Ekstraksi dan Fraksinasi Karakteristik Spermatozoa Kauda Epididimis Domba Masa Tumbuh setelah Pemberian Fraksi Lipid (FL) dan Fraksi Delipidasi (FdL) Ekstrak Daun Katuk

15 pada hubungan hipotalamus-hipofise-testis dalam sekresi FSH dan LH sehingga berpengaruh terhadap hormon seksual lainnya seperti testosteron Gomez et al. 2001. Daun katuk juga mengandung senyawa-senyawa yang bersifat sebagai antioksidan kuat Wang dan Lee 1997; Subekti 2007; Zuhra et al. 2008 tetapi belum diketahui pasti mekanisme kerjanya terhadap organ reproduksi. Kandungan vitamin C yang tinggi dalam daun katuk Subekti 2007 bermanfaat dalam sintesa kolagen, meningkatkan steroidogenesis, dan antioksidan Murray et al. 2001. Vitamin C bekerja sebagai reduktir yang akan mendonorkan satu elektron membentuk semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif dan selanjutnya mengalami reaksi disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat. Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam treonat. Peranannya sangat penting dalam menjaga integritas membran sel Suhartono et al. 2007. Kandungan vitamin E dalam ekstrak daun katuk juga tinggi Subekti 2007. Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan dan dapat meningkatkan fungsi reproduksi. Vitamin E merupakan pemutus rantai peroksida lemak pada membran dan LDL dengan menyumbangkan ion H. Vitamin E yang larut dalam lemak merupakan antioksidan yang melindungi Poly Unsaturated Faty Acids PUFAs dan komponen sel serta membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas Hariyatmi 2004.

2.7 Ekstraksi dan Fraksinasi

Ekstraksi atau penyarian adalah penarikan zat pokok yang dinginkan dari bahan mentah simplisia dengan menggunakan pelarut yang dipilih sehingga zat yang diinginkan akan larut Ansel dan Howard 1995. Menurut Depkes RI simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Proses pengeringan simplisia bertujuan menurunkan kadar air sehingga tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri; menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif; dan mempermudah dalam pengolahan selanjutnya Gunawan dan Mulyani 2004. 16 Beberapa metode ekstraksi yaitu maserasi, perkolasi, soxhletasi, dan infundasi. Penelitian ini menggunakan metode maserasi untuk ekstraksi kandungan senyawa aktif daun katuk. Maserasi merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam pelarut sampai meresap dan melunakkan susunan sel sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut Ansel dan Howard 1995. Fraksinasi partisi bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang ada dalam ekstrak kasar. Fraksinasi merujuk pada pemisahan lebih halus. Prinsipnya dengan melakukan pemisahan komponen kimia di antara dua fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap Sudjadi 1986. Menurut Winarno et al. 1973, pelarut adalah suatu cairan yang digunakan dalam proses pemecahan ikatan suatu senyawa untuk selanjutnya membentuk larutan. Pelarut polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar dan sebaliknya senyawa nonplar lebih mudah larut dalam senyawa non-polar. Jenis pelarut akan mempengaruhi kandungan senyawa yang terekstrak karena kelarutan suatu senyawa dalam pelarut tergantung dari gugus yang terikat pada pelarut tersebut. Alkohol adalah pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan. Etanol etil alkohol atau meril karboksil merupakan cairan bening tidak berwarna, mudah menguap, mudah larut dalam air dan mudah melarutkan senyawa resin, lemak, minyak, asam lemak, dan senyawa organik lainnya. Etanol juga merupakan pelarut yang paling aman dalam arti tidak bersifat racun. Sementara itu heksan merupakan pelarut yang bersifat non-polar, berwarna putih agak coklat, agak berbau fenol, dan tidak larut air Winarno et al. 1973. Mencermati hal tersebut etanol merupakan pelarut yang lebih polar dibandingkan heksan sehingga sennyawa-senyawa polar akan lebih banyak ditemukan dalam larutan etanol sedangkan senyawa-senyawa non-polar akan lebih banyak ditemukan dalam larutan heksan. 17 3 METODE

3.1 Waktu dan Tempat