13
2.1.5 Perencanaan Wilayah
Secara historis kegagalan program-program pembangunan dalam mencapai tujuannya seringkali bukan semata-mata kegagalan dalam program
atau pelaksanaannya, tetapi ada sumbangan “kesalahan” karena berkembangnya kepercayaan terhadap kebenaran teori-teori atau konsep-
konsep pembangunan yang melandasinya Rustiadi et al. 2009. Dalam bahasa sehari-hari biasa disebut dengan pergeseran paradigma atau lahirnya paradigma
baru. Biasanya perubahan paradigma ini dilakukan untuk menampilkan wajah baru untuk menggantikan atau menghilangkan kesan negatif atas kekurangan
yang ada di masa lampau. Paradigma baru perencanaan wilayah adalah pembangunan yang berkelanjutan sustainability. Menurut Komisi Brundtland
Fauzi 2006 menyatakan bahwa, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Salah satu peran perencanaan adalah sebagai arahan bagi proses
pembangunan untuk berjalan menuju tujuan yang ingin dicapai disamping sebagai tolak ukur keberhasilan proses pembangunan yang dilakukan. Definisi
perencanaan adalah upaya institusi publik untuk membuat arah kebijakan pembangunan yang harus dilakukan di sebuah wilayah baik negara maupun di
daerah dengan didasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh wilayah tersebut Widodo 2006. Sedangkan perencanaan wilayah menurut Tarigan
2008 adalah mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan
faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut, serta
menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan. Perencanaan pengembangan wilayah secara umum ditunjang oleh empat
pilar pokok Rustiadi et al. 2009, yaitu: 1 Inventarisasi, klasifikasi, dan evaluasi sumberdaya, 2 Aspek ekonomi, 3 Aspek kelembagaan institusional, dan 4
Aspek lokasispasial. Sumberdaya selalu memiliki sifat langka dan nilai guna yang tidak merata. Sehingga pengalokasian sumberdaya harus dimanfaatkan
secara efisien dan efektif yang diatur secara kelembagaan dengan tetap memperhatikan aspek tata ruang.
14 Perencanaan yang mempertimbangkan kondisi spatial suatu daerah akan
mampu mengembangkan harmonisasi fungsi ruang secara berkelanjutan, penataan ruang juga diharapkan dapat menjadi landasan koordinasi
pembangunan, yang mengedepankan kepentingan wilayah atau kawasan yang lebih luas melalui pelaksanaan prinsip-prinsip sinergi pembangunan dan
pemanfaatan bersama complementary benefit. Melalui sinergi antar wilayah, antar sektor, dan antar pelaku, nantinya diharapkan dapat memberikan hasil-
hasil yang efektif bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungannya Riyadi dan Bratakusumah 2004.
Kebijakan pembangunan selalu dihadapkan pada pilihan pendekatan pembangunan yang terbaik. Secara teoritis strategi pengembangan wilayah baru
dapat digolongkan dalam dua kategori strategi yaitu demand side strategy dan supply side strategy Rustiadi et al. 2009. Demand side strategy diupayakan
melalui peningkatan barang-barang dan jasa-jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal untuk meningkatkan taraf hidup penduduk.
Sedangkan supply side strategy diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang berorientasi ke luar yang diproses dari
sumberdaya alam lokal yang akan menjadi daya tarik kegiatan lain untuk datang ke wilayah tersebut.
Selanjutnya konsep pengembangan wilayah setidaknya didasarkan pada prinsip: 1 berbasis pada sektor unggulan; 2 dilakukan atas dasar karakteristik
daerah; 3 dilakukan secara komprehensif dan terpadu; 4 mempunyai keterkaitan kuat ke depan dan ke belakang; 5 dilaksanakan sesuai dengan
prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi.
2.2 Tinjauan studi terdahulu