Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Sasaran akhir pembangunan pertanian adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Namun upaya meningkatkan pendapatan tersebut menghadapi berbagai kendala baik secara teknis, alamiah, sumber daya, maupun sosial budaya. Kendala-kendala tersebut dapat dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal dilihat dari sisi penawaran supply yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seberapa besar suatu komoditas mampu dihasilkan dalam satuan wilayah. Faktor tersebut berupa agroklimat seperti iklim, tanah, dan hidrologi serta kemampuan petani itu sendiri dalam mengelola usaha taninya. Faktor ekternal dilihat dari sisi permintaan demand yaitu faktor-fakor yang mempengaruhi jumlah yang diperlukan atau diapresiasi dalam kebutuhan penduduk. Faktor tersebut dapat berupa adanya pasar dan stimulus kebijakan dari pemerintah. Kedua faktor tersebut berperan dalam menentukan tingkat keunggulan suatu komoditas. Faktor internal menentukan keunggulan komparatif sedangkan keunggulan kompetitif ditentukan oleh faktor ekternal. Penentuan komoditas unggulan biasanya dilalukan dengan menggunakan analisis Location Quotient LQ. Analisis LQ dapat mengukur tingkat konsentrasi suatu komoditas bila dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas. Analisis yang lain adalah Tipologi Klassen. Analisis ini menggunakan matriks perbandingan dari faktor yang berpengaruh. Keunggulan komparatif dapat dinyatakan dengan keberlimpahan sumberdaya untuk mendukung produksi dalam satuan wilayah yang dikenal dengan produktifitas. Sedangkan keunggulan kompetitif berupa estimasi nilai ekonomi suatu komoditas yang diapresiasi secara teknis oleh pasar. Keunggulan tersebut diperbandingkan dan diletakkan dalam empat kuadran, setiap kuadran merupakan interaksi suatu komoditas di suatu daerah Kabupaten Sumbawa sebagai daerah penelitian terhadap daerah acuan pasar yang lebih tinggi Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kendala-kendala dalam pengembangan komoditas unggulan menjadi indikator atau kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan prioritas komoditas apa yang harus diusahakan. Kriteria-kriteria tersebut berupa kesesuaian lahan, peluang nilai tambah, permintaan pasar, kebutuhan modal, maupun preferensi petani. Dengan menggunanakan proses hirarki analisis 19 PHA, berbagai kriteria tersebut diberikan pertimbangan tingkat prioritasnya terhadap suatu tujuan yang diinginkan. Langkah yang dilakukan adalah membangun hirarki pada beberapa level, yaitu:  Level 0 merupakan tujuan secara umum yaitu menentukan prioritas komoditas unggulan.  Level 1 merupakan kriteria-kriteria yang mempengaruhi penentuan prioritas, berupa lahan, nilai tambah, pasar, modal, dan preferensi.  Level 2 merupakan sekumpulan alternatif komoditas unggulan yang telah ditetapkan melalui analisis tipologi Klassen. Terkait dengan pangan sebagai kebutuhan dasar manusia, maka tingkat konsumsi di daerah acuan merupakan salah satu rujukan dalam pengusahaan suatu komoditas. Tingkat konsumsi komoditas secara langsung digunakan sebagai estimasi tingkat permintaan pasar. Dalam penelitian ini, permintaan pasar di luar konsumsi langsung tidak diperhitungkan. Tingkat konsumsi mengacu pada proyeksi kebutuhan pangan penduduk Nusa Tenggara Barat pada tahun 2025 sebagai masa akhir rencana pembangunan jangka panjang RPJP. Untuk melihat kemampuan wilayah dalam memenuhi kebutuhan tersebut maka tingkat konsumsi dibandingkan dengan kemampuan produksi saat ini. Di sisi lain, produktivitas komoditas ditentukan oleh karakteristik yang terdapat pada lahan. Karakteristik dalam satuan lahan homogen disusun sebagai zona agroekologi ZAE. Masing-masing zona menentukan bentuk pengelolaan dan potensi kesesuaian bagi komoditas tertentu. Dalam satu zona bisa menjadi potensial untuk beberapa komoditas sekaligus dan juga terdapat beberapa komoditas yang cocok pada beberapa zona. Namun demikian, zona-zona potensial tersebut dengan perkembangan teknologi dan sosial budaya petani dapat saja berubah pemanfaatannya. Hal ini dapat dilihat dari kondisi eksisting pola penggunaan lahan land use yang ada. Zona agroekologi dan perkembangan land use tidak terikat dengan batas-batas wilayah administrasi. Sementara berbagai program dan kebijakan pengembangan yang dijalankan oleh pemerintah daerah menggunakan wilayah administrasi sebagai lokasi pelaksanaannya. Implikasinya terhadap bentuk perencanaan adalah menyusun wilayah-wilayah pengembangan dengan satuan dasar batas wilayah administrasi. 20 Berbagai implikasi dari analisis yang dilakukan dirangkum dalam arahan strategis pengembangan. Program yang ditawarkan harus mampu mengatasi berbagai kelemahan yang ada. Kebijakan-kebijakan yang sudah ada selama ini seperti tertuang dalam rencana strategis renstra maupun rencana pembangunan jangka menengah daerah RPJMD serta arahan tata ruang dalam rencana tata ruang wilayah RTRW dirujuk sebagai dasar arahan strategi. Kerangka pemikiran secara ringkas mengenai arah alur penelitian yang dilaksanakan disajikan dalam Gambar 4. ZAE : Zona Agroekologi LU : land use penggunaan lahan PHA : proses hirarki analisis Pembangunan Pertanian e i gkatka pe dapata da kesejahteraa Internal:  Agroklimat  SDM Eksternal:  Pasar  Kebijakan Keunggulan Komparatif: Produktivitas Keunggulan Kompetitif: Pendapatan Komoditas Unggulan: Tipologi Klassen Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian. Prioritas Pengembangan: PHA Zona potensial: ZAE, LU Tingkat konsumsi: NTB 2025 Kebutuhan lahan untuk berproduksi Wilayah Pengembangan Kriteria yang mempengaruhi 21

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian