Analisis Sistem Tataniaga Kakao Biji Kakao

11 Tabel 7. Penelitian Terdahulu Mengenai Kakao No Nama Topik Bahasan 1. Idris 2006 Analisis Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat Di Kabupaten Buru Provinsi Maluku Pengembangan Kakao 2. Rahmanu 2011 Analisis Daya Saing Industri Pengolahan dan Hasil Olahan Kakao Indonesia Analisis Daya Saing 3. Ali dan Rukka 2011 Peran Pedagang Kakao dalam Peningkatan Efisiensi Pasar di Sulawesi Selatan Peningkatan Efisiensi Pasar

2.2 Analisis Sistem Tataniaga Kakao Biji Kakao

Penelitian Putri 2009 berjudul Penanganan Pasca Panen dan Pemasaran Biji Kakao di Kecamatan Simpang Alahan Mati Kabupaten Pasaman ini mengidentifikasi perbedaan penanganan pasca panen antara Biji Kakao fermentasi dan Biji Kakao non fermentasi dari aspek teknis dan ekonomis serta untuk menganalisa saluran pemasaran dan margin tataniaga Biji Kakao di Kecamatan Simpang Alahan Mati. Kegiatan pemasaran menurut peneliti ini dilakukan secara berantai dari tingkat petani sampel hingga tingkat eksportir di Padang. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh, bahwa pengolahan Biji Kakao fermentasi secara teknis membutuhkan waktu 9 - l1 hari, sedangkan Biji Kakao non fermentasi membutuhkan waktu 4 – 6 hari. Secara ekonomis, harga Biji Kakao fermentasi sekitar Rp.21.500 - Rp.23.000 per kilogram dan Biji Kakao non fermentasi sekitar Rp. 19.000 - Rp. 2l .000 per kilogram. Pada daerah penelitian, ditemukan dua bentuk pola saluran pemasaran, yaitu pola I : Petani - Pedagang Pengumpul - Pedagang Antar Daerah - Eksportir sebanyak 71,92 persen dan pola II : Petani - Pedagang Antar Daerah - Eksportir sebanyak 28,080 . Pendapatan petani dalam 100 kilogram Biji Kakao basah pada pola saluran l, dalam bentuk Biji Kakao fermentasi Rp. 1.265.179 dan dalarn bentuk non fermentasi Rp. 1.326.104,22. Sedangkan pada pola saluran II, dalam bentuk fermentasi Rp. 1.308.492 dan non fermentasi Rp. 1.385.236. Hal ini terlihat, bahwa pendapatan petani yang menjual Biji Kakao non fermentasi, baik pada pola saluran I dan II lebih tinggi dibandingkan petani yang menjual dalam bentuk Biji Kakao fermentasi. Dari segi teknis, pengolahan Biji Kakao secara fermentasi membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan pengolahan secara non 12 fermentasi. Pada daerah penelitian, peranan kelompok tani dalam bidang pemasaran belum optimal. Penelitian Sisfahyuni, Ludin, Taufik, Yantu MR 2008 berjudul Efisiensi Tataniaga Komoditas Kakao Biji Asal Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah ini bertujuan menghitung efisiensi tataniaga komoditas Biji Kakao asal Kabupaten Parigi. Pendekatan yang dilakukan oleh peneliti menggunakan analisis margin tataniaga. Asumsi yang digunakan oleh peneliti adalah bahwa efisiensi tataniaga komoditi Kakao biji berbanding lurus dengan efektivitas pasar komoditi tersebut. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa tataniaga Biji Kakao di Kabupaten Parigi tergolong efisien, karena pasangan efektif yang diindikasikan oleh persentase harga yang diterima oleh petani Kakao lebih besar daripada 75 persen yaitu 83 persen. Namun, dalam penelitian disebutkan bahwa sebenarnya efisiensi pasar tersebut adalah semu, karena berdasarkan kontrak kemitraan petani dengan pedagang pengumpul di mana petani harus menjual kepada pedagang pengumpul tertentu, karena telah meminjam uang. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti bahwa Biji Kakao petani di hargai dengan harga berlaku, tetapi petani harus membayar bunga pinjaman yang diistilahkan bonus kepada pedagang pengumpul setiap transaksi dan bonus yang disetorkan adalah menyerahkan bonus 4 kilogram setiap transaksi, hal tersebut berarti bahwa persentase harga Biji Kakao yang diterima petani sebenarnya secara riil adalah rendah. Jadi, bentuk kemitraan yang berlangsung selama ini sebenarnya merugikan petani Biji Kakao. Penelitian Septria 2011 berjudul Analisis Perbandingan Tingkat Keuntungan Petani dengan Tingkat Keuntungan Perdagangan dalam Pemasaran Kakao di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok tentang analisa perbandingan tingkat keuntungan petani dengan tingkat keuntungan pedagang dalam pemasaran Kakao di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok telah dilaksanakan di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa terdapat dua saluran tataniaga Kakao di Kecamatan Kubung, yaitu 1 petani menjual kepada pedagang pengumpul, pedagang pengumpul menjual Kakao kepada pedagang besar, dan terakhir pedagang besar menjual Kakao kepada eksportir, dan 2 petani menjual Kakaonya kepada pedagang besar, kemudian 13 pedagang besar menjual kembali kepada eksportir. Diantara 2 saluran ini saluran II merupakan saluran tataniaga Kakao yang efisien karena saluran yang dilalui lebih pendek sehingga tingkat keuntungan yang diperoleh oleh petani lebih tinggi dibandingkan dengan saluran I. Petani memperoleh keuntungan yang paling besar dibandingkan dengan pedagang perantara baik pada saluran tataniaga Kakao I saluran I maupun saluran tataniaga Kakao II saluran II. Pada saluran tataniaga Kakao I saluran I, tingkat keuntungan yang diperoleh oleh petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan eksportir berturut – turut adalah sebesar 41,10 persen, 6,36 persen, 4,48 persen, dan 6,43 persen terhadap harga ekspor dengan total keuntungan yang diperoleh lembaga niaga sebesar Rp. 16.926,66 per kilogram. Saluran tataniaga Kakao II saluran II tingkat keuntungan petani, pedagang besar, dan eksportir berturut – turut sebesar 41,77 persen, 9,29 persen, dan 8,15 persen terhadap harga ekspor dengan total keuntungan yang diperoleh lembaga niaga sebesar Rp. 17.171,59 per kilogram. Penelitian Wally 2001 berjudul Analisis Ekonomi Tataniaga Kakao Rakyat dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Opsi Kelembagaan Tataniaga Petani Kakao Kabupaten Jayapura ini bertujuan menganalisis struktur dan sistem tataniaga dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta dampaknya terhadap peningkatan produksi Kakao rakyat. Serta menganalisis bentuk-bentuk kelembagaan tataniaga Kakao rakyat dan faktor-faktor yang mempengaruhi opsi petani terhadap kelembagaan tataniaga dalam menjual Biji Kakao. Dari hasil peneletian menunjukkan bahwa struktur pasar Biji Kakao di daerah penelitian bersifat oligopsonistik yang mempunyai kecenderungan mengarah ke pasar lebih bersaing. Sedangkan untuk margin tataniaga pada kelembagaan kemitraan jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kelembagaan tradisional. Harga Biji Kakao di tingkat petani pada kelembagaan kemitraan lebih dominan dipengaruhi oleh persentase perubahan yang terjadi pada harga di pasar lokal, sedangkan pada kelembagaan tradisional pembentukan harga dipengaruhi oleh tingkat harga FOB Free On Board di Jayapura sebagai pasar acuan. Penelitian Rahman, Kadir 2006 berjudul Analisis Saluran dan margin Pemasaran Kakao di Desa Timbuseng Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa ini bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran Kakao dan besarnya margin 14 yang diterima oleh petani pada setiap lembaga pemasaran. Hasil analisis terdapat tiga saluran pemasaran yang dimana dari ketiga saluran tersebut menunjukan saluran yang ketiga menunjukkan saluran pemasaran III sangat menguntungkan yaitu sebesar Rp. 11.045,- dengan margin pemasaran sebesar 20,11 persen atau Rp 655 per kilogram dimana petani langsung menjual Kakaonya ke pedagang besar eksportir. Petani Kakao masih perlu bimbingan secara berketerlanjutan terutama dalam hal pemasaran. Berdasarkan dari penelitian yang terdahulu dapat disimpulkan untuk tataniaga Biji Kakao saluran pemasarannya tidak terlalu panjang yaitu paling panjang hanya sampai saluran tiga. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk saluran pemasaran Biji Kakao memiliki karakteristik yang hampir sama di tempat yang berbeda. 15 Tabel 8 . Penelitian Terdahulu Mengenai Analisis Sistem Tataniaga No Nama Topik Metode 1. Putri 2009 Penanganan Pasca Panen dan Pemasaran Biji Kakao di Kecamatan Simpang Alahan Mati Kabupaten Pasaman Margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya 2. Sisfahyuni, Ludin, Taufik, Yantu 2008 Efisiensi Tataniaga Komoditas Kakao Biji Asal Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah - Margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya. - Analisis regresi linear berganda 3. Septria 2011 Analisis Perbandingan Tingkat Keuntungan Petani dengan Tingkat Keuntungan Perdagangan dalam Pemasaran Kakao di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok Margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya 4. Wally 2001 Analisis Ekonomi Tataniaga Kakao Rakyat dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Opsi Kelembagaan Tataniaga Petani Kakao Kabupaten Jayapura Margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya 5 Rahman dan Kadir 2006 Analisis Saluran dan margin Pemasaran Kakao di Desa Timbuseng Kecamatan Pattalassang kabupaten Gowa Margin Tataniaga

III. KERANGKA PEMIKIRAN