Pengembangan komoditas kacang hijau Pengembangan komoditas kedelai

63 penggunaan lahaan saat ini tetap dipertahankan untuk memenuhi areal lahan yang dibutuhkan dengan berupaya untuk meningkatkan produktivitas. Produktivitas yang masih rendah sekitar 2,5 tonha dapat ditingkatkan melalui intensifikasi berupa penggunaan benih unggul dan penerapan paket teknologi tepat guna. Untuk itu, sinkronisasi dengan program pemerintah pusat berupa bantuan langsung benih unggul BLBU dan sekolah lapang penerapan teknologi tepat guna SLPTT jagung diharapkan menjadi pengikat kontrak kerjasama dengan petani karena petani mendapatkan stimulus modal produksi.

b. Pengembangan komoditas kacang hijau

Produksi kacang hijau di Kabupaten Sumbawa saat ini mampu melampaui proyeksi kebutuhan konsumsi penduduk Nusa Tenggara Barat tahun 2025. Tahun 2008 Kabupaten Sumbawa memproduksi kacang hijau sebanyak 26.169 ton sedangkan proyeksi kebutuhan konsumsi penduduk Nusa Tenggara Barat tahun 2025 hanya sebesar 3.234 ton. Hal ini karena konsumsi perkapita kacang hijau sangat kecil hanya 0,6 kgkaptahun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pemasaran kacang hijau masih relatif stabil dengan tingkat preferensi masyarakat yang tinggi. Kondisi ini mengindikasikan permintaan pasar di luar konsumsi pangan secara langsung maupun permintaan pasar secara nasional cukup tinggi. Upaya penting yang diperlukan dalam menyerap tingginya produksi yang ada adalah mengembangkan aksesibilitas pemasaran ke luar daerah. Kontrak kerjasama dengan industri pengolahan pangan di luar daerah perlu difasilitasi oleh pemerintah Kabupaten Sumbawa. Hal ini dikarenakan saat ini industri pengolahan hasil di Kabupaten Sumbawa belum berkembang secara baik. Untuk memenuhi standar industri maka kualitas produk penting untuk diperhatikan. Dengan demikian pengawasan terhadap proses produksi harus lebih diintensifkan. Upaya yang dapat dilakukan adalah intensifikasi pengawasan mutu produksi dalam kawasan sentra pengembangan. Wilayah yang dapat dijadikan sentra pengembangan adalah Kecamatan Moyo Hilir 5.048 ha, Empang 3.864 ha, dan Lopok 3.871 ha, dan Plampang 3.236 ha. Apabila luas penggunaan lahan pada empat kecamatan tersebut tetap dipertahankan maka akan mampu memenuhi 411 persen dari kebutuhan lahan untuk kacang hijau yang hanya sebesar 3.897 ha. 64

c. Pengembangan komoditas kedelai

Produksi kedelai di Kabupaten Sumbawa saat ini masih terbatas dalam memenuhi proyeksi kebutuhan konsumsi penduduk Nusa Tenggara Barat pada tahun 2025. Pada tahun 2008 Kabupaten Sumbawa hanya mampu memproduksi kedelai sebanyak 7.893 ton sedangkan proyeksi kebutuhan konsumsi sebanyak 46.358 ton, sehingga masih berpeluang untuk meningkatkan jumlah produksi sekitar lebih dari 38.000 ton sampai dengan tahun 2025. Pengembangan kedelai mencakup wilayah yang lebih luas dibandingkan dengan komoditas lainnya. Karena luas areal panen di masing-masing wilayah tersebut masih kecil, maka diperlukan upaya lebih intensif untuk meningkatkan preferensi petani dalam mengusahakannya. Misalnya dengan menerapkan pola tumpang sari dengan tanaman lain seperti jagung maupun cabe rawit Suparto et al. 2007. Peningkatan areal panen masih dimungkinkan dengan ekstensifikasi. Produktivitas yang masih rendah juga perlu ditingkatkan dengan intensifikasi penggunaan benih unggul dan penerapan teknologi budidaya seperti penggunaan mulsa jerami untuk mempertahankan kelembaban tanah serta menggalakkan sistem pompa air baik untuk air permukaan maupun air tanah karena keterbatasan ketersediaan air. Wilayah pengembangan kedelai meliputi Kecamatan Utan 1.130 ha, Alas Barat 835 ha, Alas 814 ha, Lantung 704 ha, Buer 701 ha, Empang 530 ha, Ropang 495 ha, Rhee 473 ha, Lenangguar 224 ha, dan Tarano 210 ha. Total luas penggunaan untuk kedelai pada sepuluh kecamatan tersebut sebesar 6.116 ha atau 15,7 persen dari kebutuhan areal di Nusa Tenggara Barat yang mencapai 39.287 ha.

d. Pengembangan komoditas cabe rawit