Uji Stasioneritas Data Proses Pembentukan VAR

75

4.5.1. Uji Stasioneritas Data

Data yang tidak stasioner bila diregresi akan mudah menyebabkan regresi lancung, yaitu situasi dimana hasil regresi menunjukkan koefisien regresi yang signifikan secara statistik dan nilai koefisien determinasi yang tinggi sehingga variabel-variabelnya seolah-olah mempunyai hubungan yang erat tetapi tidak mempunyai makna Widarjono, 2007. Oleh karenanya data yang tidak stasioner harus dijadikan stasioner dulu. Ada beberapa cara untuk mengetahui stasioneritas data, diantaranya adalah dengan menggunakan metode grafik atau menggunakan metode akar unit unit root test Winarno, 2007. Untuk menguji stasioneritas data pada penelitian ini dilakukan unit root test berdasarkan Augmented Dickey Fuller ADF test. Hasil analisis menunjukkan, apabila nilai probability lebih kecil dari 0.05 5 persen maka data sudah stasioner. Hasil analisis juga membandingkan nilai absolut t-statistic dengan nilai test critical values pada tingkat 1 persen, 5 persen atau 10 persen. Jika nilai-nilai kritisnya lebih besar dibandingkan dengan nilai t-statistic maka dapat dikatakan bahwa data sudah stasioner dan siap dianalisis lebih lanjut. Hasil uji stasioneritas data variabel-variabel dalam penelitian pada level atau I0 ditampilkan pada Tabel 12. Unit root test dilakukan terhadap sembilan peubah yang digunakan dalam model beras maupun model gula. Data tersebut yaitu harga beras Thailand PRTHAI, harga beras Filipina PRPHP, harga beras Indonesia PRINA, harga gula Thailand PSTHAI, harga gula Filipina PSPHP, harga gula Indonesia PSINA, nilai tukar Thailand ERTHAI, nilai tukar Filipina ERPHP dan nilai tukar Indonesia ERINA. Menurut Widarjono 2007, jika data time series 76 mempunyai akar unit maka dikatakan data tersebut bergerak secara random random walk dan data yang mempunyai sifat random walk dikatakan sebagai data yang tidak stasioner. Tabel 12. Hasil Unit Root Test pada Level Variabel Lag t- Statistic Test Critical Values Probability Hasil 1 5 10 LOG PRTHAI 1 -1.7604 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.3970 Tidak Stasioner LOG PRPHP 1 -1.3805 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.5871 Tidak Stasioner LOG PRINA 1 -0.3536 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.9105 Tidak Stasioner LOG PSTHAI 1 -1.1003 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.7114 Tidak Stasioner LOG PSPHP -0.6838 -3.5256 -2.9030 -2.5889 0.8436 Tidak Stasioner LOG PSINA 1 -1.2813 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.6339 Tidak Stasioner LOG ERTHAI -1.1677 -3.5256 -2.9030 -2.5889 0.6841 Tidak Stasioner LOG ERPHP 1 -1.2283 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.6578 Tidak Stasioner LOG ERINA 1 -1.3813 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.5866 Tidak Stasioner Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa untuk semua variabel yang diuji memiliki nilai probability lebih besar dari 0.05 5 persen dan nilai absolut t- statistic lebih kecil dibandingkan dengan nilai-nilai kritisnya pada tingkat 1 persen, 5 persen atau 10 persen. Pada level atau I0 dapat disimpulkan bahwa data tidak stasioner. Untuk menjadikan data tidak stasioner menjadi stasioner maka data harus didiferensi. Pada tingkat diferensi pertama atau I1, biasanya data sudah menjadi stasioner. Hasil uji stasioneritas data pada tingkat diferensi pertama atau I1 ditampilkan pada Tabel 13. Tabel 13 menunjukkan bahwa semua variabel yaitu LOG PRTHAI, LOG PRPHP, LOG PRINA, LOG PSTHAI, LOG PSPHP, LOG PSINA, LOG ERTHAI, LOG ERPHP dan LOG ERINA nilai probability-nya lebih kecil dari 0.05 5 persen dan nilai absolut t-statistic lebih besar dibandingkan dengan nilai- 77 nilai kritisnya pada tingkat 1 persen, 5 persen atau 10 persen. Dapat disimpulkan bahwa data-data tersebut yang digunakan dalam penelitian ini tidak stasioner pada tingkat level tetapi stasioner pada tingkat diferensi pertama atau I1. Tabel 13. Hasil Unit Root Test pada Tingkat First Difference Variabel Lag t- Statistic Test Critical Values Probability Hasil 1 5 10 LOG PRTHAI -4.3555 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.0008 Stasioner LOG PRPHP -4.7378 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.0002 Stasioner LOG PRINA -5.6260 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.0000 Stasioner LOG PSTHAI 0 -11.8660 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.0001 Stasioner LOG PSPHP -7.5212 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.0000 Stasioner LOG PSINA -5.7435 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.0000 Stasioner LOG ERTHAI -6.4257 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.0000 Stasioner LOG ERPHP -4.4776 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.0005 Stasioner LOG ERINA -6.7277 -3.5270 -2.9036 -2.5892 0.0000 Stasioner Data yang stasioner menggambarkan pergerakan masing-masing variabel dalam periode tertentu. Data time series dikatakan stasioner jika rata-rata, varian dan kovarian pada setiap lag adalah tetap sama konstan pada setiap waktu Widarjono, 2007. Variabel yang stasioner dapat diartikan bahwa tidak terdapat trend dalam pergerakan datanya. Sebaliknya variabel yang tidak stasioner mengindikasikan bahwa data yang ada bergerak dengan trend tertentu. Data yang tidak stasioner jika dianalisis tanpa dilakukan penstasioneran data terlebih dahulu maka akan mengakibatkan dua data yang memiliki pola trend yang sama akan seolah-olah mempunyai hubungan yang erat tetapi tidak mempunyai makna. Hal ini terjadi karena hubungan keduanya yang merupakan data time series hanya menunjukkan trend saja, sehingga akan terjadi kesalahan dalam interpretasi hasil. 78 Variabel yang telah distasionerkan pada level satu memiliki definisi yang agak berubah dibandingkan data awalnya, ini terjadi karena untuk menstasionerkan data maka nilai yang ada sekarang dikurangi dengan nilai pada periode sebelumnya sehingga akan didapatkan nilai perubahannya. Hal ini berimplikasi bahwa data pada tingkat level misalnya menampilkan harga beras Thailand, maka dengan menstasionerkannya pada tingkat satu akan dibaca menjadi data perubahan harga beras Thailand. Hal ini berlaku untuk semua variabel lain yang juga distasionerkan. Pada penelitian ini hasil analisis menunjukkan bahwa semua data stasioner pada tingkat diferensi pertama atau I1 sehingga analisis dapat dilanjutkan pada langkah selanjutnya yaitu pengujian untuk menentukan panjang lag optimal.

5.2.2. Penetapan Tingkat Lag Optimal