11 Pemahaman serupa mengenai perbedaan konsep antara pengusahaan lahan
sawah dengan pemilikan lahan sawah atau penguasaan lahan sawah juga digunakan di Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang.
Perbedaannya, penelitian ini lebih difokuskan kepada pemahaman mengenai pengusahaan lahan sawah petani padi. Selain itu, pemahaman mengenai sistem
kelembagaan pengusahaan lahan sawah yang berlaku juga diperhatikan lebih mendalam oleh peneliti. Hal tersebut dilakukan agar diketahui sistem
kelembagaan mana yang paling dominan digunakan di Desa Gempol Kolot. Secara keseluruhan, sistem kelembagaan yang berlaku di Desa Gempol Kolot
terbagi menjadi empat bagian, yakni sistem sewa-menyewa, sistem bagi hasil sakap, sistem gadai dan sistem kombinasi.
2.2. Perbandingan Pendapatan Usahatani Lahan Sawah dengan
Pengeluaran Rumah Tangga
Dinamika perubahan ekonomi yang terjadi di pedesaan tidak terlepas dari pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya perubahan-perubahan
yang terjadi di tingkat pusat turut mewarnai perkembangan kesejahteraan masyarakat pedesaan, termasuk petani padi di Desa Gempol Kolot. Dalam
struktur perekonomian, sektor pertanian masih menjadi sumber utama pendapatan petani padi meskipun diikuti oleh kecenderungan penurunan peranan pertanian
secara sektoral. Seiring dengan itu, tingkat kesejahteraan petani padi pun cenderung menurun. Salah satu indikator yang mempengaruhi penurunan tersebut
adalah kecilnya luasan lahan sawah yang diusahakan. Untuk memperoleh luasan lahan tersebut, diperlukan terlebih dahulu pemahaman mengenai pendapatan
usahatani pengusahaan lahan sawah, kemudian dilanjutkan pemahaman mengenai struktur pendapatan usahatani pengusahaan lahan sawah terhadap pengeluaran
rumah tangga dalam periode waktu yang sama. Pendapatan yang diterima petani dalam satu musim tanam atau satu tahun
berbeda dengan pendapatan yang diterima oleh petani lainnya. Bahkan petani yang mengusahakan pada luasan lahan yang sama dari musim ke musim
menerima pendapatan yang belum tentu sama dari tahun ke tahun. Berbagai penelitian mengenai pendapatan usahatani padi dapat dijadikan pemahaman,
diantaranya adalah Handayani 2006, Hantari 2007 dan Damayanti 2007.
12 Handayani 2006 melakukan penelitian mengenai analisis profitabilitas
dan pendapatan usahatani padi sawah menurut luas dan status kepemilikan lahan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pendapatan usahatani milik jauh lebih menguntungkan dibandingkan pendapatan usahatani bukan milik sakap. Kondisi tersebut dapat
dilihat dari nilai RC pada pendapatan usahatani milik lebih besar daripada pendapatan usahatani bukan milik.
Penjelasan Handayani 2006 lebih jauh mengungkapkan bahwa pendapatan usahatani milik luas lebih menguntungkan daripada pendapatan
usahatani milik sempit. Nilai RC pada usahatani milik luas adalah sebesar 2,12 sedangkan pada usahatani milik sempit adalah sebesar 1,97. Lebih rendahnya
keuntungan yang diterima pada usahatani milik sempit disebabkan proporsi biaya yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan usahatani milik luas, khususnya biaya
tenaga kerja dalam keluarga. Di sisi lain, pendapatan usahatani bukan milik luas memiliki keuntungan yang lebih kecil dibandingkan pendapatan usahatani bukan
milik sempit. Nilai RC pada usahatani bukan milik luas adalah sebesar 1,32 sedangkan nilai RC pada usahatani bukan milik sempit adalah sebesar 1,36.
Namun, secara umum keseluruhan usahatani padi sawah yang dilakukan di Desa Karacak cukup menguntungkan dan memberikan intensif untuk dilaksanakan. Hal
ini ditunjukkan dengan nilai RC yang lebih besar dari nilai satu. Penelitian serupa dilakukan oleh Hantari 2007 mengenai analisis
pendapatan dan produksi usahatani padi sawah lahan sempit yang dilakukan di Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Petani responden di
daerah penelitiannya terbagi menjadi petani pemilik lahan dan petani penggarap lahan dengan status bagi hasil. Simpulan penelitiannya memperlihatkan bahwa
penerimaan total petani padi dengan status lahan milik dalam satu musim tanam adalah sebesar Rp. 10.924.794,00 dengan biaya total yang dikeluarkan adalah
sebesar Rp. 6.468.045,00. Sementara itu, nilai RC atas biaya tunai pada petani dengan lahan berstatus milik adalah sebesar 2,78 sedangkan nilai RC atas biaya
totalnya adalah sebesar 1,69. Nilai RC yang lebih besar dari nilai satu menunjukkan bahwa usahatani padi sawah yang dilakukan tersebut sudah efisien
dan menguntungkan.
13 Simpulan penelitian Hantari 2007 yang lain memperlihatkan bahwa
penerimaan total petani padi dengan status lahan bagi hasil dalam satu musim tanam adalah sebesar Rp. 8.264.285,00 dengan biaya total yang dikeluarkan
adalah sebesar Rp. 9.588.958,00. Sementara itu, nilai RC atas biaya tunai pada petani padi dengan lahan berstatus bagi hasil adalah sebesar 1,05 sedangkan nilai
RC aktual atas biaya totalnya adalah sebesar 0,86. Dengan demikian, usahatani padi sawah di Desa Sitimulyo dengan status lahan bagi hasil ternyata belum
efisien dan belum menguntungkan disebabkan nilai RC atas biaya totalnya tidak lebih dari nilai satu. Kondisi ini jika dibandingkan dengan petani pemilik lahan,
maka petani penggarap lahan dengan status bagi hasil memiliki keuntungan yang jauh lebih rendah.
Terakhir adalah penelitian yang dilakukan oleh Damayanti 2007 mengenai analisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani padi sawah yang
dilakukan di Desa Purwoadi, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah. Dalam penelitiannya, metode yang digunakan adalah metode analisis pendapatan
usahatani serta analisis imbangan penerimaan dan biaya RC rasio. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa analisis pendapatan usahatani padi sawah di
daerah penelitian secara umum dapat dikatakan menguntungkan dan cukup layak untuk diusahakan. Rata-rata produksi padi sawah per hektar adalah sebesar 6.492
kilogram dalam bentuk gabah kering panen GKP dengan harga jual rata-rata sebesar Rp. 1.300,00 per kilogram, maka total penerimaan yang diperoleh petani
per musim tanam adalah sebesar Rp. 8.439.756,00 per hektar. Di sisi lain, total biaya usahatani padi sawah yang dikeluarkan petani di Desa Purwoadi untuk satu
musim tanam adalah sebesar Rp. 4.843.447,00 per hektar yang terdiri dari total biaya tunai sebesar Rp. 2.914.072,00 atau 60,17 persen dari total biaya usahatani
dan total biaya diperhitungkan sebesar Rp. 1.929.375,00 atau 39,83 persen dari total biaya usahatani. Dengan demikian, pendapatan atas biaya tunai adalah
sebesar Rp. 5.525.684,00 per hektar sedangkan pendapatan atas biaya totalnya adalah sebesar Rp. 3.596.309,00 per hektar. Sementara itu, nilai RC atas biaya
tunai adalah sebesar 2,89 sedangkan nilai RC atas biaya total adalah sebesar 1,74. Hal ini berarti penerimaan yang diperoleh petani dapat menutupi seluruh biaya
usahatani dikarenakan nilai RC lebih dari nilai satu.
14 Pemahaman selanjutnya mengenai perbandingan pendapatan usahatani
terhadap pengeluaran rumah tangga dapat dijelaskan oleh penelitian yang dilakukan Sadikin dan Subagyono 2008. Hal tersebut dikarenakan salah satu
tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui bagaimana rata-rata struktur pendapatan usahatani terhadap pengeluaran rumah tangga di pedesaan Kabupaten
Karawang. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa sampai saat ini sektor pertanian padi masih memegang peranan penting dalam perolehan penerimaan
RTP, yaitu mencapai 32,68 persen dari seluruh sektor pendapatan keluarga petani, namun sektor pertanian padi belum dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga
sehingga petani padi masih memerlukan pendapatan dari sektor lainnya. Produksi padi pada musim hujan 2007-2008 mencapai 62,28-73,62 kuintal GKP per hektar
dan pada musim kemarau mencapai 63,62-68,03 kuintal GKP per hektar. Adapun besaran total pendapatan petani yang diperoleh dari padi mencapai Rp. 13,593
juta per tahun sedangkan pengeluaran konsumsi rumah tangga di daerah penelitiannya adalah sebesar Rp. 27,412 juta per tahun, dimana proporsi
penerimaan RTP yang berasal dari sektor pertanian padi hanya mampu mencukupi 49,59 persen dari nilai total pengeluaran rumah tangga. Hal ini apabila terus
dibiarkan maka diduga petani padi akan beralih ke sektor lain yang memberikan keuntungan atau pilihan terbaik, yang secara tidak langsung akan mengancam
ketahanan pangan nasional. Kondisi perekonomian yang terjadi di pusat yakni Kabupaten Karawang,
diperkirakan pula terjadi di tingkat perdesaan termasuk Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang. Penerimaan RTP dari sektor
pertanian padi belum dapat memenuhi pengeluaran rumah tangga secara keseluruhan sehingga diperlukan analisis pendapatan usahatani lahan sawah untuk
mengetahui apakah usahatani yang dilaksanakan menguntungkan atau tidak menguntungkan, analisis biaya imbangan RC rasio untuk mengetahui apakah
usahatani yang telah dilakukan efisien atau tidak efisien, dan analisis perbandingan struktur pendapatan usahatani lahan sawah terhadap pengeluaran
rumah tangga untuk mengetahui luasan lahan sawah minimal yang seharusnya diusahakan oleh petani padi agar memenuhi pengeluaran rumah tangga yang
semakin hari semakin meningkat mengikuti perkembangan zaman.
15
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah