2. Responden wisatawan wisata adalah pengunjung kawasan wisata pelestarian
penyu TCEC yang berusia ≥ 17 tahun dan terbagi menjadi wisatawan nusantara
dan wisatawan mancanegara. 3.
Karakteristik wisatawan yang digunakan dalam penelitian adalah umur, latar belakang pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah kunjungan dan frekuensi
kunjungan. 4.
Sistem pengelolaan pelestarian penyu adalah sistem pembiayaan, perawatan, pemeliharaan, dan pelepasan penyu di TCEC.
5. Travel Cost Method TCM merupakan suatu metode untuk mengetahui nilai
jasa wisata di TCEC. Nilai ekonomi jasa wisata diperoleh dengan menggunakan Individual Travel Cost Method.
6. Contingent Valuation Method CVM merupakan suatu metode survei untuk
mengetahui WTP pengunjung dalam upaya pelestarian penyu di TCEC. 7.
Willingness To Pay WTP merupakan sejumlah uang yang ingin diberikan seseorang untuk memperoleh peningkatan kondisi lingkungan sehingga
terciptanya kelestarian lingkungan kawasan wisata TCEC. 8.
Cost Benefit Analysis CBA merupakan suatu metode untuk mengetahui kelayakan finansial kawasan pelestarian penyu di TCEC dan untuk membantu
pengembangan TCEC kedepannya. Kriteria kelayakan finansial yang digunakan adalah NPV, Net BC, dan IRR.
5. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Turtle Conservation and Education Center TCEC
Pada umumnya, kebudayaan Bali menggunakan penyu untuk keperluan upacara adat. Namun, penggunaan yang berlebihan menyebabkan penyu berada
dalam ancaman kepunahan. Secara internasional, penyu masuk ke dalam daftar merah red list di IUCN dan Appendix I CITES yang berarti bahwa
keberadaannya di alam telah terancam punah sehingga segala bentuk pemanfaatan dan peredarannya harus mendapat perhatian secara serius Nuitja, 2006. Oleh
karena itu perlu dikelola agar kebudayaan di Bali dapat sejalan dengan keberadaan penyu yang mulai terancam punah. Hal inilah yang mendasari ide adanya
pelestarian penyu di TCEC. TCEC dibuka oleh Gubernur Bali, Bapak Dewa Barata 20 Januari 2006
di pulau Serangan Bali. TCEC dikembangkan sebagai bagian dari strategi yang komprehensif untuk memberantas perdagangan ilegal penyu. TCEC didirikan
untuk mendukung komunitas Serangan dalam menemukan alternatif dari adanya bisnis penyu ilegal. TCEC berdiri dengan dasar pendidikan, pariwisata, konservasi
dan penelitian, dengan bisnis WWF Indonesia. TCEC didukung oleh WWF, Gubernur Bali, Mayor Otoritas Kota
Denpasar, Balai Konservasi Sumberdaya Alam Provinsi Bali, dan masyarakat setempat. Selama dua tahun TCEC mendapatkan donasi yang cukup besar dari
WWF selain donasi yang didapatkan dari pihak lainnya. Banyak masyarakat yang tidak setuju pada awal mula berdirinya TCEC, karena dengan adanya TCEC
penyu untuk upacara adat pun dibatasi dan mulai dikontrol pemerintah dengan baik. Setelah adanya promosi dari WWF dan dari pembicaraan wisatawan yang
positif dengan adanya TCEC, masyarakat dapat menerima dengan baik keberadaan TCEC.
5.2 Sistem Pengelolaan Obyek Wisata TCEC
Pulau Serangan
TCEC yang bekerjasama dengan WWF mendapatkan telur-telur penyu dari nelayan di daerah Klungkung, Gianyar, dan Negare. Telur penyu dibawa
oleh nelayan dengan menggunakan sepeda motor ke TCEC. Telur-telur tersebut