II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Komoditas Kakao
Indonesia merupakan negara penghasil Kakao terbesar ke-3 dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Ditinjau dari segi produktivitas, Indonesia masih
berada di bawah produktivitas rata-rata negara lain penghasil Kakao. Selama ini Kakao lebih banyak diekspor dalam wujud biji kering. Kegiatan budidaya Kakao
meliputi : pemangkasan, penyiangan, pemupukan, penyiraman, pemberantasan hama dan penyakit dan panen
2
. Kakao Indonesia memiliki daya saing yang rendah tidak memiliki
keunggulan komparatif pada tahun 1988 sampai dengan tahun 1995 dan daya saing tinggi memiliki keunggulan komparatif pada tahun 1996 sampai dengan
2006, faktor-faktor yang menghambat perkembangan industri pengolahan Kakao nasional adalah infrastruktur yang terbatas, sulitnya akses terhadap sumber
permodalan, pengenaan pajak pertambahan nilai PPN pada komoditi primer serta kualitas Biji Kakao yang rendah, faktor-faktor yang mempengaruhi daya
saing hasil olahan Kakao Indonesia adalah harga ekspor, volume ekspor dan krisis ekonomi, sedangkan faktor yang tidak berpengaruh terhadap daya saing hasil
olahan Kakao Indonesia adalah tingkat produktivitas industri pengolahan Kakao Rahmanu, 2009.
Idris 2006 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Buru Provinsi Maluku menjelaskan
bahwa kinerja finansial dan ekonomi memperlihatkan usahatani Kakao rakyat di Kabupaten Buru layak untuk di kembangkan, hal tersebut ditunjukkan dengan
diperoleh nilai BC ratio yang lebih besar dari satu, NPV yang positif dan nilai IRR yang jauh lebih besar dari suku bunga bank yang berlaku. Walaupun pada
kenyataannya dalam analisis finansial cukup sensitif terhadap suku bunga bank. Integrasi pasar komoditi Kakao di tingkat petani dengan pasar referensi dalam
jangka pendek terjadi keterpaduan pasar, namun dalam jangka panjang tidak terjadi keterpaduan, sehingga distribusi profit marjin yang diterima petani lebih
kecil dibandingkan yang diterima pedagang pengumpul dan pedagang besar. Luas
2
Dinas Perkebunan. 2012. Budidaya Kakao. http:ditjenbun.deptan.go.idindex.phpdinas- perkebunan.html
. [10 Oktober 2012]
10 areal sangat respon terhadap perubahan harga Kakao, luas areal sebelumnya dan
pengaruh kebijakan otonomi daerah, yang memungkinkan pemerintah daerah untuk membangun lebih banyak infrastruktur, sehingga memudahkan petani
dalam mengakses informasi pasar dan memperbaiki harga komoditi perkebunan, pada akhirnya semakin memotivasi petani dalam meningkatkan nilai usahanya.
Dalam pengembangan usahatani Kakao rakyat di Kabupaten Buru belum tampak adanya kebijakan pemerintah yang berarti bagi petani terhadap proteksi harga
input produksi, seperti peralatan usahatani, pupuk, pestisida, serta pembangunan infrastruktur yang kurang memadai. Sehingga petani mengalami kehilangan
surplus seharusnya diterimanya dan kehilangan surplus petani ini, ternyata dinikmati oleh pelaku pasar input dan output.
Penelitian Ali dan Rukka 2011 yang berjudul peran pedagang Kakao dalam peningkatan efisiensi pasar di Sulawesi Selatan, hasil analisis mengenai
efisiensi pemasaran pada setiap tingkatan pedagang dan saluran pemasaran Biji Kakao besarnya margin pemasaran, didasarkan atas tingkat harga Biji Kakao
basah adalah Biji Kakao yang masih memiliki kadar air kira-kira 25 persen dengan harga Rp 9.315 per kilogram dan harga Biji Kakao kering adalah Biji
Kakao yang memiliki kadar air kira-kira 10 persen Rp 23.000 per kilogram. Sementara harga di tingkat eksportir didasarkan pada tingkat harga US 3.000
per ton atau US 3 per kilogram Rp 28.800 pada kurs Rp 9.600 per US 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa margin terbesar diperoleh lembaga pemasaran
eksportir yang mencapai Rp 5.570 per kilogram pada kurs US 1 = Rp 9.600. Semakin menjauhi sentra produksi, cenderung semakin kecil margin pemasaran
yang diterima pedagang, kecuali eksportir karena berhubungan langsung dengan permintaan luar negeri dan ditunjang dengan kurs dollar yang tinggi.
Berdasarkan penelitian Idris 2006, Rahmanu 2009 dan Ali dan Rukka 2011, mengenai Kakao diketahui bahwa Kakao memiliki daya saing, layak
dikembangkan untuk peningkatan efisiensi pasar namun harus didukung oleh berbagai pihak mulai dari petani hingga pemerintah daerah. Sehingga dengan
adanya keterkaitan tersebut dapat menciptakan saluran tataniaga Biji Kakao yang efisien. Tabel 7 menunjukkan penelitian terdahulu mengenai Kakao.
11 Tabel 7. Penelitian Terdahulu Mengenai Kakao
No Nama
Topik Bahasan
1. Idris 2006
Analisis Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat Di Kabupaten Buru
Provinsi Maluku Pengembangan
Kakao
2. Rahmanu
2011 Analisis
Daya Saing
Industri Pengolahan dan Hasil Olahan Kakao
Indonesia Analisis Daya
Saing
3. Ali dan Rukka
2011 Peran
Pedagang Kakao
dalam Peningkatan
Efisiensi Pasar
di Sulawesi Selatan
Peningkatan Efisiensi Pasar
2.2 Analisis Sistem Tataniaga Kakao Biji Kakao