Tinjauan studi terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

14 Perencanaan yang mempertimbangkan kondisi spatial suatu daerah akan mampu mengembangkan harmonisasi fungsi ruang secara berkelanjutan, penataan ruang juga diharapkan dapat menjadi landasan koordinasi pembangunan, yang mengedepankan kepentingan wilayah atau kawasan yang lebih luas melalui pelaksanaan prinsip-prinsip sinergi pembangunan dan pemanfaatan bersama complementary benefit. Melalui sinergi antar wilayah, antar sektor, dan antar pelaku, nantinya diharapkan dapat memberikan hasil- hasil yang efektif bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungannya Riyadi dan Bratakusumah 2004. Kebijakan pembangunan selalu dihadapkan pada pilihan pendekatan pembangunan yang terbaik. Secara teoritis strategi pengembangan wilayah baru dapat digolongkan dalam dua kategori strategi yaitu demand side strategy dan supply side strategy Rustiadi et al. 2009. Demand side strategy diupayakan melalui peningkatan barang-barang dan jasa-jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal untuk meningkatkan taraf hidup penduduk. Sedangkan supply side strategy diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang berorientasi ke luar yang diproses dari sumberdaya alam lokal yang akan menjadi daya tarik kegiatan lain untuk datang ke wilayah tersebut. Selanjutnya konsep pengembangan wilayah setidaknya didasarkan pada prinsip: 1 berbasis pada sektor unggulan; 2 dilakukan atas dasar karakteristik daerah; 3 dilakukan secara komprehensif dan terpadu; 4 mempunyai keterkaitan kuat ke depan dan ke belakang; 5 dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi.

2.2 Tinjauan studi terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Nurwahidah 2004, selama kurun waktu 1997 –2002 sektor pertanian di Kabupaten Sumbawa masih memberikan kontribusi paling besar terhadap PDRB. Analisis LQ menunjukkan sektor pertanian, sektor bangunankonstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor listrik, gas, dan air bersih merupakan sektor basis di Kabupaten Sumbawa. Sedangkan hasil analisis Klassen typology menunjukkan Kabupaten Sumbawa termasuk daerah maju tapi tertekan. Sebagai upaya pembangunan daerah Kabupaten Sumbawa agar dapat lebih maju, maka sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor basis 15 tersebut perlu terus dikembangkan. Untuk itu, perlu ditetapkan komoditas pertanian yang dapat menjadi unggulan untuk dikembangkan dalam berbagai bentuk kebijakan program. Penetapan komoditas unggulan dapat dilakukan dengan berbagai metode analisis. Pendekatan secara biofisik dapat dilakukan dalam menetapkan komoditas unggulan, yaitu pendekatan pedo-agroklimat atau zona agroekologi. Djaenuddin et al. 2002 dalam penelitiannya di Kawasan Timur Indonesia KTI memberikan arahan pewilayahan komoditas pertanian secara biofisik di Nusa Tenggara Barat ke dalam komoditas unggulan utama yaitu: tembakau, jagung, kedelai, dan pisang, serta komoditas unggulan pendukungalternatif yaitu: padi sawah, padi gogo, srikaya, sayuran dan umbi-umbian dataran tinggi, bawang merah, dan bawang putih. Penelitian lebih spesifik dilakukan oleh Suparto et al. 2006 di Kecamatan Buer Kabupaten Sumbawa untuk mendukung prima tani. Komoditas yang disarankan adalah kedelai, kacang hijau, padi gogo, dan jagung. Secara nasional penentuan komoditas unggulan diaplikasi dengan metode Location Quotient LQ seperti yang dikemukakan oleh Hendayana 2003. Namun metode LQ memiliki beberapa keterbatasan seperti hambatan dalam akurasi data yang dikumpulkan di lapangan dan kesulitan deliniasi wilayah kajian sehingga hasil LQ terkadang aneh, misalnya suatu wilayah yang diduga memiliki keunggulan di sektor nonpangan namun hasil LQ dapat menunjukkan keunggulan sektor pangan. Variabel yang dipakai dalam penelitian tersebut adalah luas areal panen yang dipandang dapat memenuhi kriteria unggul dari sisi penawaran. Hasil analisis LQ tersebut menunjukkan bahwa komoditas unggulan Nusa Tenggara Barat adalah padi sawah, kedele, kacang hijau, kacang tanah, cabe, bawang merah, mangga, dan pisang. Metode analisis yang lain adalah model Input – Output seperti yang dilakukan oleh Syafa‟at dan Priyatno 2000. Metode ini lebih menekankan pada penetapan komoditas unggulan dari sisi demand, hasil analisis disajikan dalam matriks komoditas berdasarkan pengganda permintaan akhir terhadap nilai tambah dan tenaga kerja di Sulawesi tahun 1995. Kuadran I dengan nilai tambah tinggi dan tenaga kerja tinggi adalah komoditas padi dan jagung. Kuadran II dengan nilai tambah tinggi dan tenaga kerja rendah adalah komoditas kentang, kedele, ubi kayu, hortikultura dan pangan lainnya. Kuadran III dengan nilai tambah rendah dan tenaga kerja tinggi adalah komoditas jeruk, bawang merah, 16 bawang putih, dan umbi-umbian lainnya. Sedangkan kuadran IV dengan nilai tambah rendah dan tenaga kerja rendah adalah komoditas perkebunan. Kedua pendekatan tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dalam matriks komoditas yang disajikan ke dalam bentuk kuadran dengan menggunakan analisis Tipologi Klassen. Dengan analisis Tipologi Klassen, keunggulan dari sisi penawaran supply maupun sisi permintaan demand dapat digabungkan secara simultan. Berbagai komoditas unggulan yang dihasilkan dari analisis tersebut belum tentu sepenuhnya sesuai dengan preferensi masyarakat. Sementara produktivitas komoditas tersebut juga dipengaruhi oleh tingkat kesukaan atau preferensi berbagai pihak terkait. Preferensi terkait dengan pengambilan keputusan atau skala prioritas dari berbagai alternatif komoditas yang ada. Metode yang banyak dikembangkan saat ini dalam pengambilan keputusan adalah the analythic hierarchy process AHP. Oddershede et al. 2007 menggunakan the analythic hierarchy process untuk mendukung kebijakan pengembangan masyarakat pedesaan di Chile. Hal ini dilakukan karena melihat bahwa ada inconsistency ketidaktepatan antara apa yang diinginkan oleh masyarakat, program yang ditawarkan, dan tujuan yang ada. AHP yang disusun dalam penelitian tersebut mengangkat tujuan umum mengembangkan pembangunan daerah. Pada level 0 diletakkan sasaran umum yaitu pembangunan daerah, pada level 1 berisikan sektor-sektor yang berkontribusi dalam pembangunan daerah, pada level 2 terdiri dari aspek-aspek yang berpengaruh nyata terhadap sektor-sektor tersebut, dan pada level 3 terdiri dari alternatif-alternatif kegiatan pembangunan yang memungkinkan untuk memacu pertumbuhan aspek-aspek pada level sebelumnya. Hasilnya menunjukkan bahwa sektor pariwisata merupakan prioritas dengan pendidikan sebagai aspek yang paling mendukung sektor tersebut. Berbagai contoh penggunaan AHP dalam sektor pertanian di negara berkembang juga dikemukan oleh Alphonce 1997. Misalnya dalam memutuskan bagian lahan yang akan dialokasikan untuk tanaman jagung, padi, dan ketela. Kriteria yang berpengaruh adalah biaya produksi, resiko kerusakan, kesukaan, dan ketersediaan di pasaran saat surplus. Berdasarkan studi dan metode tersebut, maka penelitian ini mensintesa faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam penentuan prioritas komoditas yang diusahakan. 17

2.3 Tinjauan kebijakan yang terkait