78 Variabel yang telah distasionerkan pada level satu memiliki definisi yang
agak berubah dibandingkan data awalnya, ini terjadi karena untuk menstasionerkan data maka nilai yang ada sekarang dikurangi dengan nilai pada
periode sebelumnya sehingga akan didapatkan nilai perubahannya. Hal ini berimplikasi bahwa data pada tingkat level misalnya menampilkan harga beras
Thailand, maka dengan menstasionerkannya pada tingkat satu akan dibaca menjadi data perubahan harga beras Thailand. Hal ini berlaku untuk semua
variabel lain yang juga distasionerkan. Pada penelitian ini hasil analisis menunjukkan bahwa semua data stasioner pada tingkat diferensi pertama atau I1
sehingga analisis dapat dilanjutkan pada langkah selanjutnya yaitu pengujian untuk menentukan panjang lag optimal.
5.2.2. Penetapan Tingkat Lag Optimal
Pengujian panjang lag optimal sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Sehingga dengan digunakannya lag
optimal dalam analisis diharapkan tidak muncul lagi masalah autokorelasi. Penetapan panjangnya lag optimal bisa menggunakan beberapa kriteria informasi
sebagai berikut: 1 Akaike Information Criterion AIC, 2 Schwarrz Information Criterion SC
, 3 Hannan-Quinn Criterion HQ, 4 Likelihood Ratio LR
, dan 5 Final Prediction Error FPE Widarjono, 2007.
A. Tingkat Lag Optimal Model Beras
Kandidat lag optimal yang ditunjukkan dengan tanda bintang berdasarkan kriteria SC, berada pada lag 2. Sedangkan menurut kriteria LR, FPE, AIC dan HQ
lag yang optimal berada pada lag 3, semua pengujian dilakukan pada tingkat
79 kepercayaan 5 persen Tabel 14. Model beras dalam penelitian ini menggunakan
kriteria informasi SC yang digunakan untuk menentukan lag optimal yang akan digunakan dalam analisis. Hal ini ditentukan karena berdasarkan hasil analisis
VECM yang menggunakan lag 2, nilai R
2
yang didapat lebih baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa lag 2 merupakan lag yang optimal untuk model beras.
Tabel 14. Penetapan Lag Optimal Model Beras Berdasarkan Hasil Perhitungan LR, FPE, AIC, SC dan HQ
Lag LR
FPE AIC
SC HQ
NA 1.73e-06
-4.756150 -4.462391
-4.639754 1
405.9664 3.23e-09
-11.03929 -10.45177
-10.80650 2
47.10442 1.90e-09
-11.57296 -10.69169
-11.22377 3
25.02917 1.59e-09
-11.75521 -10.58017
-11.28962 4
8.453265 1.79e-09
-11.65000 -10.18120
-11.06802 Keterangan: indicates lag order selected by the criterion
Penggunaan lag 2 sebagai lag yang optimal pada model beras artinya dari sisi ekonomi berimplikasi bahwa semua variabel yang ada dalam model saling
mempengaruhi satu sama lain tidak hanya pada periode sekarang, tetapi variabel- variabel tersebut saling berkaitan pada dua periode sebelumnya. Nilai dari lag
suatu variabel dapat berpengaruh terhadap variabel lainnya disebabkan karena dibutuhkan waktu bagi suatu variabel untuk merespons pergerakan variabel
lainnya.
B. Tingkat Lag Optimal Model Gula
Berdasarkan semua kriteria yaitu LR, FPE, AIC, SC dan HQ kandidat lag optimal berada pada lag 2, nilai yang ditunjukkan dengan tanda bintang. Tabel 15
menunjukkan hasil penetapan lag optimal model gula berdasarkan hasil perhitungan LR, FPE, AIC, SC dan HQ. Dapat disimpulkan bahwa lag 2
80 merupakan lag yang optimal untuk model gula. Sama halnya dengan model beras,
penggunaan lag 2 sebagai lag yang optimal pada model gula artinya dari sisi ekonomi berimplikasi bahwa semua variabel yang ada dalam model saling
mempengaruhi satu sama lain tidak hanya pada periode sekarang, tetapi variabel- variabel tersebut juga saling berkaitan pada dua periode sebelumnya.
Tabel 15. Penetapan Lag Optimal Model Gula Berdasarkan Hasil Perhitungan LR, FPE, AIC, SC dan HQ
Lag LR
FPE AIC
SC HQ
NA 6.48e-07
-5.736198 -5.442439
-5.619802 1
378.1294 1.90e-09
-11.57035 -10.98284
-11.33756 2
33.85724 1.40e-09
-11.87950 -10.99822
-11.53031 3
9.391663 1.55e-09
-11.78250 -10.60747
-11.31692 4
8.837592 1.73e-09
-11.68454 -10.21575
-11.10256 Keterangan: indicates lag order selected by the criterion
5.2.3. Pengujian Stabilitas VAR