Pengembangan komoditas cabe rawit Pengembangan komoditas ubi jalar

64

c. Pengembangan komoditas kedelai

Produksi kedelai di Kabupaten Sumbawa saat ini masih terbatas dalam memenuhi proyeksi kebutuhan konsumsi penduduk Nusa Tenggara Barat pada tahun 2025. Pada tahun 2008 Kabupaten Sumbawa hanya mampu memproduksi kedelai sebanyak 7.893 ton sedangkan proyeksi kebutuhan konsumsi sebanyak 46.358 ton, sehingga masih berpeluang untuk meningkatkan jumlah produksi sekitar lebih dari 38.000 ton sampai dengan tahun 2025. Pengembangan kedelai mencakup wilayah yang lebih luas dibandingkan dengan komoditas lainnya. Karena luas areal panen di masing-masing wilayah tersebut masih kecil, maka diperlukan upaya lebih intensif untuk meningkatkan preferensi petani dalam mengusahakannya. Misalnya dengan menerapkan pola tumpang sari dengan tanaman lain seperti jagung maupun cabe rawit Suparto et al. 2007. Peningkatan areal panen masih dimungkinkan dengan ekstensifikasi. Produktivitas yang masih rendah juga perlu ditingkatkan dengan intensifikasi penggunaan benih unggul dan penerapan teknologi budidaya seperti penggunaan mulsa jerami untuk mempertahankan kelembaban tanah serta menggalakkan sistem pompa air baik untuk air permukaan maupun air tanah karena keterbatasan ketersediaan air. Wilayah pengembangan kedelai meliputi Kecamatan Utan 1.130 ha, Alas Barat 835 ha, Alas 814 ha, Lantung 704 ha, Buer 701 ha, Empang 530 ha, Ropang 495 ha, Rhee 473 ha, Lenangguar 224 ha, dan Tarano 210 ha. Total luas penggunaan untuk kedelai pada sepuluh kecamatan tersebut sebesar 6.116 ha atau 15,7 persen dari kebutuhan areal di Nusa Tenggara Barat yang mencapai 39.287 ha.

d. Pengembangan komoditas cabe rawit

Cabe rawit sampai dengan saat ini masih berpotensi untuk dikembangkan, mengingat proyeksi kebutuhan konsumsi penduduk Nusa Tenggara Barat tahun 2025 sebesar 8.140 ton belum terpenuhi secara maksimal jika hanya mengandalkan luas areal panen yang ada sekarang ini. Pada tahun 2008 Kabupaten Sumbawa hanya mampu berproduksi sebesar 3.260 ton, sehingga ada peluang untuk mengisi kesenjangan kebutuhan cabe rawit sekitar 5.000 ton. Wilayah pengembangan cabe rawit di Kabupaten Sumbawa meliputi Kecamatan Buer 186 ha, Batu Lanteh 30 ha, Plampang 13 ha, Tarano 4 ha, dan Labangka 12 ha. Total luas areal panen pada lima kecamatan tersebut 65 adalah 245 ha atau hanya 15 persen dari kebutuhan lahan untuk pengembangan cabe rawit di Nusa Tenggara Barat yang mencapai 1.638 ha. Dengan demikian upaya peningkatan luas areal panen dengan meningkatkan areal tanam dapat dilakukan pada masing-masing kecamatan tersebut karena potensi lahan pertanian yang tersedia masih besar. Produktivitas yang masih kecil juga dapat ditingkatkan dengan menerapkan teknologi usaha tani yang lebih baik, sehingga sangat diperlukan kerjasama usaha dalam suatu kelompok tani untuk mengoptimalkan skala usaha tani. Pola tanam tumpang sari dengan jagung ataupun komoditas lain dapat diterapkan untuk memaksimalkan sumberdaya lahan. Upaya lain yang tidak bisa diabaikan adalah pengaturan waktu tanam terutama untuk mengantisipasi lonjakan permintaan pada musim-musim tertentu seperti lebaran dan akhir tahun.

e. Pengembangan komoditas ubi jalar

Produksi ubi jalar di Kabupaten Sumbawa saat ini masih sangat terbatas. Produksi pada tahun 2008 hanya sebesar 656 ton, terpaut jauh dari kebutuhan konsumsi penduduk Nusa Tenggara Barat tahun 2025 yang mencapai 13.476 ton. Hal ini lebih disebabkan karena kendala biogeofisik lahan berupa iklim yang terlalu panas dengan bulan kering yang panjang. Wilayah pengembangan ubi jalar meliputi Kecamatan Labuhan Badas 12 ha, Batu Lanteh 10 ha, Sumbawa 8 ha, dan Buer 6 ha. Sementara potensi lahan yang tersedia di Kabupaten Sumbawa masih besar. Namun demikian, pengembangan ubi jalar masih terkendala secara teknis seperti teknik budidaya dan akses modal untuk sarana prasarana produksi. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan areal panen antara lain mengembangkan sumber air berupa sumur bor di kawasan pengembangan. Karena modal produksi yang bertambah dengan penerapan teknologi, maka diharapkan pengusahaan ubi jalar dilaksanakan secara berkelompok agar dapat lebih efektif. Pemberdayaan kelompok tani juga mempermudah dalam akses terhadap permodalan. Peran lembaga keuangan mikro menjadi semakin penting. Untuk itu, perlu menumbuhkembangkan lembaga keuangan mikro yang langsung bersentuhan dengan petani di daerah-daerah sentra pengembangan. 66

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Visi Kabupaten Sumbawa sebagai daerah agribisnis berdaya saing menuju masyarakat sejahtera akan dapat terwujud apabila mampu menggali dan memanfaatkan keunggulan potensi yang dimiliki secara bijak serta menerapkan regulasi yang aplikatif. Dari berbagai analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Alternatif komoditas tanaman pangan unggulan Kabupaten Sumbawa adalah jagung, kedelai, kacang hijau, ubi jalar, dan cabe rawit dengan indikator keunggulan memiliki nilai ekonomi dan produktivitas yang lebih besar dari rata-rata Nusa Tenggara Barat. 2. Prioritas pengembangan komoditas tanaman pangan unggulan tersebut berdasarkan pertimbangan kesesuaian lahan, peluang nilai tambah, permintaan pasar, kebutuhan modal, dan tingkat preferensi secara berurut adalah jagung, kacang hijau, kedelai, cabe rawit, serta ubi jalar. 3. Tingkat produksi saat ini memberikan peluang pengusahaan jagung di Kecamatan Labangka, Plampang, Lunyuk, dan Utan. Kacang hijau di Kecamatan Moyo Hilir, Empang, Lopok, dan Plampang. Untuk kedelai, cabe rawit, dan ubi jalar masih berpotensi untuk dikembangkan pada areal yang lebih luas dan secara intensif untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk Nusa Tenggara Barat pada tahun 2025. 4. Produksi jagung dan kacang kedelai sudah mencukupi konsumsi langsung dengan indeks kecukupan lebih dari satu. Untuk kedelai, cabe rawit, dan ubi jalar, indeks kecukupan masih kurang dari satu. Sehingga pengembangan jagung dan kacang hijau lebih ditekankan pada aksesibilitas pemasaran ke luar daerah melalui kontrak kerjasama agar harga dapat lebih terjamin. Untuk kedelai, cabe rawit dan ubi jalar, pengembangannya dapat dilakukan dengan meningkatkan intensifikasi berupa penggunaan benih unggul, penggunaan pompa air untuk mengatasi keterbatasan air, pola tanam tumpang sari, dan menumbuhkembangkan lembaga keuangan mikro di pedesaan.