Alternatif Komoditas Unggulan Daerah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Alternatif Komoditas Unggulan Daerah

Penentuan atau identifikasi alternatif komoditas unggulan Kabupaten Sumbawa menjadi sangat penting, karena komoditas unggulan diharapkan menjadi komoditas penggerak utama prime mover perekonomian di Kabupaten Sumbawa. Widodo 2006 menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi akan lebih optimal apabila didasarkan pada keunggulan komparatif comparative advantage dan keunggulan kompetitif competitive advantage. Pengertian unggul di sini didasarkan dalam bentuk perbandingan dengan wilayah yang lebih tinggi. Keunggulan komparatif suatu komoditas adalah jika produktivitas yang dimiliki suatu komoditas lebih unggul secara relatif terhadap komoditas sejenis di wilayah yang lebih tinggi. Sedangkan keunggulan kompetitif merupakan kemampuan suatu komoditas menembus pasar yang diapresiasi dengan penerimaan yang lebih tinggi. Adanya spesialisasi komoditas sesuai dengan keunggulan yang dimiliki, memungkinkan pemusatan pengusahaan di daerah yang akan mempercepat pertumbuhan daerah Aswandi dan Kuncoro 2002. Lebih lanjut dikatakan bahwa ekonomi spesialisasi telah memungkinkan terbentuknya jaringan perdagangan antarindividu dan antarnegara yang lebih luas, mendorong proses pertukaran sesuai kebutuhan masing-masing. Analisis Location Quotient LQ produksi Tabel 7 menunjukkan bahwa komoditas kacang hijau, sawo, mangga, jagung, dan pepaya memiliki nilai LQ lebih dari satu LQ1. Nilai LQ lebih dari satu mengindikasikan bahwa komoditas-komoditas tersebut terkonsentrasi secara relatif pengusahaannya di Kabupaten Sumbawa. Semakin besar nilai LQ menunjukkan semakin terkonsentrasinya pengusahaan suatu komoditas di Kabupaten Sumbawa. Derajat konsentrasi basis inilah yang mengindikasikan bahwa suatu komoditas berpotensi untuk menjadi komoditas unggulan. Untuk komoditas padi dengan nilai LQ sama dengan satu, mengindikasikan bahwa pengusahaan komoditas padi secara relatif sama dengan rata-rata Nusa Tenggara Barat atau dapat dikatakan menyebar secara merata. Sedangkan ubi kayu, kedelai, kacang tanah, cabe rawit, ubi jalar, bawang merah, dan pisang menjadi komoditas nonbasis dengan LQ kurang dari satu. Nilai LQ kurang dari satu mengindikasikan bahwa pengusahaan komoditas tersebut tidak terkonsentrasi di Kabupaten Sumbawa. 38 Tabel 7 Nilai LQ produksi tanaman pangan di Kabupaten Sumbawa tahun 2004-2007 No. Komoditas Produksi ton LQ Sumbawa NTB 1 Kacang Hijau 30.262 39.274 4,18 2 Sawo 1.894 3.878 2,65 3 Mangga 21.310 71.615 1,61 4 Jagung 28.818 98.077 1,59 5 Pepaya 2.574 10.042 1,39 6 Padi 269.034 1.478.700 0,99 7 Ubi Kayu 12.715 89.147 0,77 8 Kedelai 10.846 93.809 0,63 9 Kacang Tanah 4.144 42.374 0,53 10 Cabe Rawit 2.424 35.302 0,37 11 Ubi Jalar 1.210 18.100 0,36 12 Bawang Merah 4.556 83.617 0,30 13 Pisang 722 53.375 0,07 Total 390.509 2.117.010 Sumber: Dinas Pertanian NTB dan Kab. Sumbawa diolah Nilai LQ produksi yang tinggi bukan semata-mata mencerminkan bahwa produksi komoditas tersebut tinggi, tetapi merupakan cerminan nilai relatif terhadap share komoditas dalam daerah acuan provinsi Hendayana 2003. Seperti sawo dan pepaya dengan produksi yang lebih kecil dari ubi kayu dan kedelai memiliki nilai LQ kurang dari satu. Demikian juga dengan nilai LQ yang rendah, belum tentu komoditas tersebut tidak banyak diusahakan di Kabupaten Sumbawa. Seperti padi dengan produksi tertinggi di Kabupaten Sumbawa yaitu 269.034 ton memiliki nilai LQ sama dengan satu, begitu juga dengan ubi kayu dan kedelai dengan produksi tinggi tetapi nilai LQ kurang dari satu. Data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sumbawa menunjukkan bahwa pada tahun 2005 komoditas dengan nilai LQ kurang dari satu banyak dipasarkan ke luar daerah seperti kacang tanah sebanyak 1.675 ton, kedelai sebanyak 4.967 ton, dan gabah sebanyak 15.767 ton. Keunggulan komoditas yang ditentukan dengan metode LQ produksi merupakan keunggulan basis yang bersifat relatif. Artinya bahwa suatu komoditas akan menjadi unggul bila produksi yang dimiliki suatu wilayah berperan besar dalam menentukan besarnya total produksi pada daerah acuan yang lebih tinggi. Dan nilai LQ produksi hanya mencerminkan keunggulan dari 39 sisi keberlimpahan potensi yang ada untuk memenuhi kebutuhan terhadap komoditas tersebut secara relatif. Sedangkan sisi permintaan dalam bentuk apresiasi konsumen terhadap produk tersebut belum terlihat. Produk yang dihasilkan bisa saja tidak mempunyai daya saing di pasaran keunggulan kompetitif yang disebabkan oleh karakteristik komoditas tersebut, seperti mudah rusak atau preferensi konsumen di wilayah lain rendah sehingga komoditas tersebut hanya mampu dipasarkan di wilayah sendiri. Sebagai upaya mengatasi kelemahan yang dimiliki oleh metode LQ, maka dalam penelitian ini komoditas unggulan Kabupaten Sumbawa ditentukan dengan memperhatikan aspek sumberdaya lahan untuk berproduksi produktivitas dikaitkan dengan nilai ekonomi yang diapresiasi konsumen terhadap komoditas tersebut harga. Karena pengusahaan komoditas maupun usaha tani pada umumnya haruslah berorientasi pasar. Kedua aspek tersebut dapat dianalisis secara simultan dengan metode tipologi Klassen. Indikator utama yang digunakan dalam Klassen pada penelitian ini adalah tingkat produktivitas suatu komoditas pangan dan nilai ekonomi komoditas tersebut di pasar Kabupaten Sumbawa maupun di Nusa Tenggara Barat. Data rata-rata produktivitas dan nilai ekonomi komoditas pangan di Kabupaten Sumbawa dan Provinsi Nusa Tenggara Barat disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Rata-rata produktivitas dan nilai ekonomi komoditas tanaman pangan di Kabupaten Sumbawa dan Provinsi NTB tahun 2004-2007 No. Komoditas Produktivitas tonha Nilai Ekonomi Rp Jutaton Sumbawa NTB Sumbawa NTB 1 Padi 4,53 4,55 1,64 1,94 2 Jagung 2,53 2,49 1,72 1,48 3 Kedelai 1,24 1,19 4,24 3,35 4 Kacang Hijau 0,84 0,83 5,63 5,34 5 Kacang Tanah 1,22 1,25 8,82 7,50 6 Ubi Kayu 11,59 11,61 1,60 0,86 7 Ubi Jalar 11,39 11,36 1,64 0,95 8 Bawang Merah 9,56 8,62 5,17 5,93 9 Cabe Rawit 8,00 4,97 12,99 7,59 10 Mangga 7,37 11,59 3,56 3,08 11 Pepaya 31,79 74,51 2,82 2,32 12 Pisang 4,96 55,24 4,07 2,24 13 Sawo 6,59 11,88 5,38 3,23 Sumber: Dinas Pertanian NTB dan Kab. Sumbawa diolah 40 Berbagai komoditas tersebut selanjutnya dianalisis ke dalam matriks yang terbagi menjadi empat kuadran. Kuadran I diisi dengan komoditas-komoditas yang memiliki tingkat produktivitas dan nilai ekonomi di Kabupaten Sumbawa lebih besar atau sama dengan rata-rata Nusa Tenggara Barat. Kuadran II merupakan komoditas dengan tingkat produktivitas lebih tinggi atau sama dengan rata-rata Nusa Tenggara Barat namun nilai ekonominya lebih rendah. Kuadran III merupakan komoditas-komoditas yang memiliki tingkat produktivitas lebih rendah tetapi nilai ekonominya lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Nusa Tenggara Barat. Sedangkan kuadran IV merupakan komoditas dengan tingkat produktivitas dan nilai ekonomi yang lebih rendah dari rata-rata di Nusa Tenggara Barat. Tabel 9 menyajikan posisi masing-masing komoditas berdasarkan tipologi Klassen. Tabel 9 Posisi masing-masing komoditas tanaman pangan di Kabupaten Sumbawa berdasarkan tipologi Klassen Nilai Ekonomi Produktivitas P sbw ≥ P ntb P sbw P ntb W sbw ≥ W ntb  Jagung  Kedelai  Kacang Hijau  Ubi Jalar  Cabe Rawit  Bawang Merah W sbw W ntb  Kacang Tanah  Ubi Kayu  Mangga  Pepaya  Pisang  Sawo  Padi keterangan: P sbw = nilai ekonomi komoditas i di Kabupaten Sumbawa P ntb = nilai ekonomi komoditas i di daerah acuan NTB W sbw = produktivitas komoditas i di Kabupaten Sumbawa W ntb = produktivitas komoditas i di daerah acuan NTB Dari analisis tersebut dapat ditentukan beberapa alternatif komoditas unggulan Kabupaten Sumbawa yaitu komoditas-komoditas dengan produktivitas dan nilai ekonomi komoditas tersebut di Kabupaten Sumbawa lebih besar atau sama dengan daerah acuan Nusa Tenggara Barat. Komoditas-komoditas 41 tersebut ditunjukkan dalam kuadran I, terdiri dari jagung, kedelai, kacang hijau, ubi jalar, dan cabe rawit. Artinya bahwa pengusahaanya selama rentang waktu 2004-2007, mampu memberikan kontribusi yang pesat terhadap total penerimaan dengan tingkat efisiensi usaha yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat. Hal ini memungkinkan komoditas tersebut menjadi penggerak dalam usaha tani di Kabupaten Sumbawa. Pertumbuhan yang cepat pada komoditas unggulan tersebut menghasilkan efek pengganda multiplier effects yang tinggi karena pertumbuhan pada komoditas tersebut mendorong pertumbuhan yang pesat pada sektor-sektor perekonomian lainnya, misalnya di sektor pengolahan agro-processing dan jasa pertanian agro-services Daryanto 2009. Walaupun efek pengganda tersebut dinikmati oleh wilayah lain di luar Kabupaten Sumbawa, tetapi pergerakan pemasaran menjadi semakin luas. Komoditas bawang merah yang masuk ke dalam kuadran II dengan indikator mempunyai produktivitas lebih tinggi akan tetapi nilai ekonomi lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengindikasikan bahwa komoditas bawang merah termasuk komoditas dengan karakterisitik spesifik lokasi. Dan di pasar lokal komoditas bawang merah belum banyak diapresiasi oleh para pelaku pasar. Hal ini ditunjukkan dari hasil survey lapang yang menunjukkan bahwa bawang merah hanya diusahakan di Kecamatan Plampang dan beberapa kecamatan lain yang bersifat sporadis pada musim kering I dan II MK I dan II oleh petani penyewa dari luar daerah yaitu Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima. Pada musim hujan MH lahan yang ada diusahakan untuk tanaman padi oleh pemilik lahan. Data luas panen menunjukkan bahwa dalam rentang waktu 2004-2007 bawang merah hanya dipanen seluas 457 Ha, jauh di bawah rata-rata provinsi seluas 9.702 Ha. Dengan demikian, harga hanya diapresiasi oleh petani penyewa dan produksi yang dihasilkan lebih banyak dibawa ke luar Kabupaten Sumbawa yaitu ke Kabupaten Dompu dan Bima. Pada kuadran III dengan indikator tingkat produktivitas yang lebih rendah tetapi nilai ekonomi lebih tinggi daripada rata-rata Nusa Tenggara Barat terdapat komoditas kacang tanah, ubi kayu, mangga, pepaya, pisang dan sawo. Komoditas-komoditas ini mempunyai peluang besar potensial untuk dapat dikembangkan apabila produktivitas mampu untuk ditingkatkan karena nilai ekonomi sudah tinggi. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan peningkatan intensifikasi skala usaha tani. Survey lapang menunjukkan bahwa 42 komoditas-komoditas tersebut belum diusahakan secara penuh oleh petani. Kacang tanah dan ubi kayu baru sebatas sebagai tanaman sela pada lahan- lahan marjinal atau pada petakan-petakan kecil saja. Mangga masih belum dilakukan peremajaan. Sedangkan sawo lebih banyak sebagai tanaman pekarangan. Sedangkan pada kuadran IV dengan indikator tingkat produktivitas dan nilai ekonomi di bawah rata-rata provinsi Nusa Tenggara Barat terdapat komoditas padi. Tingkat produktivitas yang dimiliki padi hampir sama dengan produktivitas rata-rata di Nusa Tenggara Barat Tabel 9, namun dari sisi nilai ekonomi masih tertekan walaupun padi sebagai komoditas politis sudah ditentukan harga dan standar kualitas oleh pemerintah. Hal ini mengindikasikan bahwa standar operasional produksi padi belum diterapkan secara maksimal sehingga apresiasi harga di pasaran hanya mengikuti kualitas yang ditawarkan. Biasanya petani menjual langsung sebagian besar hasil panennya masih dalam keadan basah atau kadar air tinggi. Alasan mereka karena tidak mempunyai sarana penjemuran seperti lantai jemur maupun sarana penyimpanan. Walaupun demikian, komoditas padi tetap menjadi komoditas utama untuk diusahakan pada musim hujan mengingat keterkaitan sosial budaya yang dimilikinya masih besar. Masuknya padi sebagai komoditas inferior bukan karena sedikit pengusahaannya di Kabupaten Sumbawa, tetapi lebih disebabkan karena standar operasional yang belum terpenuhi. Komoditas padi merupakan komoditas yang tetap berperan penting dalam usaha tani di Kabupaten Sumbawa.

5.2 Prioritas Komoditas untuk Dikembangkan