sementara 20 persen petani padi hanya
menikmati pendidikan ≤3 tahun. Kondisi ini mengutarakan bahwa mayoritas
petani di Desa Gempol Kolot adalah berpendidikan rendah. Namun, terdapat pula petani responden yang mengenyam pendidikan 6 tahun dengan presentase yang
sangat kecil, yakni 7,1 persen untuk lama pendidikan 7-9 tahun, 10 persen untuk lama pendidikan pada rentang 10-12 tahun dan hanya 5,7 persen untuk lama
pendidikan ≥13 tahun.
Tabel 11. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Lama
Pendidikan Petani pada Tahun 2010
Lama Pendidikan tahun Frekuensi orang
Presentase
≤
3 14 20,0
4-6 40 57,2
7-9 5 7,10
10-12 7 10,0
≥
13 4 5,70
Jumlah 70 100,0
Banyaknya petani di Desa Gempol Kolot yang memiliki lama pendidikan rendah, disebabkan oleh berbagai alasan yang menyertainya, diantaranya adalah
sejak kecil petani responden diminta oleh orangtuanya untuk membantu bekerja di sawah, sulitnya bersekolah waktu itu dimana pemerintahan Indonesia belum
stabil, serta ketidakmampuan dari aspek keuangan keluarga untuk membiayai anggota keluarganya bersekolah. Walaupun demikian, bukan berarti pengetahuan
mereka dalam bercocok tanam juga rendah karena mereka mendapat ilmu dari pengalaman bercocok tanam selama bertahun-tahun dan turun temurun.
Keterampilan atau pengetahuan berusahatani padi dan melakukan pengusahaan terhadap lahan sawahnya sebagian besar berasal dari orangtuanya.
58 3
Lama pengalaman berusahatani Pengalaman berusahatani yang dimiliki oleh petani responden dapat
mempengaruhi terhadap kemampuan petani dalam mengetahui dan mengusahakan teknik budidaya dalam kegiatan usahatani yang dijalankan. Sebaran petani
responden Desa Gempol Kolot berdasarkan lama berusahatani Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengalaman berusahatani
≤30 tahun. Hal ini menunjukkan sebagian besar petani di Desa Gempol Kolot memiliki pengalaman yang cukup tinggi.
Tabel 12.
Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Lama Berusahatani pada Tahun 2010
Lama berusahatani tahun Frekuensi orang
Presentase
≤
10 20 28,6
11-20 20 28,6
21-30 18 25,7
31-40 10 14,3
≥
41 2 2,80
Jumlah 70 100,0
4 Jumlah tanggungan keluarga
Berdasarkan kriteria jumlah tanggungan keluarga, sebagian besar petani responden memiliki jumlah tanggungan keluarga 3-4 orang dengan presentasi
62,8 persen, sedangkan jumlah tanggungan keluarga ≤2 orang dan ≥5 orang
memiliki presentasi yang sama, yakni 18,6 persen. Hal ini menunjukkan rata-rata jumlah tanggungan keluarga petani di Desa Gempol Kolot cukup tinggi. Sebaran
petani responden Desa Gempol Kolot berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Jumlah
Tanggungan Keluarga pada Tahun 2010
Jumlah tanggungan orang Frekuensi orang
Presentase
≤
2 13 18,6
3-4 44 62,8
≥
5 13 18,6
Jumlah 70 100,0
59 5
Status Pengusahaan Lahan Sawah Lahan sawah yang diusahakan oleh petani responden sebagian besar
merupakan lahan milik pribadi dengan presentase 44,3 persen sedangkan kelembagaan pengusahaan lahan sawah terbesar adalah sistem sakap dan sistem
kombinasi pemilik-penyakap, dengan presentase masing-masing 17,1 persen dan 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sistem sakap di daerah penelitian
menjadi solusi terbaik bagi petani yang tidak memiliki lahan tunakisma atau pemilik lahan sempit petani gurem untuk menambah sumber pendapatan.
Penyebab berkembangnya sistem sakap daripada sistem yang lain dimungkinkan karena petani tidak ingin mengambil risiko dari usahataninya. Sistem sakap yang
diterapkan di Desa Gempol Kolot adalah maro, yaitu nilai panen dibagi rata diantara petani pemilik dan penggarap setelah dikurangi biaya produksi. Sebaran
petani responden berdasarkan status pengusahaan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Status
Pengusahaan Lahan Sawah pada Tahun 2010
Status Lahan Frekuensi
Presentase
Pemilik 31 44,3
Penyewa 5 7,1
Penyakap 12 17,1
Penggadai 5 7,1
Pemilik dan Penyewa 2
2,8 Pemilik dan Penyakap
8 11,4
Pemilik dan Penggadai 3
4,3 Penyewa dan Penyakap
2 2,9
Penyewa dan Penggadai 2
2,9 Jumlah 70
100
6 Luas Pengusahaan Lahan Sawah Responden
Luas lahan sawah yang diusahakan oleh petani responden sebagian besar terpusat pada kisaran 0,5-0,99 hektar 28,6 persen dan 1-1,49 hektar 24,3
persen. Hal ini menunjukkan pengusahaan lahan sawah cukup merata namun terdapat kecenderungan akan terancam oleh ketimpangan lahan, dikarenakan
presentase dibawah 0,5 hektar yang cukup besar, yakni 20 persen. Data sebaran petani responden berdasarkan luas pengusahaan dapat dilihat pada Tabel 15.
60
Tabel 15. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Luas
Pengusahaan Lahan Sawah pada Tahun 2010
Luas Usahatani hektar Frekuensi
Presentase
≤ 0,49 14
20 0,5-0,99 20
28,6 1-1,49 17
24,3 1,5-1,99 12
17,1 ≥2 7
10 Jumlah 70
100
61
VI PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHATANI TERHADAP PENGELUARAN RUMAH TANGGA
7.1. Keragaan Usahatani Padi