28
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Kerjasama Perdagangan di ASEAN
Kerjasama di sektor perdagangan barang diawali dengan ditandatanganinya ASEAN PTA tahun 1977 di Manila yang mulai diberlakukan pada tanggal 1
Januari 1978. Pelaksanaan kerjasama di sektor perdagangan dinilai masih memerlukan berbagai upaya peningkatan, terutama untuk mata dagangan yang
secara nyata diperdagangkan tetapi belum dapat diberikan tingkat preferensi yang memadai. Selain itu, masih diperlukan pula pendekatan yang lebih efisien, baik
dalam prosedur administrasi maupun berbagai upaya untuk mengurangi berbagai hambatan nontarif Ditjen Kerjasama ASEAN Deplu RI, 2007.
Tingkat tarif efektif bersama diberlakukan antara 5-10 persen atas dasar produk per produk, baik produk ekspor maupun impor guna menghilangkan
kendala-kendala perdagangan antarnegara ASEAN. Konsep CEPT ini juga diterapkan pada pengaturan kerjasama ASEAN di bidang industri. Disamping itu,
disepakati juga untuk mengurangi tarif menjadi 0-5 persen bagi 90 persen produk pada tahun 2000 serta untuk mempercepat pemberlakuan tarif 0 persen dan
memindahkan produk-produk yang tidak termasuk dalam pengurangan tarif ke dalam Inclusion List IL. Negara-negara anggota baru ASEAN Kamboja, Laos,
Myanmar dan VietnamCLMV akan memaksimalkan jumlah produk dengan tarif 0-5 persen pada tahun 2003 bagi Vietnam, 2005 bagi Laos dan Myanmar, serta
2007 bagi Kamboja. Mereka juga akan memperluas jumlah cakupan produk dengan tarif 0-5 persen pada 2006 bagi Vietnam, 2008 bagi Laos dan Myanmar,
serta 2010 bagi Kamboja Ditjen Kerjasama ASEAN Deplu RI, 2007.
29 Pelaksanaan AFTA telah mengalami beberapa kali percepatan. Pada tahun
1995 disepakati Agenda of Greater Economic Integration yang antara lain berisi komitmen untuk mempercepat pemberlakuan AFTA dari 15 tahun menjadi 10
tahun, atau yang semula tahun 2008 menjadi 2003. Pada tahun 1999, para Pemimpin ASEAN memutuskan untuk melakukan percepatan dalam pencapaian
tarif nol persen dalam kerangka AFTA bagi ASEAN-6 yang dijadwalkan pada tahun 2010. Sementara keempat negara anggota baru CLMV dijadwalkan pada
tahun 2015 dengan fleksibilitas. AFTA saat ini telah terbentuk dengan sendirinya, dimana negara-negara
anggota ASEAN telah membuat langkah-langkah maju dalam menurunkan tarif intraregional melalui mekanisme CEPT for AFTA. Sampai saat ini tercatat lebih
dari 99 persen produk yang masuk dalam daftar IL untuk negara-negara ASEAN- 6 Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand
telah diturunkan menjadi sekitar 0-5 persen. Negara-negara CLMV juga tidak ketinggalan jauh dalam pelaksanaan komitmen CEPT dimana hampir 80 persen
produk mereka telah masuk dalam IL dan 66 persen dari produk-produk tersebut telah memiliki tarif antara 0-5 persen. Hingga tahun 2006, rata-rata CEPT
ASEAN-6 adalah 1.74 persen, CLMV 4.65 persen dan ASEAN secara keseluruhan 2.82 persen Ditjen Kerjasama ASEAN Deplu RI, 2007. Tabel 4
memperlihatkan tarif beras dan gula dalam mekanisme CEPT di Thailand, Filipina dan Indonesia.
Tarif adalah sejenis pajak yang dikenakan atas barang-barang yang diimpor. Ada dua jenis tarif yaitu tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang
yang diimpor dan tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan
30 persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor. Pada kasus ini tarif
menimbulkan dampak berupa kenaikan harga atau biaya pengiriman barang produk impor ke suatu negara Krugman dan Obstfeld, 2004.
Tabel 4. Tarif Beras dan Gula dalam Mekanisme Common Effective Preferential Tariff Rates
2007 di Thailand, Filipina dan Indonesia
Kode AHTN 2007
Deskripsi Thailand
Filipina Indonesia
1006.00.00 - Beras
5 SL
HSL 1701.11.00
- - Gula Tebu 5
38 HSL
1701.11.00.10 ---ICUMSA minimal 1200
5 38
HSL 1701.11.00.90
---Lainnya 5
38 HSL
Sumber: ASEAN Secretariat, 2007
Masing-masing negara anggota ASEAN khususnya Thailand, Filipina dan Indonesia menetapkan kebijakan tarif yang berbeda-beda dalam perdagangan
beras dan gula. Thailand sudah memasukkan komoditi beras dan gula ke dalam CEPT Rates 2007 dengan besaran tarif 5 persen. Berbeda dengan Filipina yang
menetapkan beras sebagai produk dengan status Sensitive List SL sedangkan gula sudah ditetapkan tarifnya sebesar 38 persen. Indonesia bahkan memasukkan
beras dan gula ke dalam status High Sensitive List HSL. Kebijakan nontarif merupakan instrumen kebijakan perdagangan yang
sangat sering diterapkan selain kebijakan tarif. Salah satu kebijakan nontarif adalah kuota, yaitu pembatasan secara langsung terhadap jumlah impor atau
ekspor. Kuota bisa berupa pembatasan kuantitas pasokan atau bisa juga pembatasan nilai. Kuota impor merupakan pembatasan langsung atas jumlah
barang yang boleh diimpor, biasanya pembatasan diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada beberapa kelompok individu atau perusahaan
31 domestik untuk mengimpor suatu produk tertentu. Kuota impor dapat digunakan
untuk melindungi sektor pertanian atau sektor industri domestik tertentu Salvatore, 1997.
Komoditi pangan khususnya beras dan gula merupakan komoditas yang masih memiliki nilai strategis dan politis. Karenanya kebijakan yang diterapkan
selalu bersifat protektif. Masing-masing negara anggota ASEAN menetapkan kebijakan perdagangan yang berbeda-beda untuk setiap komoditi yang
diperdagangkan. Berdasarkan informasi dari ASEAN Secretariat 2007, di bawah ini dituliskan beberapa kebijakan nontarif Nontariff MeasuresNTMs
untuk perdagangan beras dan gula di negara Thailand, Filipina dan Indonesia berdasarkan Harmonized System HS.
1. Kebijakan Perdagangan Beras dan Gula di Thailand Pemerintah Thailand membuat peraturan yang ketat untuk impor beras.
Dapat dilihat bahwa pemerintah Thailand sangat melindungi petani berasnya dengan membuat kebijakan perdagangan beras per jenis produk berdasarkan HS,
mulai dari beras berkulit sampai dengan beras pecah. Kebijakan tarif dan kuota diberlakukan untuk impor beras. Hal ini dilakukan untuk melindungi pendapatan
petani lokal. Selain itu juga diberlakukan lisensi impor. Impor beras yang dilakukan di Thailand harus memenuhi syarat-syarat tertentu, diantaranya
Phytosanitary Certificate dan melalui karantina tumbuhan. Beras yang diimpor
harus memiliki kualitas dan standar tertentu. Tidak berbeda dengan impor beras, untuk impor gula pemerintah juga menerapkan kebijakan tarif dan kuota. Tabel 5
memperlihatkan kebijakan nontarif yang ditetapkan pemerintah Thailand untuk komoditi beras dan gula.
32 Tabel 5. Kebijakan Perdagangan Nontarif di Thailand, Tahun 2007
No. Kode HS digit
Deskripsi HS
Tipe NTMs
Deskripsi NTMs Sumber
2 4
6
1 10
1006 1006.10
Beras berkulit TRQ
Impor beras tunduk pada TRQ tariff rate quotas dimana
Thailand berkomitmen di bawah WTO, dengan tujuan untuk mengamankan
pendapatan petani lokal. Lisensi impor diperlukan oleh DFT.
Departemen Perdagangan
Luar Negeri, Menteri
Perdagangan.
2 10
1006 1006.10
Beras berkulit Aturan Teknis.
Impor harus disertai sertifikat Phytosanitary dan harus diinspeksi di
bandara masuk berdasarkan UU Karantina Tumbuhan.
Impor beras dari Jepang, Filipina, India, Srilanka dan Cina tidak diizinkan
berdasarkan UU Karantina Tumbuhan Larangan bahan mentah.
Departemen Pertanian,
Menteri Pertanian dan
Menteri Kesehatan
Masyarakat.
3 10
1006 1006.20 Gabah dikuliti
TRQ Impor beras tunduk pada
TRQ tariff rate quotas dimana Thailand berkomitmen di bawah WTO,
dengan tujuan untuk mengamankan pendapatan petani lokal. Lisensi impor
diperlukan oleh DFT. Departemen
Perdagangan Luar Negeri,
Menteri Perdagangan.
4 10
1006 1006.20 Gabah dikuliti
Aturan Teknis.
Harus memenuhi kualitas dan standar tertentu.
Menteri Kesehatan
Masyarakat. 5
10 1006 1006.20 Gabah dikuliti
Aturan Teknis.
Impor harus disertai sertifikat Phytosanitari dan harus diinspeksi di
bandara masuk berdasarkan UU Karantina Tumbuhan.
Impor beras dari Jepang, Filipina, India, Srilanka dan Cina tidak diizinkan
berdasarkan UU Karantina Tumbuhan Larangan bahan mentah.
Departemen Pertanian,
Menteri Pertanian dan
Menteri Kesehatan
Masyarakat.
6 10
1006 1006.30 Beras setengah
giling atau digiling
seluruhnya, disogoh,
maupun tidak TRQ
Impor beras tunduk pada TRQ tariff rate quotas dimana
Thailand berkomitmen di bawah WTO, dengan tujuan untuk mengamankan
pendapatan petani lokal. Lisensi impor diperlukan oleh DFT.
Departemen Perdagangan
Luar Negeri, Menteri
Perdagangan.
7 10
1006 1006.30 Beras setengah
giling atau digiling
seluruhnya, disogoh,
maupun tidak Aturan
Teknis. Impor harus disertai sertifikat
Phytosanitari dan harus diinspeksi di bandara masuk berdasarkan UU
Karantina Tumbuhan. Harus memenuhi kualitas dan standar
tertentu. Departemen
Pertanian, Menteri
Pertanian dan Menteri
Kesehatan Masyarakat.
8 10
1006 1006.40 Beras pecah
TRQ Impor beras tunduk pada
TRQ tariff rate quotas dimana Thailand berkomitmen di bawah WTO,
dengan tujuan untuk mengamankan pendapatan petani lokal. Lisensi impor
diperlukan oleh DFT. Departemen
Perdagangan Luar Negeri,
Menteri Perdagangan.
9 10
1006 1006.40 Beras pecah
Aturan Teknis.
Impor harus disertai sertifikat Phytosanitari dan harus diinspeksi di
bandara masuk berdasarkan UU Karantina Tumbuhan.
Harus memenuhi kualitas dan standar tertentu.
Departemen Pertanian,
Menteri Pertanian dan
Menteri Kesehatan
Masyarakat.
10 17
1701 Gula
Lisensi tidak otomatis,
TRQ. Impor gula tunduk pada
TRQ tariff rate quotas dimana Thailand berkomitmen di bawah WTO,
untuk melindungi petani lokal. Lisensi impor diperlukan oleh DFT untuk
alokasi quota. Departemen
Perdagangan Luar Negeri,
Menteri Perdagangan.
Sumber: ASEAN Secretariat, 2007
33 2. Kebijakan Perdagangan Beras dan Gula di Filipina
Pemerintah melakukan aturan kontrol kuantitas atau jumlah kuota untuk impor gula
.
Kuota impor gula tebu atau gula bit dan sukrosa murni kimiawi ditetapkan secara tahunan dan dialokasikan kepada importir yang terdaftar dimana
yang pertama datang yang pertama dilayani. Impor gula mengacu kepada Minimum Access Volume
MAV dan Tariff Rate Quotas TRQs. Di bawah skema CEPT, Filipina tidak membuat perjanjian TRQ. Secara lebih rinci dapat
dilihat pada Tabel 6 tentang kebijakan nontarif yang ditetapkan pemerintah Filipina untuk komoditi gula.
Tabel 6. Kebijakan Perdagangan Nontarif di Filipina, Tahun 2007
No. Kode HS
digit Deskripsi
HS Tipe NTMs
Deskripsi NTMs Keterangan
2 4
6
1 17
1701 -
Gula tebu atau gula bit
dan sukrosa murni
kimiawi, dalam bentuk
padat Aturan Kontrol
Kuantitasjumlah- Quota.
Quota impor gula tebu atau gula bit ditetapkan secara
tahunan dan dialokasikan kepada yang pertama datang
yang pertama dilayani
langsung untuk importir yang terdaftar.
Di bawah skema CEPT, Filipina tidak membuat
perjanjian TRQ.
2 17
1701 -
Gula tebu atau gula bit
dan sukrosa murni
kimiawi, dalam bentuk
padat Aturan Kontrol
Kuantitasjumlah- Quota.
Quota impor sukrosa murni kimiawi ditetapkan secara
tahunan dan dialokasikan kepada yang pertama datang
yang pertama dilayani
langsung untuk importir yang terdaftar.
Di bawah skema CEPT, Filipina tidak membuat
perjanjian TRQ.
3 17
- Gula
Aturan Kontrol Kuantitasjumlah-
Quota. Impor gula mengacu kepada
minimum access volume MAV tariff-rate quotas
TRQs. Aministrative Order A.O. 9 tahun 1996, diubah
oleh A.O. 8 tahun 1997 dan A.O. 1 tahun 1998,
ditetapkannya peraturan ini untuk penerapan TRQ dan
pengalokasian lisensi impor. Di bawah skema CEPT,
Filipina tidak membuat perjanjian TRQ.
Sumber: ASEAN Secretariat, 2007
3. Kebijakan Perdagangan Beras dan Gula di Indonesia Impor beras di Indonesia dilaksanakan melalui dua cara, yaitu impor
berdasarkan satu saluran yang dimonopoli oleh Badan Urusan Logistik Bulog
34 sebagai lembaga yang mengurus kebutuhan logistik nasional, dan impor yang
dilakukan berdasarkan lisensi impor Nomor Pengenal Importir KhususNPIK. Untuk komoditi gula, intervensi pemerintah dilakukan dengan cara kontrol impor
melalui registrasi produk oleh Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan BPOM. Sejalan dengan impor beras, impor gula juga dilakukan berdasarkan
lisensi impor. Tabel 7 memperlihatkan kebijakan nontarif yang ditetapkan pemerintah Indonesia untuk komoditi beras dan gula.
Tabel 7. Kebijakan Perdagangan Nontarif di Indonesia, Tahun 2007
No. Kode HS digit
Deskripsi HS Tipe NTMs
Deskripsi NTMs 2
4 6
1 10
1006 Beras
Aturan Monopoli -satu saluran impor-
administrasi perdagangan Negara.
Impor beras dan bahan mentah lainnya hanya bisa dilakukan
oleh Bulog, lembaga logistik nasional.
2 10
1006 Beras
Lisensi impor otomatis. Aturan
MIT:141MPPKep32002: Lisensi impor Nomor Pengenal
Importir Khusus NPIK.
3 17
1701 1701.11
Gula Kontrol impor.
Impor gula membutuhkan registrasi produk yang
dikeluarkan oleh BPOM dengan proses lebih dari 3 bulan.
4 17
1701 Gula tebu dan
gula bit Lisensi impor otomatis.
Aturan MIT:141MPPKep32002:
Lisensi impor Nomor Pengenal Importir Khusus NPIK.
Sumber: ASEAN Secretariat, 2007
Menurut Krugman dan Obstfeld 2004, praktik pembatasan impor selalu meningkatkan harga barang yang diimpor di pasar dalam negeri. Akibat langsung
jika impor dibatasi adalah bahwa pada tingkat harga semula sebelum ada pembatasan permintaan untuk barang yang bersangkutan lebih besar daripada
penawaran domestik ditambah impor. Keadaan ini menyebabkan harga lebih tinggi sampai terciptanya keseimbangan baru. Perbedaan dampak yang
ditimbulkan oleh kuota dari yang ditimbulkan oleh tarif adalah bahwa dengan menerapkan kuota pemerintah tidak memperoleh pendapatan secara langsung.
35 Jika pemerintah memberlakukan kuota untuk membatasi impor, maka besarnya
pendapatan yang akan diperoleh dilakukan dengan cara memungutnya dari siapa saja yang menerima lisensi impor. Pemegang lisensi dapat mengimpor suatu
produk yang dikenai kuota dan menjualnya di dalam negeri dengan harga yang lebih tinggi. Keuntungan yang diperoleh pemegang lisensi itu dikenal sebagai
rente kuota.
2.2. Dampak Intervensi Pemerintah terhadap Perdagangan