Gambar 33
Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik
SDI Teri Dari hasil analisis dengan beberapa tingkat
discount rate di atas, pada masing-masing sumberdaya ikan tampak bahwa semakin tinggi tingkat
discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin kecil, begitu pula
sebaliknya, semakin rendah tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang
diperoleh akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fauzi A 2004; Clark CW 1976 bahwa apabila nilai
discount rate sangat tinggi dan mendekati tak hingga, maka
net price atau rente sumberdaya akan sama dengan nol, hal ini identik dengan pengelolaan sumberdaya perikanan dalam
kondisi akses terbuka open access. Sebaliknya, jika nilai discount rate sama dengan nol, maka rente
sumberdaya akan semakin besar, hal ini identik dengan maksimasi rente sumberdaya dalam kondisi MEY.
5.11 Implikasi Kebijakan
Tujuan pengelolaan perikanan termasuk di dalamnya perikanan tangkap sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang
Perikanan mengandung beberapa makna, diantaranya adalah melakukan pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan berkelanjutan, meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan nelayan, serta meningkatkan peran perikanan tangkap terhadap pembangunan perikanan nasional
Sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open access dan common
property, artinya pemanfaatan ikan bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum, tanpa ada pengelolaan. Konsekuensi dari sifat
sumberdaya seperti ini adalah munculnya gejala eksploitasi berlebih over
exploitation, investasi berlebih over investment dan tenaga kerja berlebih over employment. Dalam kondisi seperti ini, jika tidak segera diambil kebijakan yang
tepat, maka sulit rasanya untuk mencapai tujuan pengelolaan perikanan yang telah digariskan di atas.
Begitu pula dengan yang terjadi pada sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akses negatif dari
pengelolaan ikan selama kurun waktu dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2006 sudah nampak, hal ini diketahui dari kecenderungan menurunnnya produksi
sumberdaya ikan dari tahun ke tahun, karena tingginya tingkat aktivitas penangkapan
overfishing. Kondisi ini kemudian menimbulkan dampak berupa inefisiensi ekonomi
economic inefficiency, karena selain menghilangkan potensi rente ekonomi sumberdaya, juga terjadi kondisi berlebihnya faktor produksi yang
seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan ekonomi lainnya yang lebih produktif. Model pendekatan
MSY merupakan model pendekatan optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan dalam perspektif biologi yang hanya
memperhatikan aspek biologi saja. Penggunaan pendekatan model MSY dalam
pemanfaatan sumberdaya ikan memiliki beberapa kelemahan yang cukup mendasar sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Dalam perspektif bioekonomi, pemanfaatan sumberdaya ikan bertujuan untuk memaksimumkan manfaat ekonomi dengan tetap menjaga kelestariaan
sumberdaya ikan atau dengan kata lain bagaimana manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan dapat diperoleh secara berkelanjutan. Analisis bioekonomi
dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan statik dan pendekatan dinamik. Pendekatan statik adalah pendekatan yang menggabungkan parameter
biologi dan ekonomi dalam analisisnya, tetapi tidak memasukkan faktor waktu. Pendekatan dinamis adalah pendekatan yang sama dengan pendekatan statik,
tetapi memasukkan faktor waktu dalam analisisnya. Pendekatan statik, seperti MEY memiliki kelemahan yang cukup serius dalam analisisnya, kelemahan
mendasar dari pendekatan optimasi statik, karena tidak memasukkan faktor waktu dalam analisisnya, hal ini bisa menyebabkan masalah serius dalam penegelolaan
sumberdaya ikan, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil perbandingan dari beberapa model optimasi diatas, diperoleh data
bahwa model optimasi dinamik memberikan rente ekonomi yang lebih tinggi dari model optimasi yang lain pada semua jenis sumberdaya ikan dengan tetap
menjaga kelestarian dan keberlangsungan dari sumberdaya ikan. Dari hasil perhitungan nilai optimal pemanfaatan masing-masing sumberdaya ikan dengan
pendekatan optimasi dinamik pada tingkat discount rate sebesar 2,82, 12,18,
15 diperoleh data pemanfaatan pengelolaan optimal sumberdaya perikanan, sebagaimana yang tersaji pada Tabel 40.
Dari data tersebut di atas terlihat dengan jelas bahwa pemanfaatan optimal sumberdaya perikanan dengan pendekatan dinamik sangat dipengaruhi oleh
discount rate yang berlaku, dimana semakin rendah discount rate, maka pemanfaatan sumberdaya ikan akan lebih bersahabat dengan lingkungan, dan
semakin meningkatkan rente ekonomi yang diperoleh. Sebaliknya, semakin tinggi
discount rate yang digunakan, maka berdampak pada semakin tingginya tingkat
effort, sehingga akan menurunkan produksi dan rente ekonomi yang bisa diperoleh. Pada Tabel 40 terlihat bahwa rente ekonomi optimal pada masing-
masing sumberdaya ikan diperoleh pada tingkat discount rate sebesar 2,82 .
Pada sumberdaya ikan pelagis kecil, volume produksi optimal sebesar 3.724,57 ton per tahun diperoleh pada tingkat
effort optimal sebanyak 2.010 trip per tahun, dengan tingkat
CPUE sebesar 1.853,02 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp742.749,60 juta per tahun. Jumlah total alat
tangkap yang optimal sebanyak 2.123 unit, dengan perincian 199 unit setingkat payang dan 1.924 unit setingkat jaring insang.
Tingkat produksi optimal sumberdaya ikan pelagis besar 5.928,03 ton per tahun diperoleh pada tingkat
effort optimal sebanyak 1.504 trip per tahun, dengan tingkat
CPUE sebesar 3.941,51 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp1.590.491,99 juta per tahun. Jumlah total alat tangkap yang optimal
sebanyak 2.078 unit, dengan perincian 128 unit setingkat pancing tonda dan 1.950 unit setingkat jaring insang.
Tabel 40 Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan
Pelagis Kecil Aktual
Optimal Dinamik δ = 2,82
δ = 12,18 δ = 15
Produksi h ton
1.565,25 3.724,57
3.713,65 3.703,72
Effort E trip 4.146
2.010 2.145 2.186
CPUE Kg per trip 377,53
1.853,02 1.731,31
1.694,29 Rente
π Rp juta 7.634,41
742.749,60 180.843,76
146.008,46 Alat Tangkap unit
4.380 2.123
2.266 2.309
Pelagis Besar Aktual
Optimal Dinamik δ = 2,82
δ = 12,18 δ = 15
Produksi h ton
3.159,03 5.928,03
5.918,94 5.911,93
Effort E trip 3.061
1.504 1.567 1.587
CPUE Kg per trip 1.032,03
3.941,51 3.777,24
3.725,22 Rente
π Rp juta 21.154,51
1.590.491,99 388.945,63
314.858,92 Alat Tangkap unit
4.230 2.078
2.165 2.193
Demersal Aktual Optimal Dinamik
δ = 2,82 δ = 12,18
δ = 15
Produksi h ton
1.068,04 1.867,23
1.866,99 1.864,83
Effort E trip 1.680
1.749 1.844 1.873
CPUE Kg per trip 635,74
1.067,60 1.012,47
995,64 Rente
π Rp juta 7.378,47
548.062,86 141.244,23
114.212,49 Alat Tangkap unit
4.230 4.404
4.643 4.716
Teri Aktual Optimal Dinamik
δ = 2,82 δ = 12,18
δ = 15
Produksi h ton
267,19 558,85
563,09 564,05 Effort E trip
1.640 537
560 567 CPUE Kg per trip
162,92 1.040,69
1.005,52 994,80 Rente
π Rp juta 58,11
50.412,12 12.324.88 9.976.11
Alat Tangkap unit
21 7
7 7
Sumber : Data diolah
Tingkat produksi optimal sumberdaya ikan demersal sebesar 1.867,23 ton per tahun diperoleh pada tingkat
effort optimal sebanyak 1.749 trip per tahun, dengan tingkat
CPUE sebesar 1.067,60 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp548.062,86 juta per tahun. Jumlah total alat tangkap yang
optimal untuk ekstraksi sumberdaya ikan demersal adalah sebanyak 4.404 unit, dengan perincian 272 unit setingkat alat tangkap pancing dan 4.132 unit setingkat
alat tangkap jaring insang.
Pada sumberdaya ikan teri, tingkat produksi optimal sumberdaya ikan teri sebesar 558,85 ton per tahun diperoleh pada tingkat
effort optimal sebanyak 537 trip per tahun, dengan tingkat
CPUE sebesar 1.040,69 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp58,11 juta per tahun. Jumlah total alat
tangkap yang optimal untuk ekstraksi sumberdaya ikan teri adalah sebanyak 7 unit setingkat alat tangkap bagan.
Dari data tersebut di atas terlihat dengan jelas bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Balikpapan selama ini belum berjalan dengan
optimal, sehingga berdampak pada minimnya produksi dan manfaat ekonomi yang diperoleh nelayan. Oleh karena itu, pemerintah Kota Balikpapan harus
segera melakukan pembenahan, membuat kebijakan antisipatif dan strategis sebagai solusi dari permasalahan pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan
Balikpapan. Sehubungan dengan hal itu, dengan berdasar pada hasil penelitian ini, berikut beberapa rekomendasi alternatif kebijakan yang diajukan, yaitu :
1 Membuat dan Menetapkan regulasi tentang pemanfaatan sumberdaya
perikanan pelagis dan demersal di Perairan Balikpapan yang meliputi tingkat effort optimal, volume produksi optimal , CPUE optimal dengan mengacu
pada pendekatan optimal dinamik pada tingkat discount rate yang rendah,
sehingga tercapainya rente ekonomi yang optimal sebagaimana yang dihasilkan dalam penelitian ini.
2 Membuat regulasi tentang rasionalisasi jumlah alat tangkap. Kebijakan ini
bertujuan untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dari jumlah alat tangkap yang berlebih, juga dari alat tangkap yang bersifat destruktif. Kebijakan ini
memiliki cost dan resistensi yang cukup tinggi, karena dengan kebijakan
mengurangi alat tangkap dan membatasi alat tangkap, apabila memang sudah berlebih, berarti menuntut harus ada yang dikorbankan, kondisi ini sama
halnya dengan menghalangi seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 3
Penetapan kuota atas produksi. Pembatasan produksi akan mengurangi tingkat upaya, sehingga akan mencegah terjadinya
biological dan economical overfishing, implikasinya akan menurunkan suplai ikan di pasar, sehingga
dapat meningkatkan harga ikan. Dengan meningkatnya harga ikan, maka pendapatan nelayan akan meningkat, sehingga akan mendorong kembali
peningkatan upaya.
4 Menciptakan daerah-daerah perlindungan laut marine protected areas. Opsi
ini adalah kunci keberhasilan pengelolaan perikanan berbasis lingkungan. Sama halnya dengan makhluk hidup lainnya, di mana diperlukan tempat yang
aman dari pemangsaan, demikian pula halnya dengan populasi ikan di laut. Dengan diciptakannya daerah-daerah
zones yang aman di dalam daerah perlindungan laut dari penangkapan
partial no-take zones, maka diharapkan populasi ikan yang telah mengalami tangkap lebih akan pulih.
5 Penetapan schedule of catch. Kebijakan penetapan jadwal penangkapan ikan
dilatarbelakangi oleh banyaknya kendala dalam implementasi kebijakan untuk mengurangi dan mengontrol peningkatan jumlah alat tangkap. Dengan
kebijakan ini diharapkan tidak ada yang dikorbankan terutama para nelayan, karena masih bisa melaut. Penjadwalan ini diatur sedemikian rupa, sehingga
tingkat produksi effort dan manfaat rente yang diperoleh tetap dalam kondisi
yang optimal. 6
Melakukan monitoring, controlling dan law enforcement penegakkan hukum, kebijakan ini bertujuan agar produksi aktual yang dihasilkan tidak
melebihi kapasitas dari produksi optimal yang seharusnya dihasilkan, juga untuk meminimalkan praktek pencurian ikan, hasil tangkapan yang tidak
dilaporkan unreported catch, penangkapan yang merusak ekosistem
destructive fishing. 7
Kebijakan terakhir sebagai pelengkap dan penyempurna dari kebijakan tersebut di atas adalah kebijakan
human development, mengingat manusia adalah pelaku utama dalam aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan.
Kebijakan sehebat apa pun atau sebagus apa pun seringkali terlihat mentah di lapangan, tidak memberikan dampak apa-apa sebagaimana tujuan dari
ditetapkannya kebijakan tersebut, jika tidak didukung sendiri oleh para pelaku utama dari kebijakan tersebut, baik pembuat kebijakan atau pun yang harus
melaksanakan kebijakan. Kebijakan ini ditujukan bagi peningkatan kualitas dan profesionalitas para pemegang kebijakan dan pengelola perikanan, juga
ditujukan kepada para nelayan dalam bentuk memberikan penyadaran, sosialisasi, pemahaman, rasa memiliki dan rasa tanggung jawab akan
pentingnya pembangunan perikanan yang berkelanjutan bagi kehidupan
dikemudian hari, pentingnya memanfaatkan sumberdaya ikan agar memberikan manfaat ekonomi yang optimal secara terus menerus.
Selain rekomendasi tersebut di atas, dalam hal pengelolaan perikanan, Pemerintah Kota Balikpapan diharapkan juga mengacu pada kode etik
pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab Code of Conduct for Responsible
Fisheries, CCRF yang telah dicanangkan oleh badan dunia yang menangani pangan dan pertanian
Food and Agriculture Organization, FAO pada tahun 1995. Banyak hal penting yang perlu menjadi perhatian dalam mengaplikasikan
pengelolaan sumberdaya ikan yang bertanggung jawab di Perairan Balikpapan sebagaimana terkandung dalam butir-butir isi
CCRF, antara lain : 1
Negara dan pengguna sumberdaya perikanan harus menjaga ekosistem perairan, dan hak menangkap ikan harus disertai dengan kewajiban
menangkap ikan dengan cara yang bertanggung jawab. 2
Negara harus mencegah terjadinya tangkap lebih overfishing dan menjaga agar penangkapan sesuai dengan daya lingkungan
carrying capacity. 3
Kebijakan pengelolaan perikanan harus didasarkan pada adanya bukti ilmiah terbaik yang tersedia.
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan